MAKALAH
BELAJAR dan PEMBELAJARAN
Dosen
Pembimbing: Marhamah S.pd, M.ed
Disusun
oleh kelompok II
Kelas
2 C:
1. Muhammad Andang Zakaria (156310263)
2. Muhammad Bayu Bara Dika (156310133)
3. Muhammad Qordawi (156310784)
4. Wahyudi Sahputra (156310447)
5. Imron Amri (156311109)
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Riau
Pekanbaru
T.P. 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami ucapkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan lahir dan batin. Serta telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat beriring salam
semoga tercurahkan kepada Baginda Rasulullah Saw, yang telah menunjukkan jalan
kebenaran kepada umatnya dari alam tidak berilmu pengetahuan sampai ke alam
yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat sekarang ini.
Makalah ini membahas
tentang “Belajar pembelajaran”. Yang bertujuan agar semua lebih
mengerti dan memahaminya. Walaupun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan,untuk itu kami mohon maaf.
Pekanbaru,
03 Maret 2016
penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang.............................................................................. 4
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................ 4
1.3 Tujuan
Penulisan.................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori ...........................................................................5
B. Definisi Konsep, Belajar dan Pembelajaran.......................................6
C. Konsep Pendekatan Pembelajaran.........................................................8
D. Teori Pendekatan Pembelajaran Tingkah Laku................................................9
E. Teori Pendekatan Pembelajaran
Psikologi Kognitif………………………..…16
F.
Pemikiran Pembelajaran Di Dalam Negeri ………………………………...…19
G.
Pembelajaran Berwawasan dalam Negeri ……………………………………25
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 32
B.
Saran................................................................................ ......................... 32
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Banyak negara mengakui bahwa persoalan
pendidikan merupakan persoalan yang pelik, namun semuanya merasakan bahwa
pendidikan merupakan tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju,
membangun, berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia, tentu mengatakan
bahwa pendidikan merupakan kunci, dan tanpa kunci itu usaha mereka akan gagal. Namun,
di negara-negara berkembang adopsi sistem pendidikan dari luar sering kali
mengalami kesulitan untuk berkembang. Cara dan sistem pendidikan yang ada
sering menjadi sasaran kritik dan kecaman karena seluruh daya guna pendidikan
tersebut diragukan. Generasi muda banyak yang memberontak terhadap
metode-metode dan sistem pendidikan yang ada.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa itu Teori?
2.
Apa itu Teori Pembelajaran?
3.
Sebutkan Pemikiran Pembelajaran dalam
Negeri?
4.
Jelaskan Pembelajaran
Berwawasan dalam Negeri?
1.3
Manfaat Penulisan
1.3.1 Untuk
memenuhi tugas mata kuliah belajar pembelajaran pendidikan bahasa inggris.
1.3.2 Untuk
menambah wawasan mengenai teori deskriptive dan perskriptive.
1.3.3 Untuk
menambah wawasan mengenai revolusi sosiokultual.
1.3.4 Untuk
menambah wawasan mengenai kecerdasan majemuk.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau
variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah
pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan
fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide
pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan”
bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda
pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi
dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara
fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta . Selain
itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara
"sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal
ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki
potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian
matematika.
Sedangkan
secara lebih spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman
mendefiniskan teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan
abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang
dunia sosial. Perlu diketahui bahwa teori berbeda dengan idiologi, seorang
peneliti kadang-kadang bias dalam membedakan teori dan ideologi. Terdapat
kesamaan di antara kedunya, tetapi jelas mereka berbeda. Teori dapat merupakan
bagian dari ideologi, tetapi ideologi bukan teori. Contohnya adalah Aleniasi
manusia adalah sebuah teori yang diungkapakan oleh Karl Marx, tetapi Marxis
atau Komunisme secara keseluruhan adalah sebuah ideologi.
Dalam ilmu
pengetahuan, teori dalam ilmu
pengetahuan berarti model
atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial
tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah.
Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk
menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda
mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan).
Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model
atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan).
Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak pengamatan dan terdiri atas
kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.
Istilah teoritis
dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori
namun belum pernah terpengamatan. Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir
ini, lubang hitam dikategorikan sebagai teoritis
karena diramalkan menurut teori relativitas umum tetapi belum pernah
teramati di alam. Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah teori
ilmiah telah mendapatkan cukup bukti
dan telah teruji oleh para peneliti lain tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena
definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi
teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.
B.
Definisi
Konsep, Belajar dan Pembelajaran
Apa
itu konsep? apa itu belajar? dan apa itu pembelajaran? di dalam makalah
ini akan dibahas secara ringkas mengenai pengertian itu semua.
Untuk
pertama yang akan dibahas adalah pengertian konsep terlebih dahulu. Setelah
beberapa kali mencari bahan untuk mengartikan tentang pengertian konsep,
akhirnya dapat disimpulkan bahwa konsep itu:
1.
Konsep dapat didefinisikan sebagai suatu gagasan/ide yang relative sempurna dan
bermakna,
2.
Konsep merupakan suatu pengertian tentang suatu
objek,
Dari
wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa konsep merupakan abstrak, entitas
mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu
entitas, kejadian atau hubungan.
Untuk
yang selanjutnya akan dibahas mengenai pengertian belajar :
Seseorang
dikatakan telah belajar sesuatu kalau padanya terjadi perubahan tertentu,
misalnya dari tidak dapat naik motor menjadi dapat naik motor, dari tidak dapat
menggunakan kalkulator menjadi mahir menggunakannya, dari tidak mampu berbahasa
Inggris menjadi mahir berbahasa Inggris, dari tidak tahu sopan santun menjadi
seorang yang sangat santun, dan sebagainya. Namun tidak semua perubahan yang
terjadi pada diri seseorang terjadi karena orang tersebut telah belajar.
Beberapa perubahan yang terjadi pada bayi, terjadi terutama bukan karena
belajar, misalnya bayi yang tadinya tidak dapat tengkurap lalu dapat tengkurap,
anak yang tadinya tidak dapat duduk lalu dapat duduk. perubahan terserbut terjadi
karena kematangan. Di samping itu, masih ada satu jenis perubahan lagi yang
tidak dapat digologkan sebagai perubahan yang terjadi karena belajar. Yang
dimaksud di sini adalah perubahan yang terdapat pada seseorang itu sangat
singkat, dan kemudian segera hilang lagi. Misalnya, seseorang dapat memperbaiki
pesawat radio atau dapar memecahkan suatu soal.
Tetapi
ketika harus mengerjakan hal-hal itu sekali lagi tidak dapat. Orang tersebut
sebenarnya tidak belum belajar hal-hal yang berhubungan dengan perkataan lain
dengan kecakapan memperbaiki pesawat radio atau kemampuan memecahkan soal belum
terdapat pada orang tersebut. Satu hal lagi yang perlu disebutkan, yaitu
perubahan sebagai hasil belajar itu diperoleh karena individu yang bersangkutan
berusaha untuk itu.
Jadi,belajar
ialah upaya perubahan prilaku dan tingkah laku suatu individu yang tadinya
tidak bisa manjadi bisa sebagai proses adaptasi dengan lingkungannya.
Dan
yang terakhir adalah pemaknaan mengenai pembelajaran. Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik. Dalam konteks pendidikan , guru mengajar supaya peserta didik
dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang
ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek
afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik.
C.
Konsep
Pendekatan Pembelajaran
Konsep
pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran
yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari
pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam
strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)
mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1.
Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan
sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan
selera masyarakat yang memerlukannya.
2.
Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling
efektif untuk mencapai sasaran.
3.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak
titik awal sampai dengan sasaran.
4.
Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran
(standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika
kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1.
Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan
profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2.
Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang
paling efektif.
3.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan
teknik pembelajaran.
4.
Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan
ukuran baku keberhasilan.
D.
Teori
Pendekatan Pembelajaran Tingkah laku (Behaviorisme)
Teori
Behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada hasil belajar dan tidak
memperhatikan pada proses berpikir siswa. Menurut teori behavioristik, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu
menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.
Sebagai
contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat
dan gurunya pun sudah mengajarkan dengan tekun, namun jika anak tersebut belum
dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar.
Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Dalam contoh tersebut, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara
tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan respons adalah reaksi atau
tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Menurut
teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan
keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara
stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa
diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang
dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi (negative reinforcement) respons pun akan tetap dikuatkan
(Suryabrata, 1990).
Misalnya,
ketika peserta didik di beri tugas oleh guru. Ketika tugasnya
ditambahkan, maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas
tersebut merupakan penguatan positif (positif reinforcement) dalam
belajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan
aktifitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative
reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk
stimulus yang penting diberikan atau dihilangkan untuk memungkinkan
terjadinya respons.
Terdapat
beberapa pandangan tokoh-tokoh tentang pendekatan behaviorisme yang dikemukakan
oleh beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut.
1.
Pavlov
2.
Thorndike
3.
Watson
4.
Clark Hull
5.
Edwin Guthrie, dan
6.
Skiner
Masing-masing
tokoh memberikan pandangan tersendiri tentang apa dan bagaimana behavoristik
tersebut,yaitu:
a.
Teori Pengkondisian Klasikal dari
Pavlov
Ivan
Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat
ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah
gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan
kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur
departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai
penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel
pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat
mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of
Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes (1927).Classic conditioning
(pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov
melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov
dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana
gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Bertitik
tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu,
perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian
Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia
menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan
segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia
mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing.
Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan
sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum
makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu,
baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan
yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya
memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar
pula.
Makanan
adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata
kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini
akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut.
Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov
berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid
Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang
ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari
manusia.
Melalui
eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi
perilaku seseorang.
b.
Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut
Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus
adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam
eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang
dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai
hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih
respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials)
dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari
belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting
learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori
belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi.
Dari
percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut:
1)
Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut
akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2)
Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/
dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of
exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan
tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah
bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga
prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah
ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3)
Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi
sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan
cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu
perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak
akan diulangi.
Selain
tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hokum lainnya dalam belajar yaitu
Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap (Set/Attitude), Hukum
Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan
Hukum perpindahan Asosiasi (Associative Shifting).
c.
Teori Conditioning Watson
Watson
merupakan seorang behavioris murni. Kajian Watson tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Menurut
Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Dalam
hal ini, stimulus dan respons yang dimaksud dibentuk dari tingkah laku yang
dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Watson mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar dan ia
menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.
d.
Teori Systematic Behavior Clark Hull
Clark
Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respons untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Dalam hal ini, ia sangat terpengaruh
oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti
halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk
menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa
kebutuhan biologis dan pemenuhan kebutuhan biologis adalah penting dan
menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Sehingga stimulus
dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respons yang mungkin akan muncul dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam
kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan
praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Hingga saat ini,
teori Hull masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
e.
Teori Conditioning Edwin Guthrie
Demikian
halnya dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respons untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Menurut Edwin, stimulus
tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dalam hal ini, hubungan antara
stimulus dan respons cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam
kegiatan belajar perlu diberikan sesering mungkin stimulus agar hubungan antara
stimulus dan respons bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan agar respons
yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, sehingga diperlukan
berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respons tersebut. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman(punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah
kebiasaan dan perilaku seseorang. Setelah Skinner mengemukakan dan
mempopulerkan pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori
belajarnya, sehingga hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
f.
Teori Operant Conditioning Skinner
Konsep-konsep
yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep
lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi
melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Oleh
sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih
dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami
respons yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan
timbul sebagai akibat dari respons tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa,
dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan
tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang
dipergunakan perlu penjelasan lagi, demikia seterusnya. Dari semua
pendukung Teori behavioristik, Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berpogram,
modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
dikemukakan oleh Skinner.
Adapun
keunggulan dan kelemahan mengenai teori behaviorisme diantaranya :
Ø
Keunggulan Teori Behaviorisme
1)
Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru
dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau
pujian.
2)
Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
Ø
Kelemahan Teori Behaviorisme
1)
Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning),
bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
2)
Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan
hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik
hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar, ejekan , jeweran
yang justru berakibat buruk pada siswa.
Istilah-istilah
seperti hubungan stimulus-respons, individu atau siswa pasif, prilaku sebagai
hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan
penataan kondisi secara tepat, reinforcement dan hukuman, ini semua
merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behaviorisme. Teori ini
hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak
dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti
Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan
sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill
(pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering
dilakukan.
Aplikasi
teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pendidikan. Sedangkan mengajar
adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan
akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya,
apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh
murid.
E.
Teori Pendekatan Pembelajaran
Psikologi Kognitif
Teori
belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses
usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai
akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu
perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan
nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Dalam
aliran kognitifisme terdapat beberapa ciri-ciri,diantaranya:
1.
Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
2.
Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
3.
Mementingkn peranan kognitif
4.
Mementingkan kondisi waktu sekarang
5.
Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar
kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan
atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang,
yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan
pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali
kenegerinya sendiri. Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain
negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di
tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya
tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang
disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Selain
itu ada beberapa tokoh yang memaparkan pandangannya mengenai teori kognitifisme,diantaranya:
Teorinya
memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh
terhadap perkembangan konsep kecerdasan.
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari
guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta
didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi
teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara
berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; Anak-anak akan
belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; Bahan
yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas,
anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya.
b.
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
Berbeda
dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan
kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut
Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap
perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik
maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif
seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari
dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner
yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi
pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan
tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar
yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan
hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan.
(discovery learning).
Implikasi
Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran : Menghadapkan anak pada suatu situasi
yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha membandingkan realita
di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan
pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali
struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam
benaknya
c.
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausubel,
Proses
belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya
dengan pengetahuan baru.
Proses
belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1)
Memperhatikan stimulus yang diberikan.
2)
Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudakm h
dipahami.
Menurut
Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced
organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar
siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi
seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer
memberikan tiga manfaat yaitu :Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk
materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan
antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa
untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Kelebihan
dan kelemahan teori Kognitivisme antara lain:
Ø
Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Ø
Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan;
sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti
intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
F.
PEMIKIRAN
PEMBELAJARAN DALAM NEGERI
1. Pemikiran
Pembelajaran Menurut Ki Hajar Dewantara
Ki
Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Ia adalah keturunan
bangsawan Pakualaman yang sempat mengeyam pendidikan di STOVIA, Jakarta.
Selepas dari STOVIA, atau yang dikenal sebagai Sekolah Dokter Jawa, ia
berkecimpun dalam pers pergerakan. Melalui dunia pers itulah, Ki Hajar
Dewantara menguraikan berbagai pemikiran dan persoalan yang dihadapi bangsa
Indonesia.
Pada
tahun 1912, Ki Hajar Dewantara, yang nama kecilnya Suwardi Suryaningrat,
bersama dengan DR. Tjipto Mangunkusumo dan Douwers Dekker mendirikan National
Indische Partij (NIP). Tujuannya adalah untuk membangkitkan semangat patriotism
dan nasionalisme rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan. Pada tahun
1927, Ki Hajar Dewantara bersama bung Karno mendirikan Perserikatan Nasional
Indonesia (PNI). Di dalam PNI ini, Ki Hajar Dewantara seolah-olah mendapatkan
panggung untuk kampanye kemerdekaan Indonesia, lepas dari penjajahan
Hindia-Belanda. Cita-cita untuk mencapai Indonesia mereka sudah dimulai sejak
Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa.
Dalam
perguruan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara mengupayakan agar anak-anak yang
dididiknya mempunyai watak kepemimpinan dan berpengalaman luas guna
mengembangkan kebudayaan nasional. Di Taman Siswa ini, ia mengembangkan metode
kepemimpinan. Seorang guru adalah pamong (pembimbing) sekaligus pemimpin. Oleh
sebab itu, harus mampu memberi teladan yang dikenal dengan “konsep among”
(Saksono, 2008: 48).
Pendirian
Taman Siswa bertolah dari pandangan bahwa perkembangan umat manusia merupakan
hukum yang menguasai seluruhy kejadian alam dan bahwa manusia ada karena
pemberian alam. Akan tetapi, manusia memiliki bakat, dengan suatu alat piker
yang membedakannya dari makhluk lain dan juga membuat manusia menjadi suatu faktor
yang sadar dalam evolusi, suatu produk alam dengan daya kreativitasnya. Manusia
yang berada di alam yang berevolusi menuju kesempurnaan merupakan kesadaran
yang aktif.
Menurut
pandangan Ki Hajar Dewantara, pendidikan colonial masa itu bersandar pada
metode pendidikan Barat yang sudah using, yangki “Regering, Tuct,dan orde” (perintah, hukuman dan ketertiban)”.
Akibatnya, anak didik terasing dari kehidupan sosial budaya bangsanya dan
membentuk kepribadiannya yang tidak lengkap, yakni kepribadian yang hanya
mementingkan sikap intelektualistik, materialistic, dan ketergantungan
ekonomis. Pencapaian hanya terbatas menjadi pegawai.
Melalui
pembaruan terhadap model Pawiyatan (pesantren) yang diproyaksikan sebagai
sistem nasional dan berpotensi pada nilai budaya, kebangsaan dan kerakyatan,
lahirlah Taman Siswa. Dalam model yang telah diperbaru ini mencakup tiga
wilayah pendidikan yang dikenal “Tripusat” yaitu rumah Guru, RUmah Belajar dan
Pusat Ajaran (Saksono, 2008:49). Menurut Ki Hajar Dewantara, seorang guru
ibarat sumur yang jernih (sumber keilmuan yang harus ditimba) sedangkan seorang
siswa ibarat musafir yang kehausan. Oleh karena itu, bukan guru yang harus
dating ke sekolah-sekolah mendidik siswa, melainkan para siswa yang harus
mendatangi rumah guru, untuk menimba ilmu dan pengalaman darinya.
Ki
Hajar Dewantara dengan sistem among-nya
ingin membuat sebuah sistem alternative atas sistem sekolah yang otoriter dan
menindas. Menurutnya, metode pendidikan Barat sekolah menempatkan proses
belajar mengajar dengan metode perintah dan hukuman untuk mencapai ketertiban.
Dalam proses semacam itu, murid tidak memperoleh kebebasan. Ia hanya siap untuk
merekan perintah dan keinginan guru. Di kelas, guru bertindak sebagai pedagog
atau pembantu yang diberikan kepercayaan oleh orangtua murid untk menghukum
anak-anak mereka bila menyalahi peraturan di sekolah.
Proses
belajar mengajar seperti diatas tersebut dianggap bertentangan dengan kodrat
alam, bertentangan dengan kemerdekaan setiap murid. Oleh sebab itu, Ki Hajar Dewantara
memiliki metode tertib dan damai. Murid diberi kebebasan untuk berkreativitas
sehingga terlihat potensi dan bakatnya. Dengan demikian, dalam prosesb belajar
mengajar, guru menempatkan diri sebagai pamong yang mendidik sekaligus mengajar
lengkap dengan keteladannya. Tugas guru bukan mengarahkan murid, melainkan
hanya membimbing murid agar menemukan jati dirinya dan berkembang sesuai dengan
potensi dan bakat yang tersedia dalam dirinya. Pendidikan dalam proses belajar
mengajar di sini berorientasi pada pembentukan budi dan nalar yang bebas atau
merdeka pikirannya, batinnya, dan merdeka tenaganya.
Tut wuri handayani merupakan bagian dari konsep kependidikan Ki
Hajar Dewantara yang secara keseluruhan berbunyi ing ngarso sung tuladha, ing mayda mangun karso, tut wuri hadayani. Ing
ngarso sung tulodo artinya jika
pendidik sedang berada di depan, hendaklah memberikan contoh teladan yang baik
terhadap anak didiknya. Tut wuri
handayani berasal dari bahasa jawa, tut wuri berarti mengikuti dari belakan, dan handayani berarti mendorong, memotivasi
atau membangkitkan semangat. Dari pengertian tersebut jelas bahwa aliran ini
mengakui adanya pembawaan, bakat, ataupun potensi-potensi yang ada pada anak
sejak dilalhirkan. Dengan kata tut wuri,
berarti si pendidik diharapkan dapat melihat, menemukan dan memahami bakat atau
potensi apa yang dapat dikembangkan dengan memberikan motivasi atau dorongan
kea rah pertumbuhan yang sewajarnya dari potensi-potensi tersebut (Purwanto,
2007:62).
Tut wuri handayani lebih mirip dan dekat dengan aliran atau hukum
konvergensi dari William Stern. Hukum tersebut memiliki pandangan bahwa
perkembangan anak ditentukan oleh bagaimana interaksi antara pembawaan atau
potensi-potensi yang dimiliki anak yang bersangkutan dan lingkungan ataupun
pendidikan yang memengaruhi anak dalam perkembanganya.
2. Pemikiran
R.A Kartini
R.A
Kartini adalah putri kedua Bupati Jepara, R.A.A.A Sosroningrat, yang sejak
kanak-kanak sampai berumur 12 tahun sempat mengeyam kebahagiaan karena dapat
bersekolah seperti halnya saudara-saudara laki-lakinya. Hal ini bukanlah
peristiw biasa karena pada waktu itu anak perempuan dilarang bersekolah. Ada
pandangan bahwa anak perempuan tidak memerlukan kepandaian terutama ilmu
pemgetahuan akademis karena perempuan bukan pencari nafkah apabila setelah
berkeluarga.
Karena
luasnya wawasn dan pikiran yang maju dari Bupati Jepara itu, ia memberi
kesempatan kepada anak-anaknya, termasuk yang perempuan untuk bersekolah.
Khusus bagi anak perempuan, ia ingin menyiapkan agar kelak dapat berperan
sebagai Raden Ayu yang baik, dapat berbahasa asing sehingga dapat menerima tamu
Belanda, demikian juga tata caranya. Namun ayahnya menolak ketika R.A Kartini
ingin melanjutkan sekolah ke HBS Semarang. Sebagai gantinya, ayahnya
mengizinkan R.A Kartini untu belajar yang lain, yaitu belajar bacaan dan
surat-menurat dengan teman-temannya yang kebanyakan bangsa Belanda. Dari
surat-surat ini, dapat diketahui buah pikiran R.A Kartini dalam memperjuangkan
emansipasi perempuan.
Dengan
surat-menurat, R.A. Kartini bisa tahu pendapat orang lain. Pingitannya di suatu
pihak dirasakan membelenggu, di pihak lain memberi kesempatan untuk merenung
berbagai peristiwa, suasanya di rumanya, kehidupan golongan ningrat, terutama
perempuan dan anak-anaknya. Bacaan yang luas memperluas perhatiannya soal nasib
dan kedudukan perempuan dalam masyarakat sehingga ke persoalan yang berhubungan
dengan kemajuan kehidupan.
Ia
pun bahkan sudah berpikir tentang Keluarga Berencana. Dalam suratnya kepada
Nyonya Abendadno, ia mengatakan, “pendidikan sekolah bagi anak-anak pada waktu
sekarang merupakan hal yang biasa sekali, tetapi kalau jumlah anak mencapai 25
orang bagaimana mungkin pendidikan yang sebaik-baiknya dapat diusahakan? Orang
tidak berhak melahirkan anak apabila dia tidak mampu menghidupinya” (Saksono,
2008:96).
R.A
Kartini juga meminta kepada pemerintah yang berkuasa (Hindia-Belanda) yang
sudah mengenyam peradaban agar membimbing, memaukan pihak yang diperintah. R.A
Kartini sudah mengenal budaya barat (Belanda) tidak akan menjadikan orang jawa
sebagai Jawa-Eropa. Ia hanya mengambil nilai-nilai peradaban yang baik dari
Barat untuk memuliakan sifat-sifat asli bansanya. Ia memuji sifat-sifat baik
orang Jawa, yaitu arif, lemah lembut, sederhana, rendah hati dan sebagainya.
Akan tetapi, tidak diingkarinya sifat-sifat jelek bangsanya sebagai bangsa yang
masih bermental kanak-kanak, diantaranya suka pujian, sanjungan dan penampilan
lahiryang yang gemerlapan. Juga, anak-anaknya terutama laki-laki. Menurut
pengalaman R.A Kartini, kaum ibu mendidik anak laki-laki menjadi makhluk yang
kejam dan mementingakan kehendak sendiri karena mereka selalu dipenuhi
keinginannya, disanjung-sanjung, didahulukan, atau dilebihkan dibandingkan
saudara-saudara perempuannya (Saksono, 2008:97).
Dalam
hal poligami, R.A Kartini berpendapat bahwa banyak yang diderita oleh perempuan
yang dimadu meskipun menurut pandangan zaman itu perempuan kerap merasa bangga
dan terhormat dinikahi sebagai istri kesekian oleh orang berpangkat. Di situ ia
juga hendak mengatakan bagaimana perempuan sangat bergantung kepada laki-laki.
Maka R.A Kartini bercita-cita memberi bekal pendidikan kepada anak
perempuannya, terutama bekal budi pekerti agar mereka menjadi ibu yang berbudi
luhur, yang dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Dengan demikian, mereka tidak
perlu menikah jika memang mereka tidak mau.
3. Pemikiran
K.H Ahmad Dahlan
Ahmad
Dahlan adalah tokoh yang terpenting dalam gerakan Muhammadiyah. Ia lahir pada
tahun 1285 H atau 1868 M dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya, Kyai Haji Abu
Bakar, adalah seorang khatib di Masjid Agung Kauman Gresik, Jawa Timur.
Silsilahnya bila diurutkan akan sampai ke Maulana Ishak. Ahmad Dahlan sejak
kecil sudah menampakkan tanda-tanda kecerdasan dan bakat kepemimpinannya.
Semangat belajarnya dan didukung oleh kecerdasannya telah mengantarkannya
menjadi pemimpin gerakan keagamaan yang disegani, baik karena pemikirannya yang
sejalan dengan kebutuhan umat maupun kesungguhannya dalam mewujudkan
mimpi-mimpi masa depan Islam di Indonesia.
Ahmad
Dahlan memperolah pendidikan pertamanya langsung dari ayahnya, terutama dalam
mempelajari dan mengenal seluk-beluk ajaran Islam, mengaji Al-Qur’an, ilmu
hadits, dan ilmu fiqih. Pada tahun 1890, Muhammad Dawis merantau ke Makkah
untuk memperluas pengetahuannya tentang Islam, selain memiliki tujuan lain
untuk beribadah menunaikan rukun Islam kelima. Disana ia belajar kepada seorang
ulama yang berasal dari Minangkabau, Syeh Ahmad Khatib, yang juga seorang guru
dari tokoh Islam tradisional. Sepulang dari tanah suci, Muhammad Darwis berganti
nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, Ahmad Dahlan kembali pergi ke
Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang keduan dan memperdalam Islam serta
bermukin disana selama dua puluh bulan.
Muhammadiyah
didirikan di Yogyakarta pada 8 Dzullhijjah 1330 H atau 18 November 1912. Secara
genealogi, embrio Muhammadiay ada pada kelompok-kelompok pengajian dan lembaga
pendidikan yang didirikan Ahmad Dahlan. Salah satu kelompok pengajian yang
dibentuk Ahmad Dahlan adalah Fath al-asrar miftah as-sa’adah. Salah satu yang
menarik dari kelompok pengajian ini adalah metode yang digunakan sesuai
namanya. Setiap anggotanya harus berani membuka diri, berterus terang
menyatakan kesalahan di masa lampau, berterus terang terhadap kekurangan, serta
sifat-sifat buruk yang masih melekat pada dirinya.
Ahmad
Dahlan (1868-1923) berusia pendek, yaitu 50 tahun, tetapi ia adalah seorang
yang berhasil melakukan tugas-tugas kesejarahan dengan baik. Ia meletakkan
dasar-dasar perjuangan dengan ideology tajdid
(pembaruan) dengan tetapi mempertimbangkan kultur yang berkembang di
masyarakat. Pergumulannya dengan latar belakang sejarah semasa hidupnya telah
menempatkan ia sebagai tokoh pembaruan, terutama pada masa awal abad ke-20. Ia
wafat setelah mewariskan suatu gerakan keagamaan yang demikian anggun yang
sebelumnya tidak dilakukan oleh tokok-tokoh pembaruan Islam yang lain. Dari
sejarah berdirinya Muhammadiyah, tidak satupun lembaga pendidikan Muhammadiyah
yang dibangun berdasarkan Surat keputusan atau instruksi dari kantor Pimpinan Pusat.
Pendidikan Muhammadiyah lahir dari dan untuk umat Muhammadiyah. Akan tetapi,
menurut Kozim (Saksono, 2008:67) para pengelola pendidikan Muhammadiyah
sekarang sudah terjebak pada format pendidikan yang rigid. Mekanisme bottom-up yang sejatinya melahirkan
lembaga yang dekat dengan umat justru menjadi lebih jauh karena semakin tidak
aspiratif dan semakin elite. Para pengelola pendidikan kini lebih memosisikan
diri sebagai birokrat ketimban sebagai pelayan yang senantiasa berpihak kepada
umat.
4. Pemikiran
K.H Hasym Asy’ari
Hasym
Asy’ari lahir pada 14 febuari 1871 di Jombang, Jawa Timur. Ia berjasa besar
dalam mendirikan oraganisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama
(NU) yang didirikan pada 31 januari 1926 (Hasbullah, 2008:272). Selain mendirikan
NU, K.H Hasym Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang pada
1899.
Nu
tidak saja bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan, tetapi juga dalam
bidang pendidikan yang disebut Ma’arif. Ma’arif bertugas membuat undang-undang
dalam program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah NU.
G.
Pembelajaran
Berwawasan Dalam Negeri
a.
Pembelajaran
Berwawasan Multikultural
1) Pengertian
dan Latar Belakang
Kata
multikultural erat hubungannya dengan
pluralism, namun keduanya merupakan dua
hal yang berbeda. Dalam konteks masyarakat, masyarakat plural berbeda dengan
masyarakat Multikultural, tetapi masyarakat plural adalah dasar bagi
berkembanganya tatanan masyarakat Multikultural, tempat masyarakat dan budaya
berinteraksi dan berkomunikasi secara intens.
Adapun
arti kultur dari beberapa ahli:
a. Franz
Boas dan A.L. Krober
Kultur
adalah hasil dari sebuah sejarah-sejarah khusus umat manusia yang melewatinya
secara bersama-sama di dalam kelompoknya.
b. Emile
Durkheim dan Marcel Maus
Kultur
adalah sekelompok masyarakat yang menganut sekumpulan symbol-simbol yang
mengikat di dalam sebuah masyarakat untuk diterapkan.
c. Julian
Steward dan Leslie White
Kultur
adalah sebuah cara bagi manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan
membuat hidupnya terjamin.
Multikulturalisme
merupakan suatu paham atau situasi kondisi masyarakat yang tersusun dari
banyaknya kebudayaan. Multikulturalisme sering merupakan perasaan nyaman yang
dibentuk oleh pengetahuan. Pengetahuan dibangun oleh keterampilang yang
mendukung suatu proses komunikasi yang efektif dengan setiap orang dari latar
belakang kebudayaan yang berbeda.
2) Tujuan
Pendidikan Berbasis Multikultural
Menurut
Banks, tujuan pendidikan berbasis Multikultural adalah:
a. Untuk
memungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam.
b. Untuk
membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan
kultural, ras, etnik, dan kelompok keagamaan.
c. Memberikan
ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan
keterampilan sosialnya.
3) Nilai-nilai
Pendidikan Berbasis Multikultural.
I.
Memberikan terobosan baru pembelajaran
yang mampu meningkatkan empati dan mengurangi prasangka siswa atau mahasiswa
sehingga tercipta manusia (warga) antar budaya yang mampu menyelesaikan konflik
dengan tanpa kekerasan.
II.
Menerapkan pendekatan dan strategi
pembelajaran yang potensial dalam mengedepankan proses interaksi sosial dan
memiliki kandungan afeksi yang kuat.
III.
Model pembelajaran Multikultural
membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi lebih efisian dan
efektif, terutama memberikan kemampuan peserta didik dalam membangun
kolaboratif dan memiliki komitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan masyarakat
yang serba-majemuk.
IV.
Memberikan kontribusi bagi bangsa
Indonesia dalam penyelesaian dan mengelola konflik yang bernuansa SARA yang
timbul di masyarakat dengan cara meningkatkan empati dan mengurangi prasangka.
4) Praktik
Penyusunan
rancangan pembelajaran PKN yang bernuansa Multikultural dapat dilakukan melalui
lima tahapan utama, yaitu:
a. Analisis
isi (content analysis).
Yaitu
proses untuk melakukan identifikasi, seleksi dan penetapan materi pembelajaran
PKn. Proses ini bisa ditempuh dengan pedoman atau menggunakan rambu-rambu
materi yang terdapat dalam GPP, antara lain mengenai materi standar minimal,
urutan dan keluasan materi, kompetensi dasar yang dimiliki serta keterampilan
yang dikembangkan.
b. Analisis
latar kultural (setting analysis).
Dikembangkan
dari pendekatan kultural dan siklus kehidupan, yang didalamnya mengandung dua
konsep, yaitu konsep wilayah atau lingkungan dan konsep manusia beserta
aktivitasnya yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
c. Pemetaan
materi (maping contents ).
Berkaitan
erat dengan prinsip yang harus dikembangkan dalam mengajarkan nilai dan moral,
yaitu prinsip “dari yang mudah ke sukar”, “dari yang sederhana ke sulit”, “dari
konkret ke abstrak” , dan “ dari lingkungan sempit/dekat menuju lingkungan yang
meluas”.
d. Pengorganisasian
materi (contents organizing) Pembelajaran PKn;
Dekat
dengan pendekatan multicultural harus dilakukan dengan memerhatikan prinsip “4w
dan 1 H”. dalam rancangan pembelajaran PKn, kelima prinsip ini, harus diwarnai
oleh ciri-ciri pembelajaran dengan multicultural, dalam menuju pelakonan
nila-moral yang berlandaskan pada asas empatisitas tinggi dan kejujuran serta
saling menghargai keunggulan masing-masing.
e. Menuangkan
ke dalam tahapan model pembelajaran berbasis multikultural.
b.
Pembelajaran
Berwawasan Lingkungan
1. Pengertian
dan Latar Belakang
Sartain
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan meliputi semua kondisi dalam
dunia ini, dengan cara-cara tertentu memengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan
perkembangan atau life processes manusia kecuali gen-gen (Purwanto, 2009:72).
Pendidikan
lingkungan perlu dimulai dari dasar, mulai dari TK, SD, SMP, DAN SMA/K. sejak
dini, generasi muda sebagai warga Negara perlu memahami akan makna kehidupan
sebagai manusia, dimulai dengan tanggung jawab dan kewajiban asasi manusia
bersama dengan sesame makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sesudah kita
penuhi kewajiban asasi, barulah kita berhak menuntut hak asasi sebagai manusia.
Hal ini sesuai dengan kesepakatan antara Menteri Pendidikan Nasional dengan
Menteri Lingkungan Hidup tanggal 3 juni 2005 (Soerjani, 2009:50).
Berdasarkan
kesepakatan tersebut, pendidikan lingkungan harus berdasarkan konsep dasar
makna lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan dapat dilaksanakan secara formal,
informal, maupun secara non-formal, berupa pendidikan kecerdasan khusus untuk
kemampuan dan keterampilang. Secara keseluruhan, menurut Soerjani (2009:50),
pendidikan lingkungan adalah untuk mengajarkan, membina, memberi teladan, dan
dorongan sikap dan perilaku untuk melaksanakan pengelolaan ekosistem secara
bermakna.
2. Ruang
Lingkup
Sartain(Purwanto,
2009:72) membagi lingkungan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Lingkungan
Alam atau luar.
Yaitu
segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, seperti rumah,
tumbuh-tumbuhan, air, iklim, hewan.
b. Lingkungan
terdalam
Lingkungan
terdalam adalah sesuatu yang telah termasuk dalam diri kita, yang dapat
memengaruhi pertumbuhan fisik.
c. Lingkungan
Sosial
Lingkungan
Sosial adalah semua orang atau manusia lain yang memengaruhi manusia. Pengaruh
lingkungan sosial itu ada yang diterima secara langsung dan ada yang tidak
langsung.
3. Praktik
Contoh
praktik pembelajaran berwawasan lingkungan untuk siswa yaitu:
1) Lingkungan
alam atau luar : siswa menanam dan merawat bibit pohon di lingkungan sekolah,
seperti di halaman, dipinggir lapangan, menanam dan merawat tanaman hias di
taman depan kelas, membersihkan selokan sekolah, piket kelas sesuai jadwal, dan
membuang sampah ditempat sampah.
2) Lingkungan
terdalam : menghargai kerja keras diri, rajin membaca untuk memperbanyak
pengetahuan, berolahraga, dan bersenang-senang dalam hal yang positif.
3) Lingkungan
sosial: bergaul sewajarnya dengan teman sekolah, teman bermain, hormat kepada
guru dan orangtua, menghargai teman yang berbeda Agama, berbeda suku, berbeda
latar belakang keluarga, aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan keohlaragaan,
mengadakan kunjungan studi banding ke sekolah lain, ke panti jompo, ke rumah
singgah, ke panti rehabilitasi narkoba, mengadakan seminar atau penyuluhan
tentang pendidikan seks, penyuluhan tentang bahaya narkoba, try out masuk
perguruan tinggi, dan lain-lain.
c.Pembelajaran Berwawasan Enterpreunership
1. Pengertian
dan Latar Belakang
Jika
diikuti perkembangan makna pengertian entrepreneur, memang mengalami
perubahan-perubaham. Namun, sampai saat ini, pendapat Joseph Schumpeter pada
tahun 1912 masih diikuti banyak kalangan. Menurut Schumpeter, seorang
entrepreneur tidak selalu seorang pedagang atau seorang manager, ia adalah
orang yang unik yang berpembawaan pengambil resiko dan yang memperkenalkan
produk-produk inovatif dan teknologi baru ke dalam perekonomian.
Istilah
kewirausahaan mulai dipopulerkan tahun 1990-an. Saat-saat sebelumnya yang
banyak digunakan adalah istilah kewiraswastaan dan entrepreneurship. Istilah
kewirausahaan dianggap lebih tepat untuk dipandankan dengan istilah
entrepreneurship daripada istilah “kewiraswastaan” yang lebih cenderung
diartikan bersangkutan dengan kepengusahaan bisnis serta segala aktifitas yang
non-pemerintah. Namun demikin, dalam praktiknya, sampai saat ini ketiga istilah
itu sering dipakai secara bergantian.
Banyak
orang yang memberi pengertian entrepreneur dan entrepreneurship, di antaranya
adalah sebagai berikut :
a. Orang
yang menanggung resiko.
b. Orang
yang memobilisasi dan mengalokasikan modal.
c. Orang
yang menciptakan barang.
d. Orang
yang mengurus perusahaan.
e. Kewirausahaan
adalah mental dan sikap jiwa yang selalu aktif berusaha meningkatkan hasil
karyanya dalam arti meningkatkan penghasilan.
f. Kewirausahaan
adalah suatu proses seroang guna mengejar peluang-peluang memenuhi kebutuhan
dan keinginnan melalui inovasi. Tanpa memerhatikan sumber dayang yang mereka
kendalikan.
g. Kewirausahaan
adalah proses dinamis untuk menciptakan tambahan kemakmuran.
h. Kewirausahaan
adalah proses menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan
kegiatan disertai modal jasa dan risiko, serta menerima balas jasa, kepuasan,
dan kebebasan pribadi.
2. Tujuan
Mengembangkan Jiwa Entrepreneurship
Bahan
ajar mata diklat kewirausahaan dapat diajarkan dan dikembangkan di
sekolah-sekolah dasar, sekolah mengengah, perguruan tinggi, dan di berbagai
kursus bisnis. Berikut adalah tujuan dari kewirausahaan :
a. Meningkatkan
jumlah para wirausaha yang berkualitas.
b. Mewujudkan
kemampuan dan kemantapan para wirausaha untuk menghasilkan kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat.
c. Membudayakan
semangat sikap, perilaku, dan kemampuan kewirausahaan di kalangan pelajar dan
masyarakat yang mampu, andal, dan unggul.
d. Menumbuhkembangkan
kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang tangguh dan kuat terhadap para siswa
dan masyarakat.
3. Ruang
Lingkup Entrepreneurship
Ruang
lingkup kewirausahaan sangat luar sekali. Secara umum, ruang lingkupnya adalah
bergerak dalam bisnis. Berikut ini adalah rincian ruang lingkupnya :
a. Lapangan
agraris, seperti pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
b. Lapangan
perikanan, seperti pemeliharaan ikan, penetasan ikan, makanan ikan, dan
pengangkutan ikan.
c. Lapangan
peternakan, seperti burung atau ungga, binatang menyusui.
d. Lapangan
perindustrian dan kerajinan seperti industry besar, industri mengengah,
industri kecil, pengrajin, pengolahan hasil pertanian, pengolahan hasil
perkebunan, pengolahan hasil perikanan, pengolahan hasil peternakan, dan
pengolahan hasil kehutanan.
e. Lapangan
pertambangan dan energy.
f. Lapangan
perdagangan, seperti sebagai pedagang besar, pedagang menengah dan kecil.
g. Lapangan
pemberi jasa, sebagai pedagang perantara, sebagai pemberi kredit atau
perbankan, sebagai pengusaha angkutan, sebagai pengusaha hotel dan restoran,
sebagai pengusaha biro jasa travel pariwisata, sebagai pengusaha asuransi,
perdagangan, perbengkelan, koperasi, tata busana, dan lain-lain.
4. Praktik
Praktik
pembelajaran berwawasan entrepreneurship dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Mengundang
tokoh Enterpreneur terkemuka sebagai pembicara di seminar tentang
entrepreneurship yang diadakan di sekolah.
b. Berjualan
kecil-kecilan sambil bersekolah.
c. Dapat
dipercaya saat menjadi bendahara kelas atau sebagai pengatur uang kas kelas.
d. Menggunakan
uang jajan dari orangtua dengan bijak dan tepat guna.
e. Selalu
disiplin masuk sekolah, mengerjakan pr.
f. Menghargai
pendapat dan hasil orang lain.
g. Memiliki
semangat belajar tanpa karena ada imbalan tertentu.
h. Selalu
muncul motivasi baru saat melihat teman berprestasi.
D. Pembelajaran
Berwawasan Gender
1. Pengertian
dan Latar Belakang Gender
Pada
awal perkembangannya, kata gender tidak dibedakan dari konsep seks sehingga
terjadi kerancuan pemahaman dan penggunaan konsep gender dan seks dimasyarakat.
Lebih tegasnya, perbedaan gender dan seks adalah :
a. Gender
lebih mengarah kea rah sosial, bersifat tidak universal atau tidak sama dimana
saja, dapat dipertukarkan, dan bukan kodrat.
b. Seks
lebih mengarah ke hal biologis, bersifat universal, dan merupakan kodrat.
2. Ruang
Lingkup
a. Lingkungan
Keluarga
Perbedaan
peran dalam keluarga seperti peran perempuan sebagai istri, ibu, dan sebagai
pengeola keuangan dalam keluarga, peran laki-laki sebagai suami, ayah, tulang
punggung keluarga, pemimpin, pengambil keputusan, dan sebagai penanggung jawab
atas apa yang terjadi dengan keluarganya.
b. Lingkungan
sekolah
Perbedaan
gender di lingkungan sekolah terlihat pada seragam yang digunakan para siswa. Siswa
putri memakai rok, memakai dasi yang berbeda dengan siswa laki-laki,
menggunakan aksesori yang bersifat feminism seperti bandana, cincin, anting,
dan kalung. Sedangkan siswa putra memakai celana panjang, dasi yang berbeda,
dan lain-lain.
c. Lingkungan
Religi
Perbedaan
gender di lingkungan religi lebih cenderung terlihat pada Agama Islam. Perbedaan
itu terlihat dari pakaian yang digunakan saat beribadah.
d. Lingkungan
Sosial Budaya
Pada
kepengurusan Rukun Tetangga/RT dan RW cenderung dipercayakan kepada pihak
laki-laki, kegiatan rutin ronda malam juga dibebankan kepada laki-laki. Contoh alin
pada sebagian bangsa Arab yang tidak mengizinkan perempuan, terutama istri,
bekerja atau keluar rumah tanpa didampingi.
3. Praktik
Agar tidak memunculkan konflik yang
sering terjadi pada isu gender ini, dapat dilakukan dengan cara yang sederhana
seperti :
a. Didalam
keluarga, antara perempuan-lelaku atau istri-suami berperan sebagai sepasang
sahabat yang saling mengisi kekurangan pasangannya, mengingatkan di saat salah,
menghargai pemberian atau hadiah, suami memuji masakan istri, membagi waktu,
dan lain-lain.
b. Di
lingkungan sekolah, guru tidak melarang siswa putri duduk dengan siswa putra,
memberi penghargaan yang sama kepada siswa yang disiplin, berprestasi atau
mampu menjawab pertanyaan guru di kelas.
E.
Pembelajaran Berwawasan Anti-Korupsi
1. Pengertian
dan Latar Belakang
Ada
beberapa definisi korupsi (Saksono, 2010:22-23):
a. Menurut
asal Kata
Korupsi berasal dari kata berbahasa
latin, yaitu Corruptio yang memiliki kata kerja Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalikkan, mengoyok.
b. Menurut
Transparency International.
Korupsi adalah perilaku pejabat public,
politikus, atau pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak lega
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara
menyalahgunakan kekuasaan public yang dipercayakan pada mereka.
c. Menurut
Hukum di Indonesia
Penjelasan gamblangnya ada pada tiga
belas pasa UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 21 Tahun 2001. Menurut UU
tersebut, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai
tindakan korupsi. Secara ringkas dapat dikelompokkan menjadi :
1) Berkurangnya
keuntungan Negara.
2) Suap-menyuap
3) Penggelapan
dalam jabatan.
4) Pemerasan.
5) Perbuatan
Curang.
6) Benturan
kepentingan dalam pengadaan.
7) Gratifikasi.
Dalam
penyelenggaraan pendidikan, nila-nilai budaya anti-korupsi harus sejak dini di
tengah keluarga dan masyarakat. Sekolah, terutama SMA sederajat yang muridnya
berusia remaja, dapat mengaktifkan guru BPO dan olahraga. Kedua guru tersebut
biasanya dekat dengan siswanya yang sudah remaja. Dengan bekerja sama dengan
dokter, LSM, Departemen Sosial, dan lain-lain, sekolah dapat membentuk program
remaja pendidik. Melalui berbagai latihan, siswa memberikan pengetahuan factual
kepada teman sebayanya dan informasi yang jelas tentang akibat pencegahan
penyalahgunaan narkoba terhadap si pemakai. Mereka juga diminta untuk melakukan
kegiatan-kegiatan pengembangan diri dan mengenal diri sendiri dengan tujuan
mencari jati diri. Disamping itu, sekolah dapat membuat program kepemimpinan .
mereka yang lolos program ini dapat berfungsi sebagai contoh atau teladan dan
juga mengajarkan keterampilang sosial seperti keterampilan menolak tekanan
teman sebaya, keterampilan berkomunikasi yang baik, serta keterampilan
mengatasi kesulitan dan mengambil keputusan (Saksono,2010:129).
2. Ruang
Lingkup
Ruang lingkup
pembelajaran berwawasan anti-korupsi mencakup semua bidang, tidak terbatas pada
bidang apa pun. Contoh ruang lingkupnya seperti :
a.
Lingkungan keluarga.
b.
Lingkungan pendidikan.
c.
Lingkungan sosial budaya.
d.
Lingkungan pemerintah.
e.
Lingkungan aparat dan penegak hukum.
f.
Lingkungan kerja, dan lain-lain.
3. Praktik
Salah satu langkah SD
di Palangkaraya dalam menciptakan budaya antikorupsi adalah dengan membuka “Kotak
Kejujuran”. Berdasarkan hasil dialog
dengan kepala SD tersebut, diperoleh bahwa murid-murid tersebut mulai
menerapkan nila0nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh,
jika salah seorang murid menemukan sejumlah uang atau barang di lingkungan
sekolahnya, murid yang menemukannya tidak akan mengambilnya untuk kepentingan
sendiri, tetapi menaruhnya di “Kotak Kejujuran”. Informasi tersebut diperoleh
dari Buletin 4 tahun KPK (Saksono,2010:128). Contoh
lain dari salah satu SD di Padang membuka Warung Kejujuran, demikian pula Bagan
Siapi-api yang sudah ada sejak tahun 1958.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori adalah serangkaian bagian atau
variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah
pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan
fenomena alamiah. belajar ialah upaya perubahan prilaku
dan tingkah laku suatu individu yang tadinya tidak bisa manjadi bisa sebagai
proses adaptasi dengan lingkungannya.
B. Saran
Kritikan dan saran pembaca sangat diharapkan
oleh penulis,untuk bias mengoreksi kekurangan yang terdapat dalam penulisan
makalah ini,sehingga untuk kedepannya penulis dapat memperbaiki kekurangan yang
terdapat dalam penulisan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
menjadi bahan untuk digunakan sebagai mana yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Thobroni Muhammad &
Mustofa Arif.2011. BELAJAR &
PEMBELAJARAN : Pengembangan Wacan dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan
Nasional. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
John W Creswell,
Research Design: Qualitative & Quantitative Approach, (London: Sage, 1993)
hal 120
Merriam-Webster.com
Merriam-Webster Dictionary
3 comments:
Assalamualaikum wr.wb.
Saya gita alfionita dari kelompok1 akan brtanya pada gebby shintia dewi dri kelompok 3
Dari teori behavioristik kelebihannya " guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid belajar mandiri dan jika menemukan kesulitan baru guru mengajukan pertanyaan pada guru" pertanyaannya adalah.. Bagaimana jika ada murid yg belum memahami pertanyaan namun tidak mw mengajukan pertanyaan pada gurunya.?
Assalamualaikum wr.wb
Saya cri sandi dari kelompok 6 ingin bertanya kepada dian wulandari..
Pertanyaan apa kelebihan Dan kekurangan teori sibernetik dan bagaimana penerapan nya dalam kehidupan sehari-hari ?...
rifky yolanda ingin bertanya kepada gita fakhrina yaitu berikan contoh dari aplikasi model pembelajaran ?
makasih
Post a Comment