Thursday, March 3, 2016

MAKALAH
BELAJAR dan PEMBELAJARAN
Dosen Pembimbing: Marhamah S.pd, M.ed
Disusun oleh kelompok II
Kelas 2 C:

1.     Muhammad Andang Zakaria (156310263)
2.     Muhammad Bayu Bara Dika (156310133)
3.     Muhammad Qordawi (156310784)
4.     Wahyudi Sahputra (156310447)
5.     Imron Amri (156311109)














Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Riau
Pekanbaru
T.P. 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kekuatan lahir dan batin. Serta telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat beriring salam semoga tercurahkan kepada Baginda Rasulullah Saw, yang telah menunjukkan jalan kebenaran kepada umatnya dari alam tidak berilmu pengetahuan sampai ke alam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat sekarang ini.
Makalah ini membahas tentang “Belajar pembelajaran”. Yang bertujuan agar semua lebih mengerti dan memahaminya. Walaupun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,untuk itu kami mohon maaf.

















                                                                                                      Pekanbaru, 03 Maret 2016



                                                                                    penyusun




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 4 
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori ...........................................................................5
B. Definisi Konsep, Belajar dan Pembelajaran.......................................6
C. Konsep Pendekatan Pembelajaran.........................................................8
D. Teori Pendekatan Pembelajaran Tingkah Laku................................................9
E. Teori Pendekatan Pembelajaran Psikologi Kognitif………………………..…16
F. Pemikiran Pembelajaran Di Dalam Negeri ………………………………...…19
G. Pembelajaran Berwawasan dalam Negeri ……………………………………25
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 32
B. Saran................................................................................ ......................... 32
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 33








BAB I

PENDAHULUAN



1.1              Latar Belakang

Banyak negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik, namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia, tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci, dan tanpa kunci itu usaha mereka akan gagal. Namun, di negara-negara berkembang adopsi sistem pendidikan dari luar sering kali mengalami kesulitan untuk berkembang. Cara dan sistem pendidikan yang ada sering menjadi sasaran kritik dan kecaman karena seluruh daya guna pendidikan tersebut diragukan. Generasi muda banyak yang memberontak terhadap metode-metode dan sistem pendidikan yang ada.

1.2              Rumusan Masalah


1.                   Apa itu Teori?
2.                   Apa itu Teori Pembelajaran?
3.                   Sebutkan Pemikiran Pembelajaran dalam Negeri?
4.                   Jelaskan Pembelajaran Berwawasan dalam Negeri?

  1.3 Manfaat Penulisan

 1.3.1   Untuk memenuhi tugas mata kuliah belajar pembelajaran pendidikan bahasa inggris.

1.3.2    Untuk menambah wawasan mengenai teori deskriptive dan perskriptive.

1.3.3    Untuk menambah wawasan mengenai revolusi sosiokultual.

1.3.4     Untuk menambah wawasan mengenai kecerdasan majemuk.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta . Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika.
Sedangkan secara lebih spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman mendefiniskan teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia sosial. Perlu diketahui bahwa teori berbeda dengan idiologi, seorang peneliti kadang-kadang bias dalam membedakan teori dan ideologi. Terdapat kesamaan di antara kedunya, tetapi jelas mereka berbeda. Teori dapat merupakan bagian dari ideologi, tetapi ideologi bukan teori. Contohnya adalah Aleniasi manusia adalah sebuah teori yang diungkapakan oleh Karl Marx, tetapi Marxis atau Komunisme secara keseluruhan adalah sebuah ideologi.
Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak pengamatan dan terdiri atas kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.
Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah terpengamatan. Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam dikategorikan sebagai teoritis karena diramalkan menurut teori relativitas umum tetapi belum pernah teramati di alam. Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah teori ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti lain tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.
B.     Definisi Konsep, Belajar dan Pembelajaran
Apa itu konsep? apa itu belajar? dan apa itu pembelajaran? di dalam makalah  ini akan dibahas secara ringkas mengenai pengertian itu semua.
Untuk pertama yang akan dibahas adalah pengertian konsep terlebih dahulu. Setelah beberapa kali mencari bahan untuk mengartikan tentang pengertian konsep, akhirnya dapat disimpulkan bahwa konsep itu:
1.      Konsep dapat didefinisikan sebagai suatu gagasan/ide yang relative sempurna dan bermakna,
2.      Konsep merupakan suatu pengertian tentang suatu objek,          
Dari wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa konsep merupakan abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan.
Untuk yang selanjutnya akan dibahas mengenai pengertian belajar :
Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu kalau padanya terjadi perubahan tertentu, misalnya dari tidak dapat naik motor menjadi dapat naik motor, dari tidak dapat menggunakan kalkulator menjadi mahir menggunakannya, dari tidak mampu berbahasa Inggris menjadi mahir berbahasa Inggris, dari tidak tahu sopan santun menjadi seorang yang sangat santun, dan sebagainya. Namun tidak semua perubahan yang terjadi pada diri seseorang terjadi karena orang tersebut telah belajar. Beberapa perubahan yang terjadi pada bayi, terjadi terutama bukan karena belajar, misalnya bayi yang tadinya tidak dapat tengkurap lalu dapat tengkurap, anak yang tadinya tidak dapat duduk lalu dapat duduk. perubahan terserbut terjadi karena kematangan. Di samping itu, masih ada satu jenis perubahan lagi yang tidak dapat digologkan sebagai perubahan yang terjadi karena belajar. Yang dimaksud di sini adalah perubahan yang terdapat pada seseorang itu sangat singkat, dan kemudian segera hilang lagi. Misalnya, seseorang dapat memperbaiki pesawat radio atau dapar memecahkan suatu soal.
Tetapi ketika harus mengerjakan hal-hal itu sekali lagi tidak dapat. Orang tersebut sebenarnya tidak belum belajar hal-hal yang berhubungan dengan perkataan lain dengan kecakapan memperbaiki pesawat radio atau kemampuan memecahkan soal belum terdapat pada orang tersebut. Satu hal lagi yang perlu disebutkan, yaitu perubahan sebagai hasil belajar itu diperoleh karena individu yang bersangkutan berusaha untuk itu.
Jadi,belajar ialah upaya perubahan prilaku dan tingkah laku suatu individu yang tadinya tidak bisa manjadi bisa sebagai proses adaptasi dengan lingkungannya.
Dan yang terakhir adalah pemaknaan mengenai pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Dalam konteks pendidikan , guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik.


C.    Konsep Pendekatan Pembelajaran
Konsep pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1.      Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2.      Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3.      Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4.      Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1.      Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2.      Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3.      Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4.      Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.


D.    Teori Pendekatan Pembelajaran Tingkah laku (Behaviorisme)
Teori Behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada hasil belajar dan tidak memperhatikan pada proses berpikir siswa. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.
Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat dan gurunya pun sudah mengajarkan dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Dalam contoh tersebut, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respons pun akan tetap dikuatkan (Suryabrata, 1990).
Misalnya, ketika peserta  didik di beri tugas oleh guru. Ketika tugasnya ditambahkan,  maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif (positif reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan aktifitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting  diberikan atau dihilangkan untuk memungkinkan terjadinya respons.
Terdapat beberapa pandangan tokoh-tokoh tentang pendekatan behaviorisme yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut.
1.      Pavlov
2.      Thorndike
3.      Watson
4.      Clark Hull
5.      Edwin Guthrie, dan
6.      Skiner
Masing-masing tokoh memberikan pandangan tersendiri tentang apa dan bagaimana behavoristik tersebut,yaitu:
a.      Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes (1927).Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
b.      Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut:
1)      Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2)      Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3)      Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hokum lainnya dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap (Set/Attitude), Hukum Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi (Associative Shifting).



c.       Teori Conditioning Watson
Watson merupakan seorang behavioris murni. Kajian Watson tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Dalam hal ini, stimulus dan respons yang dimaksud dibentuk dari tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Watson mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar dan ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.

d.      Teori Systematic Behavior Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respons untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Dalam hal ini, ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemenuhan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respons yang mungkin akan muncul dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Hingga saat ini, teori Hull masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.

e.       Teori Conditioning Edwin Guthrie
Demikian halnya dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respons untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Menurut Edwin, stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dalam hal ini, hubungan antara stimulus dan respons cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar perlu diberikan sesering mungkin stimulus agar hubungan antara stimulus dan respons bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan agar respons yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, sehingga diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respons tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya, sehingga hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.

f.       Teori Operant Conditioning Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respons yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respons tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa, dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan lagi, demikia  seterusnya. Dari semua pendukung Teori behavioristik, Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berpogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
Adapun keunggulan dan kelemahan mengenai teori behaviorisme diantaranya :

Ø  Keunggulan Teori Behaviorisme
1)      Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
2)      Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
Ø  Kelemahan Teori Behaviorisme
1)      Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
2)      Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar, ejekan ,  jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respons, individu atau siswa pasif, prilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara tepat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behaviorisme. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pendidikan. Sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

E.     Teori Pendekatan Pembelajaran Psikologi Kognitif
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Dalam aliran kognitifisme terdapat beberapa ciri-ciri,diantaranya:
1.      Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
2.      Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
3.      Mementingkn peranan kognitif
4.      Mementingkan kondisi waktu sekarang
5.      Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Selain itu ada beberapa tokoh yang memaparkan pandangannya mengenai teori kognitifisme,diantaranya:

a.       Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.  Guru  hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
b.      Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning).
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran : Menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam benaknya
c.       Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausubel,
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru.
Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1)      Memperhatikan stimulus yang diberikan.
2)      Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi  yang sudakm h dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme antara lain:
Ø  Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Ø  Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
F.     PEMIKIRAN PEMBELAJARAN DALAM NEGERI

1.      Pemikiran Pembelajaran Menurut Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Ia adalah keturunan bangsawan Pakualaman yang sempat mengeyam pendidikan di STOVIA, Jakarta. Selepas dari STOVIA, atau yang dikenal sebagai Sekolah Dokter Jawa, ia berkecimpun dalam pers pergerakan. Melalui dunia pers itulah, Ki Hajar Dewantara menguraikan berbagai pemikiran dan persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia.
Pada tahun 1912, Ki Hajar Dewantara, yang nama kecilnya Suwardi Suryaningrat, bersama dengan DR. Tjipto Mangunkusumo dan Douwers Dekker mendirikan National Indische Partij (NIP). Tujuannya adalah untuk membangkitkan semangat patriotism dan nasionalisme rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan. Pada tahun 1927, Ki Hajar Dewantara bersama bung Karno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Di dalam PNI ini, Ki Hajar Dewantara seolah-olah mendapatkan panggung untuk kampanye kemerdekaan Indonesia, lepas dari penjajahan Hindia-Belanda. Cita-cita untuk mencapai Indonesia mereka sudah dimulai sejak Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa.
Dalam perguruan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara mengupayakan agar anak-anak yang dididiknya mempunyai watak kepemimpinan dan berpengalaman luas guna mengembangkan kebudayaan nasional. Di Taman Siswa ini, ia mengembangkan metode kepemimpinan. Seorang guru adalah pamong (pembimbing) sekaligus pemimpin. Oleh sebab itu, harus mampu memberi teladan yang dikenal dengan “konsep among” (Saksono, 2008: 48).
Pendirian Taman Siswa bertolah dari pandangan bahwa perkembangan umat manusia merupakan hukum yang menguasai seluruhy kejadian alam dan bahwa manusia ada karena pemberian alam. Akan tetapi, manusia memiliki bakat, dengan suatu alat piker yang membedakannya dari makhluk lain dan juga membuat manusia menjadi suatu faktor yang sadar dalam evolusi, suatu produk alam dengan daya kreativitasnya. Manusia yang berada di alam yang berevolusi menuju kesempurnaan merupakan kesadaran yang aktif.
Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara, pendidikan colonial masa itu bersandar pada metode pendidikan Barat yang sudah using, yangki “Regering, Tuct,dan orde” (perintah, hukuman dan ketertiban)”. Akibatnya, anak didik terasing dari kehidupan sosial budaya bangsanya dan membentuk kepribadiannya yang tidak lengkap, yakni kepribadian yang hanya mementingkan sikap intelektualistik, materialistic, dan ketergantungan ekonomis. Pencapaian hanya terbatas menjadi pegawai.
Melalui pembaruan terhadap model Pawiyatan (pesantren) yang diproyaksikan sebagai sistem nasional dan berpotensi pada nilai budaya, kebangsaan dan kerakyatan, lahirlah Taman Siswa. Dalam model yang telah diperbaru ini mencakup tiga wilayah pendidikan yang dikenal “Tripusat” yaitu rumah Guru, RUmah Belajar dan Pusat Ajaran (Saksono, 2008:49). Menurut Ki Hajar Dewantara, seorang guru ibarat sumur yang jernih (sumber keilmuan yang harus ditimba) sedangkan seorang siswa ibarat musafir yang kehausan. Oleh karena itu, bukan guru yang harus dating ke sekolah-sekolah mendidik siswa, melainkan para siswa yang harus mendatangi rumah guru, untuk menimba  ilmu dan pengalaman darinya.
Ki Hajar Dewantara dengan sistem among-nya ingin membuat sebuah sistem alternative atas sistem sekolah yang otoriter dan menindas. Menurutnya, metode pendidikan Barat sekolah menempatkan proses belajar mengajar dengan metode perintah dan hukuman untuk mencapai ketertiban. Dalam proses semacam itu, murid tidak memperoleh kebebasan. Ia hanya siap untuk merekan perintah dan keinginan guru. Di kelas, guru bertindak sebagai pedagog atau pembantu yang diberikan kepercayaan oleh orangtua murid untk menghukum anak-anak mereka bila menyalahi peraturan di sekolah.
Proses belajar mengajar seperti diatas tersebut dianggap bertentangan dengan kodrat alam, bertentangan dengan kemerdekaan setiap murid. Oleh sebab itu, Ki Hajar Dewantara memiliki metode tertib dan damai. Murid diberi kebebasan untuk berkreativitas sehingga terlihat potensi dan bakatnya. Dengan demikian, dalam prosesb belajar mengajar, guru menempatkan diri sebagai pamong yang mendidik sekaligus mengajar lengkap dengan keteladannya. Tugas guru bukan mengarahkan murid, melainkan hanya membimbing murid agar menemukan jati dirinya dan berkembang sesuai dengan potensi dan bakat yang tersedia dalam dirinya. Pendidikan dalam proses belajar mengajar di sini berorientasi pada pembentukan budi dan nalar yang bebas atau merdeka pikirannya, batinnya, dan merdeka tenaganya.
Tut wuri handayani  merupakan bagian dari konsep kependidikan Ki Hajar Dewantara yang secara keseluruhan berbunyi ing ngarso sung tuladha, ing mayda mangun karso, tut wuri hadayani. Ing ngarso sung tulodo  artinya jika pendidik sedang berada di depan, hendaklah memberikan contoh teladan yang baik terhadap anak didiknya. Tut wuri handayani  berasal dari bahasa jawa, tut wuri  berarti mengikuti dari belakan, dan handayani berarti mendorong, memotivasi atau membangkitkan semangat. Dari pengertian tersebut jelas bahwa aliran ini mengakui adanya pembawaan, bakat, ataupun potensi-potensi yang ada pada anak sejak dilalhirkan. Dengan kata tut wuri, berarti si pendidik diharapkan dapat melihat, menemukan dan memahami bakat atau potensi apa yang dapat dikembangkan dengan memberikan motivasi atau dorongan kea rah pertumbuhan yang sewajarnya dari potensi-potensi tersebut (Purwanto, 2007:62).
Tut wuri handayani  lebih mirip dan dekat dengan aliran atau hukum konvergensi dari William Stern. Hukum tersebut memiliki pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh bagaimana interaksi antara pembawaan atau potensi-potensi yang dimiliki anak yang bersangkutan dan lingkungan ataupun pendidikan yang memengaruhi anak dalam perkembanganya.

2.      Pemikiran R.A Kartini
R.A Kartini adalah putri kedua Bupati Jepara, R.A.A.A Sosroningrat, yang sejak kanak-kanak sampai berumur 12 tahun sempat mengeyam kebahagiaan karena dapat bersekolah seperti halnya saudara-saudara laki-lakinya. Hal ini bukanlah peristiw biasa karena pada waktu itu anak perempuan dilarang bersekolah. Ada pandangan bahwa anak perempuan tidak memerlukan kepandaian terutama ilmu pemgetahuan akademis karena perempuan bukan pencari nafkah apabila setelah berkeluarga.
Karena luasnya wawasn dan pikiran yang maju dari Bupati Jepara itu, ia memberi kesempatan kepada anak-anaknya, termasuk yang perempuan untuk bersekolah. Khusus bagi anak perempuan, ia ingin menyiapkan agar kelak dapat berperan sebagai Raden Ayu yang baik, dapat berbahasa asing sehingga dapat menerima tamu Belanda, demikian juga tata caranya. Namun ayahnya menolak ketika R.A Kartini ingin melanjutkan sekolah ke HBS Semarang. Sebagai gantinya, ayahnya mengizinkan R.A Kartini untu belajar yang lain, yaitu belajar bacaan dan surat-menurat dengan teman-temannya yang kebanyakan bangsa Belanda. Dari surat-surat ini, dapat diketahui buah pikiran R.A Kartini dalam memperjuangkan emansipasi perempuan.
Dengan surat-menurat, R.A. Kartini bisa tahu pendapat orang lain. Pingitannya di suatu pihak dirasakan membelenggu, di pihak lain memberi kesempatan untuk merenung berbagai peristiwa, suasanya di rumanya, kehidupan golongan ningrat, terutama perempuan dan anak-anaknya. Bacaan yang luas memperluas perhatiannya soal nasib dan kedudukan perempuan dalam masyarakat sehingga ke persoalan yang berhubungan dengan kemajuan kehidupan.
Ia pun bahkan sudah berpikir tentang Keluarga Berencana. Dalam suratnya kepada Nyonya Abendadno, ia mengatakan, “pendidikan sekolah bagi anak-anak pada waktu sekarang merupakan hal yang biasa sekali, tetapi kalau jumlah anak mencapai 25 orang bagaimana mungkin pendidikan yang sebaik-baiknya dapat diusahakan? Orang tidak berhak melahirkan anak apabila dia tidak mampu menghidupinya” (Saksono, 2008:96).
R.A Kartini juga meminta kepada pemerintah yang berkuasa (Hindia-Belanda) yang sudah mengenyam peradaban agar membimbing, memaukan pihak yang diperintah. R.A Kartini sudah mengenal budaya barat (Belanda) tidak akan menjadikan orang jawa sebagai Jawa-Eropa. Ia hanya mengambil nilai-nilai peradaban yang baik dari Barat untuk memuliakan sifat-sifat asli bansanya. Ia memuji sifat-sifat baik orang Jawa, yaitu arif, lemah lembut, sederhana, rendah hati dan sebagainya. Akan tetapi, tidak diingkarinya sifat-sifat jelek bangsanya sebagai bangsa yang masih bermental kanak-kanak, diantaranya suka pujian, sanjungan dan penampilan lahiryang yang gemerlapan. Juga, anak-anaknya terutama laki-laki. Menurut pengalaman R.A Kartini, kaum ibu mendidik anak laki-laki menjadi makhluk yang kejam dan mementingakan kehendak sendiri karena mereka selalu dipenuhi keinginannya, disanjung-sanjung, didahulukan, atau dilebihkan dibandingkan saudara-saudara perempuannya (Saksono, 2008:97).
Dalam hal poligami, R.A Kartini berpendapat bahwa banyak yang diderita oleh perempuan yang dimadu meskipun menurut pandangan zaman itu perempuan kerap merasa bangga dan terhormat dinikahi sebagai istri kesekian oleh orang berpangkat. Di situ ia juga hendak mengatakan bagaimana perempuan sangat bergantung kepada laki-laki. Maka R.A Kartini bercita-cita memberi bekal pendidikan kepada anak perempuannya, terutama bekal budi pekerti agar mereka menjadi ibu yang berbudi luhur, yang dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Dengan demikian, mereka tidak perlu menikah jika memang mereka tidak mau.
3.      Pemikiran K.H Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan adalah tokoh yang terpenting dalam gerakan Muhammadiyah. Ia lahir pada tahun 1285 H atau 1868 M dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya, Kyai Haji Abu Bakar, adalah seorang khatib di Masjid Agung Kauman Gresik, Jawa Timur. Silsilahnya bila diurutkan akan sampai ke Maulana Ishak. Ahmad Dahlan sejak kecil sudah menampakkan tanda-tanda kecerdasan dan bakat kepemimpinannya. Semangat belajarnya dan didukung oleh kecerdasannya telah mengantarkannya menjadi pemimpin gerakan keagamaan yang disegani, baik karena pemikirannya yang sejalan dengan kebutuhan umat maupun kesungguhannya dalam mewujudkan mimpi-mimpi masa depan Islam di Indonesia.
Ahmad Dahlan memperolah pendidikan pertamanya langsung dari ayahnya, terutama dalam mempelajari dan mengenal seluk-beluk ajaran Islam, mengaji Al-Qur’an, ilmu hadits, dan ilmu fiqih. Pada tahun 1890, Muhammad Dawis merantau ke Makkah untuk memperluas pengetahuannya tentang Islam, selain memiliki tujuan lain untuk beribadah menunaikan rukun Islam kelima. Disana ia belajar kepada seorang ulama yang berasal dari Minangkabau, Syeh Ahmad Khatib, yang juga seorang guru dari tokoh Islam tradisional. Sepulang dari tanah suci, Muhammad Darwis berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, Ahmad Dahlan kembali pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang keduan dan memperdalam Islam serta bermukin disana selama dua puluh bulan.
Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada 8 Dzullhijjah 1330 H atau 18 November 1912. Secara genealogi, embrio Muhammadiay ada pada kelompok-kelompok pengajian dan lembaga pendidikan yang didirikan Ahmad Dahlan. Salah satu kelompok pengajian yang dibentuk Ahmad Dahlan adalah Fath al-asrar miftah as-sa’adah. Salah satu yang menarik dari kelompok pengajian ini adalah metode yang digunakan sesuai namanya. Setiap anggotanya harus berani membuka diri, berterus terang menyatakan kesalahan di masa lampau, berterus terang terhadap kekurangan, serta sifat-sifat buruk yang masih melekat pada dirinya.
Ahmad Dahlan (1868-1923) berusia pendek, yaitu 50 tahun, tetapi ia adalah seorang yang berhasil melakukan tugas-tugas kesejarahan dengan baik. Ia meletakkan dasar-dasar perjuangan dengan ideology tajdid (pembaruan) dengan tetapi mempertimbangkan kultur yang berkembang di masyarakat. Pergumulannya dengan latar belakang sejarah semasa hidupnya telah menempatkan ia sebagai tokoh pembaruan, terutama pada masa awal abad ke-20. Ia wafat setelah mewariskan suatu gerakan keagamaan yang demikian anggun yang sebelumnya tidak dilakukan oleh tokok-tokoh pembaruan Islam yang lain. Dari sejarah berdirinya Muhammadiyah, tidak satupun lembaga pendidikan Muhammadiyah yang dibangun berdasarkan Surat keputusan atau instruksi dari kantor Pimpinan Pusat. Pendidikan Muhammadiyah lahir dari dan untuk umat Muhammadiyah. Akan tetapi, menurut Kozim (Saksono, 2008:67) para pengelola pendidikan Muhammadiyah sekarang sudah terjebak pada format pendidikan yang rigid. Mekanisme bottom-up yang sejatinya melahirkan lembaga yang dekat dengan umat justru menjadi lebih jauh karena semakin tidak aspiratif dan semakin elite. Para pengelola pendidikan kini lebih memosisikan diri sebagai birokrat ketimban sebagai pelayan yang senantiasa berpihak kepada umat.
4.      Pemikiran K.H Hasym Asy’ari
Hasym Asy’ari lahir pada 14 febuari 1871 di Jombang, Jawa Timur. Ia berjasa besar dalam mendirikan oraganisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan pada 31 januari 1926 (Hasbullah, 2008:272). Selain mendirikan NU, K.H Hasym Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang pada 1899.
Nu tidak saja bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan, tetapi juga dalam bidang pendidikan yang disebut Ma’arif. Ma’arif bertugas membuat undang-undang dalam program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah NU.

G.    Pembelajaran Berwawasan Dalam Negeri

a.      Pembelajaran Berwawasan Multikultural

1)      Pengertian dan Latar Belakang
Kata multikultural erat hubungannya dengan pluralism, namun  keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Dalam konteks masyarakat, masyarakat plural berbeda dengan masyarakat Multikultural, tetapi masyarakat plural adalah dasar bagi berkembanganya tatanan masyarakat Multikultural, tempat masyarakat dan budaya berinteraksi dan berkomunikasi secara intens.
Adapun arti kultur dari beberapa ahli:
a.       Franz Boas dan A.L. Krober
Kultur adalah hasil dari sebuah sejarah-sejarah khusus umat manusia yang melewatinya secara bersama-sama di dalam kelompoknya.
b.      Emile Durkheim dan Marcel Maus
Kultur adalah sekelompok masyarakat yang menganut sekumpulan symbol-simbol yang mengikat di dalam sebuah masyarakat untuk diterapkan.
c.       Julian Steward dan Leslie White
Kultur adalah sebuah cara bagi manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan membuat hidupnya terjamin.
Multikulturalisme merupakan suatu paham atau situasi kondisi masyarakat yang tersusun dari banyaknya kebudayaan. Multikulturalisme sering merupakan perasaan nyaman yang dibentuk oleh pengetahuan. Pengetahuan dibangun oleh keterampilang yang mendukung suatu proses komunikasi yang efektif dengan setiap orang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda.
2)      Tujuan Pendidikan Berbasis Multikultural
Menurut Banks, tujuan pendidikan berbasis Multikultural adalah:
a.       Untuk memungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa  yang beraneka ragam.
b.      Untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, dan kelompok keagamaan.
c.       Memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya.

3)      Nilai-nilai Pendidikan Berbasis Multikultural.
             I.            Memberikan terobosan baru pembelajaran yang mampu meningkatkan empati dan mengurangi prasangka siswa atau mahasiswa sehingga tercipta manusia (warga) antar budaya yang mampu menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan.
          II.            Menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran yang potensial dalam mengedepankan proses interaksi sosial dan memiliki kandungan afeksi yang kuat.
       III.            Model pembelajaran Multikultural membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran menjadi lebih efisian dan efektif, terutama memberikan kemampuan peserta didik dalam membangun kolaboratif dan memiliki komitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan masyarakat yang serba-majemuk.
       IV.            Memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia dalam penyelesaian dan mengelola konflik yang bernuansa SARA yang timbul di masyarakat dengan cara meningkatkan empati dan mengurangi prasangka.

4)      Praktik
Penyusunan rancangan pembelajaran PKN yang bernuansa Multikultural dapat dilakukan melalui lima tahapan utama, yaitu:
a.       Analisis isi (content analysis).
Yaitu proses untuk melakukan identifikasi, seleksi dan penetapan materi pembelajaran PKn. Proses ini bisa ditempuh dengan pedoman atau menggunakan rambu-rambu materi yang terdapat dalam GPP, antara lain mengenai materi standar minimal, urutan dan keluasan materi, kompetensi dasar yang dimiliki serta keterampilan yang dikembangkan.
b.      Analisis latar kultural (setting analysis).
Dikembangkan dari pendekatan kultural dan siklus kehidupan, yang didalamnya mengandung dua konsep, yaitu konsep wilayah atau lingkungan dan konsep manusia beserta aktivitasnya yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
c.       Pemetaan materi (maping contents ).
Berkaitan erat dengan prinsip yang harus dikembangkan dalam mengajarkan nilai dan moral, yaitu prinsip “dari yang mudah ke sukar”, “dari yang sederhana ke sulit”, “dari konkret ke abstrak” , dan “ dari lingkungan sempit/dekat menuju lingkungan yang meluas”.
d.      Pengorganisasian materi (contents organizing) Pembelajaran PKn;
Dekat dengan pendekatan multicultural harus dilakukan dengan memerhatikan prinsip “4w dan 1 H”. dalam rancangan pembelajaran PKn, kelima prinsip ini, harus diwarnai oleh ciri-ciri pembelajaran dengan multicultural, dalam menuju pelakonan nila-moral yang berlandaskan pada asas empatisitas tinggi dan kejujuran serta saling menghargai keunggulan masing-masing.
e.       Menuangkan ke dalam tahapan model pembelajaran berbasis multikultural.


b.      Pembelajaran Berwawasan Lingkungan

1.      Pengertian dan Latar Belakang
Sartain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan meliputi semua kondisi dalam dunia ini, dengan cara-cara tertentu memengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan atau life processes manusia kecuali gen-gen (Purwanto, 2009:72).
Pendidikan lingkungan perlu dimulai dari dasar, mulai dari TK, SD, SMP, DAN SMA/K. sejak dini, generasi muda sebagai warga Negara perlu memahami akan makna kehidupan sebagai manusia, dimulai dengan tanggung jawab dan kewajiban asasi manusia bersama dengan sesame makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sesudah kita penuhi kewajiban asasi, barulah kita berhak menuntut hak asasi sebagai manusia. Hal ini sesuai dengan kesepakatan antara Menteri Pendidikan Nasional dengan Menteri Lingkungan Hidup tanggal 3 juni 2005 (Soerjani, 2009:50).
Berdasarkan kesepakatan tersebut, pendidikan lingkungan harus berdasarkan konsep dasar makna lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan dapat dilaksanakan secara formal, informal, maupun secara non-formal, berupa pendidikan kecerdasan khusus untuk kemampuan dan keterampilang. Secara keseluruhan, menurut Soerjani (2009:50), pendidikan lingkungan adalah untuk mengajarkan, membina, memberi teladan, dan dorongan sikap dan perilaku untuk melaksanakan pengelolaan ekosistem secara bermakna.
2.      Ruang Lingkup
Sartain(Purwanto, 2009:72) membagi lingkungan menjadi tiga bagian, yaitu:
a.       Lingkungan Alam atau luar.
Yaitu segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, hewan.
b.      Lingkungan terdalam
Lingkungan terdalam adalah sesuatu yang telah termasuk dalam diri kita, yang dapat memengaruhi pertumbuhan fisik.
c.       Lingkungan Sosial
Lingkungan Sosial adalah semua orang atau manusia lain yang memengaruhi manusia. Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang diterima secara langsung dan ada yang tidak langsung.

3.      Praktik
Contoh praktik pembelajaran berwawasan lingkungan untuk siswa yaitu:
1)      Lingkungan alam atau luar : siswa menanam dan merawat bibit pohon di lingkungan sekolah, seperti di halaman, dipinggir lapangan, menanam dan merawat tanaman hias di taman depan kelas, membersihkan selokan sekolah, piket kelas sesuai jadwal, dan membuang sampah ditempat sampah.
2)      Lingkungan terdalam : menghargai kerja keras diri, rajin membaca untuk memperbanyak pengetahuan, berolahraga, dan bersenang-senang dalam hal yang positif.
3)      Lingkungan sosial: bergaul sewajarnya dengan teman sekolah, teman bermain, hormat kepada guru dan orangtua, menghargai teman yang berbeda Agama, berbeda suku, berbeda latar belakang keluarga, aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan keohlaragaan, mengadakan kunjungan studi banding ke sekolah lain, ke panti jompo, ke rumah singgah, ke panti rehabilitasi narkoba, mengadakan seminar atau penyuluhan tentang pendidikan seks, penyuluhan tentang bahaya narkoba, try out masuk perguruan tinggi, dan lain-lain.

c.Pembelajaran Berwawasan Enterpreunership
1.      Pengertian dan Latar Belakang
Jika diikuti perkembangan makna pengertian entrepreneur, memang mengalami perubahan-perubaham. Namun, sampai saat ini, pendapat Joseph Schumpeter pada tahun 1912 masih diikuti banyak kalangan. Menurut Schumpeter, seorang entrepreneur tidak selalu seorang pedagang atau seorang manager, ia adalah orang yang unik yang berpembawaan pengambil resiko dan yang memperkenalkan produk-produk inovatif dan teknologi baru ke dalam perekonomian.
Istilah kewirausahaan mulai dipopulerkan tahun 1990-an. Saat-saat sebelumnya yang banyak digunakan adalah istilah kewiraswastaan dan entrepreneurship. Istilah kewirausahaan dianggap lebih tepat untuk dipandankan dengan istilah entrepreneurship daripada istilah “kewiraswastaan” yang lebih cenderung diartikan bersangkutan dengan kepengusahaan bisnis serta segala aktifitas yang non-pemerintah. Namun demikin, dalam praktiknya, sampai saat ini ketiga istilah itu sering dipakai secara bergantian.
Banyak orang yang memberi pengertian entrepreneur dan entrepreneurship, di antaranya adalah sebagai berikut :
a.       Orang yang menanggung resiko.
b.      Orang yang memobilisasi dan mengalokasikan modal.
c.       Orang yang menciptakan barang.
d.      Orang yang mengurus perusahaan.
e.       Kewirausahaan adalah mental dan sikap jiwa yang selalu aktif berusaha meningkatkan hasil karyanya dalam arti meningkatkan penghasilan.
f.       Kewirausahaan adalah suatu proses seroang guna mengejar peluang-peluang memenuhi kebutuhan dan keinginnan melalui inovasi. Tanpa memerhatikan sumber dayang yang mereka kendalikan.
g.      Kewirausahaan adalah proses dinamis untuk menciptakan tambahan kemakmuran.
h.      Kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan disertai modal jasa dan risiko, serta menerima balas jasa, kepuasan, dan kebebasan pribadi.

2.      Tujuan Mengembangkan Jiwa Entrepreneurship
Bahan ajar mata diklat kewirausahaan dapat diajarkan dan dikembangkan di sekolah-sekolah dasar, sekolah mengengah, perguruan tinggi, dan di berbagai kursus bisnis. Berikut adalah tujuan dari kewirausahaan :
a.       Meningkatkan jumlah para wirausaha yang berkualitas.
b.      Mewujudkan kemampuan dan kemantapan para wirausaha untuk menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
c.       Membudayakan semangat sikap, perilaku, dan kemampuan kewirausahaan di kalangan pelajar dan masyarakat yang mampu, andal, dan unggul.
d.      Menumbuhkembangkan kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang tangguh dan kuat terhadap para siswa dan masyarakat.
3.      Ruang Lingkup Entrepreneurship
Ruang lingkup kewirausahaan sangat luar sekali. Secara umum, ruang lingkupnya adalah bergerak dalam bisnis. Berikut ini adalah rincian ruang lingkupnya :
a.       Lapangan agraris, seperti pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
b.      Lapangan perikanan, seperti pemeliharaan ikan, penetasan ikan, makanan ikan, dan pengangkutan ikan.
c.       Lapangan peternakan, seperti burung atau ungga, binatang menyusui.
d.      Lapangan perindustrian dan kerajinan seperti industry besar, industri mengengah, industri kecil, pengrajin, pengolahan hasil pertanian, pengolahan hasil perkebunan, pengolahan hasil perikanan, pengolahan hasil peternakan, dan pengolahan hasil kehutanan.
e.       Lapangan pertambangan dan energy.
f.       Lapangan perdagangan, seperti sebagai pedagang besar, pedagang menengah dan kecil.
g.      Lapangan pemberi jasa, sebagai pedagang perantara, sebagai pemberi kredit atau perbankan, sebagai pengusaha angkutan, sebagai pengusaha hotel dan restoran, sebagai pengusaha biro jasa travel pariwisata, sebagai pengusaha asuransi, perdagangan, perbengkelan, koperasi, tata busana, dan lain-lain.


4.      Praktik
Praktik pembelajaran berwawasan entrepreneurship dapat dilakukan dengan cara berikut:
a.       Mengundang tokoh Enterpreneur terkemuka sebagai pembicara di seminar tentang entrepreneurship yang diadakan di sekolah.
b.      Berjualan kecil-kecilan sambil bersekolah.
c.       Dapat dipercaya saat menjadi bendahara kelas atau sebagai pengatur uang kas kelas.
d.      Menggunakan uang jajan dari orangtua dengan bijak dan tepat guna.
e.       Selalu disiplin masuk sekolah, mengerjakan pr.
f.       Menghargai pendapat dan hasil orang lain.
g.      Memiliki semangat belajar tanpa karena ada imbalan tertentu.
h.      Selalu muncul motivasi baru saat melihat teman berprestasi.
D. Pembelajaran Berwawasan Gender
1.      Pengertian dan Latar Belakang Gender
Pada awal perkembangannya, kata gender tidak dibedakan dari konsep seks sehingga terjadi kerancuan pemahaman dan penggunaan konsep gender dan seks dimasyarakat. Lebih tegasnya, perbedaan gender dan seks adalah :
a.       Gender lebih mengarah kea rah sosial, bersifat tidak universal atau tidak sama dimana saja, dapat dipertukarkan, dan bukan kodrat.
b.      Seks lebih mengarah ke hal biologis, bersifat universal, dan merupakan kodrat.

2.      Ruang Lingkup
a.       Lingkungan Keluarga
Perbedaan peran dalam keluarga seperti peran perempuan sebagai istri, ibu, dan sebagai pengeola keuangan dalam keluarga, peran laki-laki sebagai suami, ayah, tulang punggung keluarga, pemimpin, pengambil keputusan, dan sebagai penanggung jawab atas apa yang terjadi dengan keluarganya.
b.      Lingkungan sekolah
Perbedaan gender di lingkungan sekolah terlihat pada seragam yang digunakan para siswa. Siswa putri memakai rok, memakai dasi yang berbeda dengan siswa laki-laki, menggunakan aksesori yang bersifat feminism seperti bandana, cincin, anting, dan kalung. Sedangkan siswa putra memakai celana panjang, dasi yang berbeda, dan lain-lain.
c.       Lingkungan Religi
Perbedaan gender di lingkungan religi lebih cenderung terlihat pada Agama Islam. Perbedaan itu terlihat dari pakaian yang digunakan saat beribadah.
d.      Lingkungan Sosial Budaya
Pada kepengurusan Rukun Tetangga/RT dan RW cenderung dipercayakan kepada pihak laki-laki, kegiatan rutin ronda malam juga dibebankan kepada laki-laki. Contoh alin pada sebagian bangsa Arab yang tidak mengizinkan perempuan, terutama istri, bekerja atau keluar rumah tanpa didampingi.

3.      Praktik
Agar tidak memunculkan konflik yang sering terjadi pada isu gender ini, dapat dilakukan dengan cara yang sederhana seperti :
a.       Didalam keluarga, antara perempuan-lelaku atau istri-suami berperan sebagai sepasang sahabat yang saling mengisi kekurangan pasangannya, mengingatkan di saat salah, menghargai pemberian atau hadiah, suami memuji masakan istri, membagi waktu, dan lain-lain.
b.      Di lingkungan sekolah, guru tidak melarang siswa putri duduk dengan siswa putra, memberi penghargaan yang sama kepada siswa yang disiplin, berprestasi atau mampu menjawab pertanyaan guru di kelas.
E. Pembelajaran Berwawasan Anti-Korupsi
1.      Pengertian dan Latar Belakang
Ada beberapa definisi korupsi (Saksono, 2010:22-23):

a.       Menurut asal Kata
Korupsi berasal dari kata berbahasa latin, yaitu Corruptio yang memiliki kata kerja Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikkan, mengoyok.
b.      Menurut Transparency International.
Korupsi adalah perilaku pejabat public, politikus, atau pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak lega memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan public yang dipercayakan pada mereka.
c.       Menurut Hukum di Indonesia
Penjelasan gamblangnya ada pada tiga belas pasa UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 21 Tahun 2001. Menurut UU tersebut, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan korupsi. Secara ringkas dapat dikelompokkan menjadi :
1)      Berkurangnya keuntungan Negara.
2)      Suap-menyuap
3)      Penggelapan dalam jabatan.
4)      Pemerasan.
5)      Perbuatan Curang.
6)      Benturan kepentingan dalam pengadaan.
7)      Gratifikasi.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, nila-nilai budaya anti-korupsi harus sejak dini di tengah keluarga dan masyarakat. Sekolah, terutama SMA sederajat yang muridnya berusia remaja, dapat mengaktifkan guru BPO dan olahraga. Kedua guru tersebut biasanya dekat dengan siswanya yang sudah remaja. Dengan bekerja sama dengan dokter, LSM, Departemen Sosial, dan lain-lain, sekolah dapat membentuk program remaja pendidik. Melalui berbagai latihan, siswa memberikan pengetahuan factual kepada teman sebayanya dan informasi yang jelas tentang akibat pencegahan penyalahgunaan narkoba terhadap si pemakai. Mereka juga diminta untuk melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan diri dan mengenal diri sendiri dengan tujuan mencari jati diri. Disamping itu, sekolah dapat membuat program kepemimpinan . mereka yang lolos program ini dapat berfungsi sebagai contoh atau teladan dan juga mengajarkan keterampilang sosial seperti keterampilan menolak tekanan teman sebaya, keterampilan berkomunikasi yang baik, serta keterampilan mengatasi kesulitan dan mengambil keputusan (Saksono,2010:129).
2.      Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembelajaran berwawasan anti-korupsi mencakup semua bidang, tidak terbatas pada bidang apa pun. Contoh ruang lingkupnya seperti :
a.       Lingkungan keluarga.
b.      Lingkungan pendidikan.
c.       Lingkungan sosial budaya.
d.      Lingkungan pemerintah.
e.       Lingkungan aparat dan penegak hukum.
f.       Lingkungan kerja, dan lain-lain.

3.      Praktik
Salah satu langkah SD di Palangkaraya dalam menciptakan budaya antikorupsi adalah dengan membuka “Kotak Kejujuran”.  Berdasarkan hasil dialog dengan kepala SD tersebut, diperoleh bahwa murid-murid tersebut mulai menerapkan nila0nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, jika salah seorang murid menemukan sejumlah uang atau barang di lingkungan sekolahnya, murid yang menemukannya tidak akan mengambilnya untuk kepentingan sendiri, tetapi menaruhnya di “Kotak Kejujuran”. Informasi tersebut diperoleh dari  Buletin 4 tahun KPK (Saksono,2010:128). Contoh lain dari salah satu SD di Padang membuka Warung Kejujuran, demikian pula Bagan Siapi-api yang sudah ada sejak tahun 1958.



















BAB III

PENUTUP



A.            Kesimpulan

Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. belajar ialah upaya perubahan prilaku dan tingkah laku suatu individu yang tadinya tidak bisa manjadi bisa sebagai proses adaptasi dengan lingkungannya.



B.            Saran

Kritikan dan saran pembaca sangat diharapkan oleh penulis,untuk bias mengoreksi kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah ini,sehingga untuk kedepannya penulis dapat memperbaiki kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini dapat menjadi bahan untuk digunakan sebagai mana yang diharapkan.










DAFTAR PUSTAKA
Thobroni Muhammad & Mustofa Arif.2011. BELAJAR & PEMBELAJARAN : Pengembangan Wacan dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
John W Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Approach, (London: Sage, 1993) hal 120

Merriam-Webster.com Merriam-Webster Dictionary

3 comments:

gita alfionita said...

Assalamualaikum wr.wb.
Saya gita alfionita dari kelompok1 akan brtanya pada gebby shintia dewi dri kelompok 3
Dari teori behavioristik kelebihannya " guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid belajar mandiri dan jika menemukan kesulitan baru guru mengajukan pertanyaan pada guru" pertanyaannya adalah.. Bagaimana jika ada murid yg belum memahami pertanyaan namun tidak mw mengajukan pertanyaan pada gurunya.?

gita alfionita said...

Assalamualaikum wr.wb
Saya cri sandi dari kelompok 6 ingin bertanya kepada dian wulandari..
Pertanyaan apa kelebihan Dan kekurangan teori sibernetik dan bagaimana penerapan nya dalam kehidupan sehari-hari ?...

Unknown said...

rifky yolanda ingin bertanya kepada gita fakhrina yaitu berikan contoh dari aplikasi model pembelajaran ?
makasih