MAKALAH
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Dosen
pemimbing :Marhama,S.pd.M.pd
Mata
kuliah : Pendidikan Belajar dan pembelajaran
Disusun
Oleh :
Kelompok
5
1MARNILA
SUSANTI (156310718)
2.
MILA SEPTINA (156310727)
3.
NOVIA ULVA (156311102)
4. YULIA
SYAFARIA (126311196)
5.
RIFKY YOLANDA (136311830)
6.
SELVINA RIZA (156310051)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA
INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................
Daftar
isi...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ...............................................................................
1.2
Rumusan Masalah ........................................................................
1.3
Tujuan Penulisan ..........................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Quatum Learning ..........................................................................
2.1.1 Kooperatif Learning..................................................................
2.1.2 Kolaboratif Learning...................................................................
2.2 Contextual teaching
Learning.........................................................
2.2.1 E-learning...................................................................................
2.2.2 Problem Based
Learning..............................................................
2.2.3 Project Based
Learning.............................................................
2..2.4 Inquiry..........................................................................................
2..2.5 Discovery
learning......................................................................
2.2.6 Discussion Class.............................................................................
2.2.7 Direct
Instruction........................................................................
2.2.8
PQ4R...........................................................................................
2.2.9 Rechiprocal
Teaching....................................................................
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan..............................................................................
3.2
Saran .......................................................................................
3.3
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................
A Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu aspek
kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan
siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar
mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru
dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan
berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas
dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum secara berkelanjutan
disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan
sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara
maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia
adalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran di sekolah dewasa ini
kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi.
Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara
monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan
kaku dan didominasi oleh sang guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan
oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi
kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal
ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu
didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan
metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang
disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian,
suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar
siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini,
diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik
dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun
sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa
dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada
gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal. Proses pembelajaran
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi
aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru
sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Pembelajaran model kolaboratif
dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan
budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong. Berdasarkan
uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “MODEL
PEMBELAJARAN KOLABORATIF”
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian model
pembelajaran kolaboratif ?
2. Bagaimanakah model pembelajaran
kolaboratif teknik STAD ?
3. Bagaimanakah model pembelajaran
kolaboratif teknik TGT ?
4. Bagaimanakah model pembelajaran
kolaboratif teknik jigsaw ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian model
pembelajaran kolaboratif
2. Untuk mengetahui model
pembelajaran kolaboratif teknik STAD
3. Untuk mengetahui model
pembelajaran kolaboratif teknik TGT
4. Untuk mengetahui model
pembelajaran kolaboratif teknik jigsaw
KOOPERATIF
Pembelajaran
kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik
2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya untuk saling
membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Berikut ini
merupakan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
menurut para ahli.
1. Depdiknas (2003:5) “Pembelajaran
Kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui
kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi
belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
2. Bern dan Erickson (2001:5) “Cooperative
learning (pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang
mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana
siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar”.
3. Johnson, et al. (1994); Hamid Hasan
(1996) “Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil (2-5 orang) dalam
pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan
belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok”.
4. Suprijono, Agus (2010:54) “Model
pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan
oleh guru”.
5. Slavin (Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods, students
work together in four member teams to master material initially presented by
the teacher”. Ini berarti bahwacooperative learning atau pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja
kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat
merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar. Dari beberapa
pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama
dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”.
6. Eggen and Kauchak (1996:279)
“Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang
melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.
7. Sunal dan Hans (2000) “Cooperative
learning merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus
dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama
proses pembelajaran”.
8. Stahl (1994) “Cooperative learning
dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong
menolong dalam perilaku sosial”.
9. Kauchak dan Eggen dalam Azizah (1998)
“Cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa
untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan”.
10. Djajadisastra (1982) “Metode belajar
kelompok merupakan suatu metode mengajar dimana murid-murid disusun dalam
kelompok-kelompok waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal-soal dan
tugas-tugas”.
BAB I PENDAHULUAN PEMBELAJARAN
KOLABORATIF
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pembelajaran
Kolaboratif
Pembelajaran kooperatif adalah salah
satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran
kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif,
belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
Metode kolaboratif dalam pembelajaran
lebih menekankan pada pembangunan makna oleh siswa dari proses sosial yang
bertumpu pada konteks belajar. Metode kolaboratif ini lebih jauh dan mendalam
dibandingkan hanya sekadar kooperatif. Dasar dari metode kolaboratif adalah
teori interaksional yang memandang belajar sebagai suatu proses membangun makna
melalui interaksi sosial.
Pembelajaran kolaboratif dapat
menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran.
Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran
kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimisasi
perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah
momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu:
(1) realisasi praktek, bahwa hidup di
luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata;
(2)menumbuhkan kesadaran berinteraksi
sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.
Ide pembelajaran kolaboratif bermula
dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar,
seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey,
menulis sebuah buku “Democracy and Education”. Dalam buku itu, Dewey menggagas
konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan
berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.
Pemikiran Dewey yang utama tentang
pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah: (1) siswa hendaknya aktif, learning by
doing;
(2) belajar hendaknya didasari
motivasi intrinsik;
(3) pengetahuan adalah berkembang,
tidak bersifat tetap;
(4) kegiatan belajar hendaknya sesuai
dengan kebutuhan dan minat siswa; (5) pendidikan harus mencakup kegiatan
belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain,
artinya prosedur demokratis sangat penting;
(6) kegiatan belajar hendaknya
berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia tersebut.
Metode kolaboratif didasarkan pada
asumsi-asumsi mengenai siswa proses belajar sebagai berikut (Smith &
MacGregor, 1992):
a. Belajar itu aktif dan konstruktif:
Untuk mempelajari bahan pelajaran,
siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan itu. Siswa perlu
mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru yang terkait
dengan bahan pelajaran.
b. Belajar itu bergantung konteks:
Kegiatan pembelajaran menghadapkan
siswa pada tugas atau masalah menantang yang terkait dengan konteks yang sudah
dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam penyelesaian tugas atau pemecahan
masalah itu.
c. Siswa itu beraneka latar belakang:
Para siswa mempunyai perbedaan dalam
banyak hal, seperti latar belakang, gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi.
Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan kerjasama, dan
bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses
belajar.
d. Belajar itu bersifat sosial:
Proses belajar merupakan proses
interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun makna yang diterima bersama.Menurut
teori interaksional dari Vygotsky, proses interaksi itu berlangsung dalam dua
tahap, yaitu interaksi sosial dan internalisasi (Voigt, 1996). Kemudian, teori
interaksional dengan pendekatan interaksionisme simbolik menjelaskan proses
membangun makna dengan menekankan proses pemaknaan dalam diri pelaku.
Masing-masing pelaku interaksi sosial mengalami proses pemaknaan pribadi, dan
dalam interaksi sosial terjadi saling-pengaruh di antara proses-proses pribadi
itu, sehingga terbentuk makna yang diterima bersama. Yackel & Cobb (1996)
menyebut proses ini sebagai pembentukan makna secara interaktif (interactive
constitution of meaning).
Proses pembentukan makna yang
diterima bersama melibatkan negosiasi. Negosiasi adalah proses saling
penyesuaian diri di antara individu-individu yang berinteraksi sosial.
Negosiasi diperlukan karena setiap objek atau kejadian dalam interaksi antar
manusia bersifat jamak-makna (plurisemantic). Agar dapat memahami objek atau
kejadian, tiap-tiap orang menggunakan pengetahuan latar-belakang masing-masing
dan membentuk konteks makna guna menafsirkan objek atau kejadian itu (Voigt, 1996).
Dalam lingkungan pembelajaran, proses
pembentukan makna dalam diri siswa membutuhkan dukungan guru berupa topangan
(scaffolding). Topangan adalah bantuan yang diberikan dalam wilayah
perkembangan terdekat (zone of proximal development) siswa (Wood et al., dalam
Confrey, 1995). Topangan diberikan berdasarkan apa yang sudah bermakna bagi
siswa, sehingga apa yang sebelumnya belum dapat dimaknai sendiri oleh siswa
sekarang dapat bermakna berkat topangan itu. Dengan demikian, topangan
diberikan kepada siswa dalam situasi yang interaktif, dalam arti guru
memberikan topangan berdasarkan interpretasi akan apa yang sudah bermakna bagi
siswa, dan siswa mengalami perkembangan dalam proses pembentukan makna berkat
topangan itu.
Proses negosiasi antar siswa dan
pemberian topangan jauh lebih banyak terwujud dalam pembelajaran kolaboratif
daripada dalam pembelajaran yang berpusat pada penyajian dan penjelasan bahan
pelajaran oleh guru. Lingkungan pembelajaran kolaboratif berintikan usaha
bersama, baik antar siswa maupun antara siswa dan guru, dalam membangun
pemahaman, pemecahan masalah, atau makna, atau dalam menciptakan suatu produk.
Nelson (1999) merinci nilai-nilai
pendidikan (pedagogical values) yang menjadi panekanan dalam pembelajaran
kolaboratif. Nilai-nilai meliputi:
a. Memaksimalkan proses kerjasama
yang berlangsung secara alamiah di antara para siswa.
b. Menciptakan lingkungan
pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual, terintegrasi, dan
bersuasana kerjasama.
c. Menghargai pentingnya keaslian,
kontribusi, dan pengalaman siswa dalam kaitannya dengan bahan pelajaran dan
proses belajar.
d. Memberi kesempatan kepada siswa
menjadi partisipan aktif dalam proses belajar.
e. Mengembangkan berpikir kritis dan
ketrampilan pemecahan masalah.
f. Mendorong eksplorasi bahan
pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut pandang.
g. Menghargai pentingnya konteks
sosial bagi proses belajar.
h. Menumbuhkan hubungan yang saling
mendukung dan saling menghargai di antara para siswa, dan di antara siswa dan
guru.
i. Membangun semangat belajar
sepanjang hayat.
Lebih jauh, Nelson (1999) mengusulkan
lingkungan pembelajaran kolaboratif dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Melibatkan siswa dalam ajang
pertukaran gagasan dan informasi.
b. Memungkinkan siswa mengeksplorasi
gagasan dan mencobakan berbagai pendekatan dalam pengerjaan tugas.
c. Menata-ulang kurikulum serta
menyesuaikan keadaan sekitar dan suasana kelas untuk mendukung kerja kelompok.
d. Menyediakan cukup waktu, ruang,
dan sumber untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar bersama.
e. Menyediakan sebanyak mungkin
proses belajar yang bertolak dari kegiatan pemecahan masalah atau penyelesaian
proyek
Berikut ini langkah-langkah
pembelajaran kolaboratif.
1) Para siswa dalam kelompok
menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri
2) Semua siswa dalam kelompok membaca,
berdiskusi, dan menulis.
3) Kelompok kolaboratif bekerja
secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis,
dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah
yang ditemukan sendiri.
4) Setelah kelompok kolaboratif
menyepakati hasil pemecahan masalah, masingmasing siswa menulis laporan
sendiri-sendiri secara lengkap.
5) Guru menunjuk salah satu kelompok
secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan)
untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan
kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil
presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegitan ini dilakukan selama lebih kurang
20-30 menit.
6) Masing-masing siswa dalam kelompok
kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan)
terhadap laporan yang akan dikumpulan.
7) Laporan masing-masing siswa
terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
8) Laporan siswa dikoreksi,
dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.
B.
Model Pembelajaran Tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD
Student Teams Achievement Division
(STAD) merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran
kooperatif yang sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan
pendekatan kooperatif dalam kelas, STAD juga merupakan suatu metode
pembelajaran kooperatif yang efektif.
Seperti telah disebutkan sebelumnya
bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri lima komponen utama, yaitu
penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor pengembangan dan penghargaan
kelompok. Selain itu STAD juga terdiri dari siklus kegiatan pengajaran yang
teratur.
2. Variasi Model STAD
Lima komponen utama pembelajaran
kooperatif tipe STAD yaitu:
1)
Penyajian kelas.
2)
Belajar kelompok.
3)
Kuis.
4)
Skor Perkembangan.
5)
Penghargaan kelompok.
Berikut ini uraian selengkapnya dari
pembelajaran kooperatif tipe StudentTeams Achievement Division (STAD).
1. Pengajaran
Tujuan utama dari pengajaran ini
adalah guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Setiap
awal dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian
kelas. Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan
terbimbing dari keseluruhan pelajaran dengan penekanan dalam penyajian materi
pelajaran.
a. Pembukaan
1) Menyampaikan pada siswa apa yang
hendak mereka pelajari dan mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu
siswa dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata,
atau cara lain.
2) Guru dapat menyuruh siswa bekerja
dalam kelompok untuk menemukan konsep atau merangsang keinginan mereka pada
pelajaran tersebut.
3)
Ulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang merupakan syarat
mutlak.
b. Pengembangan
1) Kembangkan materi pembelajaran
sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok.
2) Pembelajaran kooperatif
menekankan, bahwa belajar adalah memahami makna bukan hafalan.
3) Mengontrol pemahaman siswa
sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.
4)
Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah.
5)
Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah memahami pokok
masalahnya.
c. Latihan Terbimbing
1) Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas
pertanyaan yang diberikan.
2) Memanggil siswa secara acak untuk
menjawab atau menyelesaikan soal. Hal ini bertujuan supaya semua siswa selalu
mempersiapkan diri sebaik mungkin.
3) Pemberian tugas kelas tidak boleh
menyita waktu yang terlalu lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua
masalah (soal) dan langsung diberikan umpan balik.
2. Belajar Kelompok
Selama belajar kelompok, tugas
anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman
satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan
yang dapat digunakan untuk melatih ketrampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi
diri mereka dan teman satu kelompok.
Pada saat pertama kali guru
menggunakan pembelajaran kooperatif, guru juga perlu memberikan bantuan dengan
cara menjelaskan perintah, mereview konsep atau menjawab pertanyaan.
Selanjutnya langkah-langkah yang
dilakukan guru sebagai berikut :
a. Meminta anggota kelompok
memindahkan meja / bangku mereka bersama-sama dan pindah kemeja kelompok.
b. Memberi waktu lebih kurang 10
menit untuk memilih nama kelompok.
c. Membagikan lembar kegiatan siswa.
d. Menyerahkan pada siswa untuk
bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau satu kelompok utuh, tergantung pada
tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka mengerjakan soal, masing-masing
siswa harus mengerjakan soal sendiri dan kemudian dicocokkan dengan temannya.
Jika salah satu tidak dapat mengerjakan suatu pertanyaan, teman satu kelompok
bertanggung jawab menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan jawaban pendek,
maka mereka lebih sering bertanya dan kemudian antara teman saling bergantian
memegang lembar kegiatan dan berusaha menjawab pertanyaan itu.
e. Menekankan pada siswa bahwa mereka
belum selesai belajar sampai mereka yakin teman-teman satu kelompok dapat
mencapai nilai sampai 100 pada kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa lembar
kegiatan tersebut untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi
penting bagi siswa mempunyai lembar kegiatan untuk mengecek diri mereka dan
teman-teman sekelompok mereka pada saat mereka belajar. Ingatkan siswa jika
mereka mempunyai pertanyaan, mereka seharusnya menanyakan teman sekelompoknya
sebelum bertanya guru.
f. Sementara siswa bekerja dalam
kelompok, guru berkeliling dalam kelas. Guru sebaiknya memuji kelompok yang
semua anggotanya bekerja dengan baik, yang anggotanya duduk dalam kelompoknya
untuk mendengarkan bagaimana anggota yang lain bekerja dan sebagainya.
3.
Kuis
Kuis dikerjakan siswa secara mandiri.
Hal ini bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama
belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan
individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok.
4. Penghargaan Kelompok
Langkah pertama yang harus dilakukan
pada kegiatan ini adalah menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan
individu dan memberi sertifikat atau penghargaan kelompok yang lain. Pemberian
penghargaan kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu
dalam kelompoknya.
C. Model Pembelajaran Kolaboratif
Tipe Teams-Games-Tournaments (TGT)
1. Pengertian Pembelaajran Tipe TGT
TGT adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok – kelompok
belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan,
jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan
siswa bekerja dalam kelompok mereka masing – masing. Dalam kerja kelompok guru
memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama – sama dengan anggota kelompoknya.
Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan,
maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau
menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.
Akhirnya untuk memastikan bahwa
seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan
diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi
dalam meja – meja turnamen, dimana
setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari
kelompoknya masing – masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak
ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam
satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam
satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini
dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat pre-test.
Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar
pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor – skor yang
diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok
tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa
sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu.
Menurut Slavin pembelajaran
kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahap penyajian kelas
(class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (geams),
pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok ( team recognition).
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran
kooperatif tipe TGT memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1. Siswa Bekerja Dalam Kelompok –
Kelompok Kecil
Siswa ditempatkan dalam
kelompok–kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya
heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotifasi siswa untuk saling
membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan
kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya
rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat
menyenangkan.
2. Games Tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang
bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya,
masing – masing ditempatkan dalam meja – meja turnamen. Tiap meja turnamen
ditempati 5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang
berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap
peserta homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan.
Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu – kartu soal untuk
bermain (kartu soal dan kunci ditaruh
terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan
pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama,
setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang
pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu
undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal
akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain.
Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan
soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan
ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan
membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab
benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka
kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai
semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam
agar setiap peserta dalam satu meja
turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan
dapat dilakukan berkali – kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus
mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal
hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut
menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai
terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh
dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah
disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan
melaporkan poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan.
Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin
yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang
diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian
menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
3. Penghargaan Kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan
penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih
rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh
oleh masing – masing anggota kelompok dibagi dengan banyaknya anggota kelompok.
Pemberian penghargaan didasarkan atas rata – rata poin yang didapat oleh
kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masing – masing
anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh seperti
ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Perhitungan Poin Permainan
Untuk Empat Pemain Pemain dengan Poin Bila Jumlah Kartu Yang Diperoleh Top
Scorer 40 High Middle Scorer 30 Low Middle Scorer 20 Low Scorer
Tabel 2.2 Perhitungan Poin Permainan
Untuk Tiga Pemain Pemain dengan Poin Bila Jumlah Kartu Yang Diperoleh Top
scorer 60 Middle scorer 40 Low scorer 20 (Sumber : Slavin, 1995:90) Dengan
keterangan sebagai berikut: Top Scorer (skor tertinggi), High Middle scorer (skor
tinggi), Low Middle Scorer (skor rendah), Low Scorer (skor terendah).Dalam
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ada beberapa tahapan yang
perlu ditempuh, yaitu :Mempersentasekan atau menyajikan materi, menyampaikan
tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan
motivasi.
b. Belajar Kelompok (team study)
Siswa bekerja dalam kelompok yang
terdiri atas 5 sampai 6 orang dengan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras
/ suku yang berbeda. Setelah guru menginformasikan materi, dan tujuan
pembelajaran, kelompok berdiskusi dengen menggunakan LKS. Dalam kelompok
terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan
mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab.
c. Permainan (game tournament)
Permainan diikuti oleh anggota
kelompok dari masing – masing kelompok yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah
untuk mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana
pertanyaan – pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah
didiskusikan dalam kegiatan kelompok.
d. Penghargaan kelompok (team recognition)
Pemberian penghargaan (rewards)
berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh oleh kelompok dari permainan.
Lembar penghargaan dicetak dalam kertas HVS, dimana penghargaan ini akan
diberikan kepada tim yang memenuhi kategori rerata poin sebagai berikut.
Tabel 2.3 Kriteria Pengahrgaan
Kelompok Kriteria ( Rerata Kelompok ) Predikat 30 sampai 39
Tim Kurang baik 40 sampai44 Tim Baik
45 sampai 49 Tik Baik Sekali 50 ke atas Tim Istimewa
(Sumber Slavin, 1995 )
D.
Model Pembelajaran Kolaboratif Tipe
Jigsaw
1. Pengertian Pembelajaran Jigsaw
Jigsaw adalah tipe pembelajaran
kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model pembelajaran ini
didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi
yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut kepada kelompoknya.
Sesuai dengan namanya, teknis
penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut Arends
(1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw dalam matematika,
yaitu:
1)
Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang
2)
Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk
membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli
3)
Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling
membantu untuk menguasai topik tersebut
4)
Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok
masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya
5)
Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi
yang telah didiskusikan
Kunci pembelajaran ini adalah
interpedensi setiap siswa terhadap anggota kelompok untuk memberikan informasi
yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik. Bila
dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw
memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1)
Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok ahli
yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya
2)
Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih
singkat
3)
Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam
berbicara dan berpendapat.
Dalam penerapannya sering dijumpai
beberapa permasalahan yaitu :
1) Siswa yang aktif akan lebih mendominasi
diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi
masalah ini guru harus benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus
menekankan agar para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari
tenaga ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.
2) Siswa yang memiliki kemampuan membaca
dan berpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila
ditunjuk sebagai tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih
tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan
materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat.
3) Siswa yang cerdas cenderung merasa
bosan. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas
yang menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya
diskusi.
4) Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi
akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pembelajaran kolaboratif adalah suatu strategi belajar mengajar yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri
dari dua orang atau lebih.
2.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri lima komponen utama, yaitu
penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor pengembangan dan penghargaan
kelompok.
3. Pembelajaran kooperatif tipe TGT
terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahap penyajian kelas (class
precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (geams), pertandingan
(tournament), dan perhargaan kelompok ( team recognition).
4. Pembelajaran kolaboratif tipe
jigsaw merupakan model pembelajarn kolaboratif yang terdiri atas kelompok asal
dan kelompok ahli.
B.
Saran
Sudah saatnya para pengajar
mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari dampaknya terhadap anak didik.
Untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya
dalam pembelajaran di sekolah, model pembelajaran kolaboratif perlu lebih
sering digunakan karena suasana positif yang timbul akan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah / guru. Selain itu, siswa
akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. Diunggah pada 29 Juli
2012. Model Pembelajaran Jigsaw. Diunduh dari
http://gururupa.blogspot.com/model-pembelajaran-jigsaw.html pada 25 September
2012
Anita Lie. 2007. Cooperative
Learning. Jakarta : Grasindo.
Anita, Sri. 2009. Teknologi
Pembelajaran. Surakarta : UNS
Herdian. Diunggah pada 22 April
2009. Model Pembelajaran STAD. Diunduh
darihttp://herdian.wordpress.com/Model%20Pembelajaran%20STAD%20%28Student%20Teams%20Achievement%20Division%29%20%C2%AB%20Herdian,%20S.Pd.,%20M.Pd.htm
pada 25 September 2012.
Starrhina. Model Pembelajaran
TGT. Diunduh dari
http://starrhina.student.fkip.uns.ac.id/starrhina%20%C2%BB%20Model%20Pembelajaran%20TGT.htm
pada 25 September 2012
Suyatno. Diunggah pada 30
Desember 2008. Metode Kolaboratif Untuk Pembelajaran. Diunduh dari
http://garduguru.blogspot.com/metode-kolaboratif-untuk-pembelajaran.html pada
25 September 2012.
Kirimkan Ini lewat
EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran contextual teaching
and learning(CTL)
1. Pengertian contextual teaching and
learning(CTL)
Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata. 10 Pembelajaran contextual
teaching and learning(CTL) adalah pembelajaran yang menggunakan
bermacam-macam masalah kontekstual sebagai titik awal, sedemikian hingga
peserta didik belajar dengan menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk
memecahkan masalah, baik masalah nyata maupun masalah simulasi, baik masalah
yang berkaitan dengan pelajaran lain di sekolah, situasi sekolah, maupun
masalah di luar sekolah, termasuk masalah-masalah di tempat kerja yang relevan (Suryanto,
2002). Senada dengan pendapat ini, Depdiknas (2002) menyatakan bahwa
pembelajaran kontektual adalah konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong
peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. 10 Johnsonn Elene, B.PH.D
Contextual Teaching and……………., h.65-66 11 12
Pembelajaran contextual teaching
and learning(CTL) bertujuan untuk
membekali peserta didik dengan
pengetahuan yang secara fleksibel dapat ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan
lain dan dari satu konteks ke konteks yang lain. Lee (1999) dalam (Depdiknas,
2002) mendefinisikan transfer sebagai kemampuan untuk berpikir dan berargumentasi
tentang situasi baru melalui penggunaan pengetahuan awal. Transfer dapat
berkonotasi positif jika belajar dapat ditingkatkan melalui penggunaan
pengetahuan awal, dan berkonotasi negatif jika pengetahuan awal secara nyata
mengganggu proses belajar11 Pendekatan pembelajaran contextual teaching and
learning(CTL) memiliki 7 asas. Asas tersebut biasa disebut dengan 7
komponen
Tujuh komponen dalam pembelajaran contextual
teaching and learning (CTL) :
a. Konstruktivisme
Landasan berfokus kontruktivisme
mengemukakan bahwa mendorong siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan
imformasi dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi bagi
siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus
belajar memecahkan masalah, mengamati dan dapat menemukan ide-ide mereka
sendiri dalam pandangan
11
://www.uns.ac.id/cp/penelitian.php?act=det&idA=249 , jam 09.52 Minggu, 27 Maret 2011
13 kontruktivis, strategi memperoleh
lebih diutamakan dari beberapa
banyak siswa memperoleh dan mengingat
pengetahuan .Dari penjabaran diatas maka pembelajaran harus dikemas menjadi proses
kontruktisi bukan menerima pengetahuan.
b. Menemukan inkuiri
Menemukan merupakan bagian inti dari
pembelajaran berbasis contekstual teaching and learning. Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta hasil mengingat, akan tetapi hasil proses menemukan sendiri..
Adapun langkah-langkah kegiatan
inkuiri sebagai berikut :
1) Merumuskan masalah
2) Mengamati atau melakukan observasi
3) Mengumpulkan data
4) Menguji hipotesis berdasarkan data
yang ditemukan
5) Membuat kesimpulan
Dari keterangan diatas siswa memiliki
sikap ilmiah, rasional,dan logis sebagai dasar pembentukan kreativitas.
c. Bertanya ( Questioning )
Bertanya dipandang sebagian kegiatan
guru untuk mendorong, membimbing untuk menemukan materi yang dipelajarinya
melalui kegiatan dalam melakukan pembelajaran yang berbasis inkuiri yaitu mengali
informasi mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengharapkan perhatian
pada aspek yang belum diketahuinya.
d. Masyarakat Belajar ( Learning
Community )
Konsep masyarakat belajar menyarankan
agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dari orang lain.
e. Pemodelan ( Modelling )
Pemodelan yaitu pembelajaran pengetahuan
terdapat dalam pembelajaran siswa
f. Refleksi ( Reflection )
Refleksi yaitu proses pembelajaran
yang telah berakhir , guru memberikan kesempatan siswa untuk mengingat kembali
apa yang telah dipelajari.
g. Penilaian Nyata ( Autentic
Assessment )
Penilaian yang autentik dilakukan
secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung.12 Penilaian
autentik adalah berbagai macam strategi penilaian yang digunakan untuk
mengetahui hasil belajar siswa yang sesungguhnya hal-hal yang bias digunakan sebagai
dasar menilai adalah penilaian proyek atau kegiatan dan laporan, PR ,kuis,
karya siswa,presentasi,demonstrasi, jurnal hasil tes tertulis, karya tulis .
ketujuh komponen dapat terwujud jika ada kerja sama yang baik antara guru dan
siswa.
12 Dr. Wina Sanjaya,M.Pd,Strategi
Pembelajaran Beroriontasi Standar Proses(Jakarta, Kencana 2007).264-269
2. Tujuan pembelajaran CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL) sebagai berikut :
a. Pengajaran autentik adalah
pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam konteks bermakna strategi
ini menyatukan keterangan berfikir dan pemecahan yang merupakan keyerangan
penting dalam tatanan kehidupan nyata
b. Pembelajaran berbasis inquiri adalah
merupakan pembelajaran yang berpola pada metode Matematika dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk lebih aktif pembelajaran
c. Pembelajaran berbasis masalah adalah
merupakan suatu kegiatan yang mengunakan masalah dunia nyata sebagi kontes bagi
siswa untuk belajar berfikir kritis dan keterangan dalam pemecahan masalah.
d. Pembelajaran kooperatif adalah merupakan
strategi belajar dimana siswa belajar kelompok kecil saling membantu untuk
memahami suatu materi pelajaran memeriksa dan memperbaiki jawaban teman dalam
kelompok.
Beberapa teori belajar yang melandasi
pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) untuk dapat ditetapkan .
Adapun teori-teori tersebut adalah :
1) Teori belajar Jerome Bruner
Teori belajar ini dikenal dengan
teori belajar penemuan. Belajar penemuan merupakan usaha sadar untuk mencari
pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertai sehingga mendapatkan pengetahuan
yang benar-benar bermakna bagi dirinya. Belajar penemuan memiliki keterangan
diantaranya pengetahuan lebih mudah menerapkan ketika ia berhadapan dengan
situasi yang baru meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir bebas
namun belajar penemuan yang memiliki kekurangan diantara kekurangan tersebut
adalah waktu yang digunakan relative lama dibandingkan dengan belajar
hafalan.13 Bruner mengunakan model yaitu individu yang belajar mengalami sendiri
apa yang dipelajarinya agar proses tersebut yang direkam dalam pikirannya
dengan caranya sendiri pada model bermain kontruktif. Bruner membagi proses
belajar tahapan, yaitu a) tahap kegiatan (enactive) yaitu siswa belajar melalui
benda nyata atau mengalami 13 Muchin,M. Saekhan,Pembelajaran Kontekstual (Semarang,:rana
ilimu-ilmu social agama dan ainterdisipliner(Ra Sail)2008) langsung peristiwa
disekitarnya, b) tahap gambar bayangan (iconic) yaitu siswa tidak bisa
mengubah, menandai dan menyimpan benda nyata atau peristiwa dalam bentuk
bayangan mental dibenaknya, c) tahap simbolik (syimbolic) yaitu siswa sudah
dapat menyatakan bayangan mentalnya dalam bentuk simbol dan bahasa14
2) Teori belajar social Adalah
merupakan perluasan dari teori perilaku tradisional(behavioristik) teori ini
merupakan prinsip pembelajaran perilaku dan penekanannya pada proses mental
internal, teori belajar social dikembangkan oleh Albert Bandura menuru Bandura seperti
yang dikutip oleh (Kardi,1997:15) bahwa teori pemodelan tingkah laku merupakan
proses tiga (3) tahab yang meliputi perhatian retensi , dan produksi dengan
kata lain. Hal tersebut tergantung pada perhatian pengamatan terhadap tingkah
laku tertentu. Kemudian membentuk persepsinya didalam jangka panjang dan pada
akhir muncullah ingin menghasilkan tingkah laku tersebut.
14 Pitajeng S.Pd,Pembelajaran
Matematika yang menyenangkan(Departemen Pendidikan Nasional Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi,2009) h. 9 18
Implikasi dalam CTL adalah siswa akan
mengamati sendiri masalah-masalah yang hendak dipecahkan sehingga terbentuk persepsi
jangka panjang dalam pemecahan masalah tersebut.
3) Teori Motivasi
Teori motivasi ini merupakan salah
satu unsur yang penting dalam kegiatan mengajar . belajar menurut Slavene
seperti yang dikutip nur (1998:2) bahwa motivasi suatu proses internal yang
dapat mengaktifkan, membimbing dan memperhatikan prilaku dalam waktu tertentu
dalam bahasa sederhana, motivasi dapat diartikan sebagai apa yang membuat anda
berbuat, membuat anda tetap berbuat dan menentukan kearah masalah anda perbuat.
Motivasi dapat mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas untuk mencapai
tujuan dilihat dari alas an timbulnya motivasi dapat dibedakan menjadi dua (2)
macam :
(a). Motivasi intrinsik adalah motivasi
yang timbul dari dalam seseorang. Kegiatan dimulai dilaksanakan karena adnya dorongan
berlangsung dikaitkan dengan kegiatan misalnya siswa mengerjakan tugas-tugas
matematika karena memang ia berniat untuk mendalami matematika.
(b). Motivasi ekstrinsik adalah motivasi
yang timbul karena adnya stimulus dari luar kegiatan dimulai dan dilaksanakan
karena adanya dorongan tidak langsung yang berhubungan dan kegiatan tersebut misalnya
siswa mengerjakan soal matematika untuk mendapat nilai yang baik. Matematika
yang dapat mendorong siswa untuk melaksanakan aktivitasaktivitas yang di maksud
disini membaca mengerjakan soal bertanya keteman , bertanya keguru dan
mendemonstrasikan ide-idenya.
4) Teori belajar piget dan vygosty
Menurut piget dan vygosty bahwa
perubahan kognitif langsung terjadi jika konsepsi-konsepsi yang dipahamkan
sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidak seimbangan dalam upaya memahami
informasi – informasi baru. piget dan vygosty yang menekankan adanya hakikat social
dari belajar dan keduanya menyarankan untuk mengunakan kelompok-kelompok
belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda untuk menyiapkan
perubahan konseptual.
Ada empat (4) bentuk pengetahuan pada
seserorang yaitu
pembelajaran social zona pembelajaran
terdapat penanganan kognitif dan scaffolding.16
15 Mukhusiyah, Penerapan
Pendekatan Pembelajaran (CTL) pada materi penjumlahan (Surabaya,Pasca
Unesa) h 18-22.
16 Reynalds david & Magic Danier,
EfectiveTeaching ( Yogyakarta:Pustaka belajar,2008) h. 23-27
3. Kelebihan dan kekurangan
pembelajaran contextual teaching and learning(CTL)
a. Kelebihan pembelajaran contextual
teaching and learning(CTL) :
1) Pemahaman siswa terhadap konsep
matematika tinggi sebagai berikut konsep ditemukan sendiri oleh siswa karena
siswa menerapkan apa yang dipelajari dikehidupan sehari-hari
2) Siswa terlibat aktif dalam memecahkan
dan memiliki keterangan berfikir yang lebih tinggi karena siswa dilatih untuk
mengunakan berfikir memecahkan suatu masalah dalam mengunakan data memahami
masalah untuk memecahkan suatu hasil
3) Pengetahuan tetang materi pembelajaran
tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran CTL akan
lebih bermakna
4) Siswa dapat merasakan dengan masalah
yang konteks bagi siswa hal ini dapat mengakibatkan motivasi kesukaran siswa
terhadap belajar matematika semakin tinggi
5) Siswa menjadi mandiri
6) Pensapaian ketuntasan belajar
siswa dapat diharapkan 17
17 R. Suedjadi, kiat pendidikan…..
,.. 65-66
Menurut PLPG kuota 2008 manfaat
pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) antara lain :
1) Bagi anak didik dapat
- Mengaitkan mata pelajaran dengan
pekerjaan atau kehidupan
- Mengaitkan kandungan mata pelajaran
dengan pengalaman seharihari
- Memindahkan kemahiran
- Memberi kesan dan mendapatkan bukti
- Menguasai permasalahan abstrak
melalui pengalaman kongkrit
- Belajar secara bersama
2) Bagi pendidik dapat
- Menjadikan pengajaran sebagai salah
satu pengalaman yang bermakna
- Mengaitkan prinsip – prinsip mata
pelajaran dengan dunia pekerjaan
- Menjadikan Penghubung antara pihak
akademik kan vokasional18
b. Kekurangan pembelajaran contextual
teaching and learning(CTL) :
1) Waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan
amat banyak karena siswa ditentukan menemukan sendiri suatu konsis sedangkan
guru hanya berperan sebagai fasilitator, hal ini dapat berakibat pada tahap
awal materi kadang-kadang tidak tuntas 18 Haris Supratno,Pendidikan
dan…………., h 18..
2) Tidak semua komponen pembelajaran contextual
teaching and learning(CTL) dapat diterapkan pada seluruh materi pelajaran
tetap hanya dapat diterapkan pada materi pembelajaran yang mengandung
prasyarat yang dapat diterapkan contextual teaching and learning(CTL)
3) Sulit untuk menambah paradigma
guru : guru sebagai pengajar keguru sebagai fasilitator dan mitra siswa dalam
belajar, dalam suatu pembelajaran tentu ada kelemahan-kelemahannya agar suatu pembelajaran
dapat berjalan dengan baik maka tugas kita sebagai guru adalah meminimalkan
kelemahan-kelemahan tersebut dengan bekerja keras
4. Penerapan pembelajaran contextual
teaching and learning(CTL) Menurut Priyono sebuah kelas dikatakan
mengunakan pendekatan contextual teaching and learning(CTL) jika
menerapkan tujuh (7) konponen tersebut dalam pembelajarannya untuk
melaksanakan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) dapat
diterapkan dalam kurikulum apa saja bidang studi apa saja dan kelas yang
bagaimanapun keadaanya. Penerapan pembelajaran contextual
teaching and learning(CTL) dalam kelas secara garis besar langkah langkahnya
:
a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak
akan belajar lebih bermakna dengan cara beerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksikan
sendiri pengetahuan dan ketrampilan bertanya.
b. Pengetahuan kegiatan inquiri untuk
semua topic
c. Mengembangkan sifat ingin tahu
siswa dengan bertanya.
d. Menciptakan masyarakat belajar
(belajar dalam kelompok)
e. Menghadirkan model sebagai contoh
tingkah laku atau cara mengunakan alat, menemukan konsep atau menyelesaikan
konsep
f. Melakukan refleksi diakhir
pertemuan
g. Melakukan penelitian autentik dan
berbagai cara .
Menurut Elaine Bjohnson mengarah pada
delapan (8) komponen :
a. Membuat keterkaitan yang bermakna
b. Melakukan kerja yang bermakna
c. Belajar mengatur diriya sendiri
d. Kolaboratif
e. Berfikir kritis dan kreatif
f. Pembimbing perorangan
g. Mengapai standar yang tinggi
h. Menggunakan assessment outentik19
Dengan demikian dalam pembejaran
kontekstual semua komponen tidak harus dilaksanakan tetapi pada penelitian ini
meliputi menerapkan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL) dan
mengunakan model kooperatif.
5. Langkah-langkah pembelajaran contextual
teaching and learning(CTL) adalah
a. Menyampaikan tujuan dan motivasi
siswa
b. Menyajikan informasi masalah tersebut
dan mendiskusikannya dengan temannya. Pada langkah ini komponen contextual
teaching and learning(CTL) yang muncul adalah menemukan masalah dan
bertanya
c. Mengorganisasikan siswa dalam
kelompok belajar. Setelah siswa memahami masalah kontekstual yang diberikan,
siswa diminta menyelesaikan masalah komponen contextual teaching and learning(CTL)
yang dilakukan adalah kontruktivisme masyarakat belajar inquiri dan
menemukan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan
d. Membimbing kelompok bekerja dan
belajar
e. Evaluasi adalah penilaian outentik
(saat ini siswa menampilkan hasil karyanya dan langkah-langkah hasil
pengerjaanya didepan guru dan teman-temannya setelah didiskusikan secara
bersama-sama dengam
f. Refleksi diakhir pembelajaran
siswa diminta member komentar tentang pembelajaran yang dilakukan.
6. Faktor – factor yang mempengarui
keberhasilan contextual teaching and learning(CTL):
Menurut The Northwesh Regional
Education Laboratory USA mengidentifikasikan terdapat 6 hal yang dapat
mempengarui keberhasilan pelaksanaan contextual teaching and learning(CTL) antara
lain :
a) Pembelajaran bermakna : pemahaman
relevan dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa di dalam
mempelajarai isi materi pelajaran.
b) Penerapan pengetahuan : kemampuan
siswa untuk memahami apa yang dipelajarai dan terapkan dalam tatanan kehidupan
dan fungsi dimasa sekarang atau dimasa yang akan datang
c) Berpikir tingkat tinggi : siswa
diwajibkan untuk memanfaatkan berfikir kritis dan berpikir kreatif dalam mengumpulkan
data, pemahaman suatu isu dan pemecahan masalah.
d) Kurikulum yang dikembangkan
berdasarkan standar isi : pembelajaran,harus dikaitkan dengan standar local, provinsi,
nasional, perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi serta dunia kerja.
e) Respon terhadap budaya : guru
harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan dalam kebiasaan siswa, teman
pendidik dan masyarakat tempat pendidik. Ragam individu dan budaya suatu
kelompok serta buhungan antar budaya tersebut akan mempengarui terhadap cara mengajar
guru. Empat hal ini perlu diperhatikan dalam pembelaran kontekstual yaitu
kelas, individu siswa, kelompok siswa baik tim atau keseluruan, tatanan sekolah
dan besarnya tatanan komunikasi kelas.
f) Penilaian autentik : penggunaan
berbagai strategi penilaian ( missalnya proyek/tugas terstruktur, kegiatan
siswa, penggunaan portofolio, rubric daftar cek, pedoman observasi dan
sebagainya) akan merefleksikan hasil sesungguhnya.20
B. Pembelajaran Matematika
1. Pengertian Matematika
Matematika berasal dari kata yunani
“mathein” atau mathenein, yang artinya mempelajari menurut Nasution (1980:2)
yang dikutip oleh Subarinah kata matematika diduga erat hubunganya dengan kata sangsekerta,
medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelengensa Menurut
Johnson dan Myklebust matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya
untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan
funsi teoritisnya adalah untuk 20 Haris Suprapto,Pendidikan dan ….,h18-19 memudahkan
pemikiran. Selanjutnya paling menyatakan bahwa ide manusia tentang matematika
berbeda-beda tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Ada yang
menyatakan bahwa matematika hanya perhitungan yang mencakup tambah, kurang kali
dan bagi. Menurut Mulyani Sumantri matematika adalah yang tidak kurang pentingnya
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh kaena itu tujuan pegajaran matematika ialah
agar peserta didik dapat berkonsultasi dengan mempergunakan angka dan bahasa
dalam matematika.pengajaran matematika harus berusaha mengembangkan suatu
pengertian system angka, keterampilan menghitung dan memahami symbol-simbol
sering kali dalam buku-buku pelajaran mempunyai arti khusus. Pengajaran matematika
perlu ditekankan pada arti dan pemahaman berbagai masalah yang seringkali ditemui
dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi bahasa matematika ialah bahasa yang
mengembangkan serangkaian makna dari kenyataan yang inginkan kita sampaikan.
Uraian ini menunjukkan bahwa matematika berkenaan dengan struktur dan hubungan
yang berhubungan dengan konsep-konsep yang abstrak sehingga diperlukan
symbol-simbol untuk menympaikanny. Symbol-simbol itu dapat dioperasikan
aturan-aturan dari struktur dan hubungannya dengan operasi yang telah
diterapkan sebelumnya. Penyimbulannya menunjukkan adanya hubungan yang mampu
memberi penjelasan dalam pembentukan konsep baru. Dengan kata lain konsep baru
terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya. Menurut Hermer
dan Trueblood konsep matematika karena tersusun menurut hirarki yang mempunyai
arti bahwa konsep yang perluang satu merupakan landasan atau dasar bagi konsep
berikutnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Herman Hudoyo yang menyatakan
mempelajari konsep B yang mendasar kepada konsep A , seseorang perlu memahami
lebih dulu konsep A. tanpa memahami konsep A tidak mungkin orang itu memahami
konsep B. ini berarti mempelajari matematika harus bertahap dan beraturan serta
berdasarkan pada pengalaman belajar. Pendapat diatas memberikan gambaran bahwa
dalam mempelajari matematika harus dilaksanakan berkesinambungan dari konsep
yang paling mendasar kekonsep yang lebih tinggi. Dengan kata lain seseorang
sulit untuk belajar suatu konsep dalam matematika apabila konsep yang menjadi prasyarat
tidak dikuasainya. Belajar yang putus-putus tidak berkesinambungan akan
menyebabkan pemahaman kurang baik terhadap suatu konsep oleh karena itu
keberhasilan siswa didalam menyerap matematika pada tingkat sekolah dasar
menjadi cermin bagi kesuksesan dalam bidang matematika kejenjang barikutnya.
Lebih lanjut Jujun menyatakan bahwa dunia matematika bagi dunia keilmuan
berperan sebagai bahasa symbol yang memungkinkan komunikasi yang cermat dan tepat.
Pemahaman matematika penting dilakukan agar dewasa kelak siswa mampu
mengaplikasikan pada kehidupan nyata, Marilyn mengekakan , “a before and after
school program can provide children with many opportunities experience math in
their everyday lives as well as reinforce math concept the children are
learning in school”. Program sebelum dan sesudah sekolah yang dapat disediakan
untuk siswa dengan memberikan banyak kesempatan untuk melakukan pengalam
matematika dalam kehidupan sehari-hari sebagai penguasaan konsep matematika
pada siswa dalam pembelajaran disekolah konsep matematika dapat terbentuk
dengan baik jika program yang diberikan disekolah disesuaikan dengan pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat mengaplikasikan dalam
kehidupan nyata oleh karena itu penguasaan terhadap matematika mutlah
diperlukan dan konsep-konsep matematika yang harus dipahami dengan benar sejak
dini sepintas lalu konsep matematika yang diberikan pada siswa sekolah dasar
(SD) sangatlah mudah, tetapi sebenarnya materi mtematika SD memuat
konsep-konsep yang dasar dan penting serta tidak boleh dipandang sepele.
Sebagai contoh siswa tidak mendapatkan perkalian bilangan bulat secara benar
pada waktu sekolah dasar, akan berpandangan bahwa konsep 2 x 3 sama dengan 3 x
2 sebenarnya hanya hanya merupakan kesamaan pada tataran hasil komputasi saja.
Dan kondisi ini menunjukkan sifat berlakunya sifat petukaran (komutatif) dalam perkalian bulat biasa.
konsep 3 x 2 berbeda dengan konsep 3 x 2, sebab 2 x 3 = 3 + 3 dan 3 x 2= 2 + 2
+ 2. Contoh diatas menunjukkan bahwa konsep-konsep matematika harus diberikan
secara benar sejak awal siswa mengenal konsep, sebab kesan pertama kali
ditangkap oleh siswa akan terus terekam dan akan menjadi pandangannya
dimasa-masa selanjutnya. Apabila suatu konsep diberikan salah, maka hal ini
harus sesegera mungkin diperbaiki agar tidak menimbulkan kesulitan bagi siswa
dikemudian hari. Pemahaman suatu konsep matematik secara benar mutlak diperukan
oleh seseorang guru atau calon guru sebelum mereka mulai mengajarkan pada
siswanya. Pada saat anak berusia 6 tahun anak belum dapat melakukan kegiatan matematika
dengan sesungguhnya ( berhitung dengan bilangan abstrak). Masa ini anak berada
pada tahap berhitung awal,yaitu akan berhitung dengan benda-benda dari
linkungan yang terdekatnya dan situasi permainan menyenangkam. Tujuannya anak
mampu bekerja dengan bilangan abstrak. Pengenalan berhitung dapat diberikan
kepada anak dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini pentimg dilakukan untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya dalam mengembangkan kemampuan koqnitifnya. Pada
saat anak mencapai usia 7 tahun, maka konsep bilangan berkembang dengan cepat
sampai pada peningkatan ketahap pengertian mengenai jumlah. Konsep jumlah ini
sehubungan dengan penambahan dan pengurangan. Proses konse bilangan ini secara
bertahap menjadi lebih jelas sesuai kemampuan yang dimiliki anak. Semakin
berkembangnya kemampuan anak maka anak dapat memecahkan masalah yang lebih
rumit. Barron dan Romano mengemukakan bagaimana seorang anak mampu menguasai
dan memahami proses berhitung . Proses berhitung penting dilakukan dengan cara
melibatkan anak dalam menghitung, memilih, mengurutkan dan menilai sampai pada
proses berhitung. Anak juga perlu diarahkan untuk mempresentasikan pola yang
diciptakannya kearah kegiatan yang lebih abstrak. Kegiatan yang dimaksud
seperti,diagram hitungan, bahasa, atau grafik sederhana.21
2. Pembelajaran Matematika
Dibawah ini beberapa definisi /
pengertian tentang matematika :
1) Matematika adalah cabang ilmu
pengetahuan eksak dan tergantung secara sistematik
2) Matematika adalah pengetahuan
tentang aturan-aturan yang ketat
3) Matematika adalah pengertian
tentang bilangan yang di kalkulasi
4) Matematika adalah pengetahuan
tentang struktur-struktur yang logik23
Menurut Jhonson dan Maykle Butr dalam
Abdurrahman (1998) matematika adalah bahasa simbolis yang berfungsi praktis
untuk mengekspresikan hubungan kualitatif dan keruangan sadangkan fungsi teoritisnya
untuk ,memudahkan berpikir dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah bahasa simbolis dan universal yang membantu manusia berpikir,
mencatat dan mengkomunikasikan perhitungan yang mencakup penambahan,
pengurangan,perkalian dan pembagian Menurut Learner dalam Abdurrahman 1998
matematika disampaikan sebagian dengan bahasa simbolis yang merupakan bahasa
universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan
ide mengenai elemen dan kualitas yaitu merupakan perhitungan yang mencakup
penambahan, pengurangan,perkalian dan pembagian tetapi ada yang melibatkan
topik seperti aljabar, geometri dan trigonometri Secara etiminologi matematika terkait dengan
perkataan matmema (pengetahua); manthancin (belajar). Jadi matematika adalah
ilmu tentang bagaimana mempelajari atau memahami pengetahuan (Dajono,1986:10). Para
matematikawan sependapat bahwa matematika mempunayi abstrak, baik berupa konsep
yang abstrak,operasi abstrak dan prinsip yang abstrak diciptakan oleh manusia.
Menurut Michael(1985:17), matematika adalah sesuatu studi mengenai abstraksi
dan hubungan abstraksi yang lain adalah penalaran deduktif. 24
3. Karakteristik Matematika
Walaupun terdapat satu pengertian
tentang matematika yang tunggal dan disepakati untuk semua tokoh atau pakar
matematika namun dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang
dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Beberapa karakter dalam
matematika yaitu :
1) Memilih obyek abstrak
2) Bertumpu pada kesepakatan
3) Berpola piker deduktif
4) Memiliki symbol ( ) kosong dari
arti
5) Memperhatikan semesta pembicaraan
4. Tujuan pembelajaran matematika
Tujuan pembelajaran matematika adalah
membekali peserta didik/siswa dengan kemampuan berpikir logis,analitis ,sistematis,kritis
dan kreatif.agar siswa memiliki kemampuan mengelola dan memanfaatkan informasi
dan komunikasi yang dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori
bilangan,aljabar, analisis, teori peluang dan matematika
secara umum pendidikan matematika
dari mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah atas bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1) Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan. Antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,
secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola
dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan yang meliputi kemampuan
memahami masalah merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh
4) Mengomunikasikan gagasan dengan
symbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat
dalam mempelajarai matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
5. Standar kompetensi matematika
sekolah dasar.
1). Memahami konsep bilangan bulat dan
pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya serta menggunakannya dalam pemecahan
masalah kehidupan sehari-hari
2). Memahami bangun datar dan bangun
ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
3). Memahami konsep ukuran dan
pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan masalah
kehidupan sehari-hari
4). Memahami konsep koordinat untuk
menentukan letak benda dan menggunakannya dalam pemecahan masalah sehari-hari
5) Memahami konsep pengumpulan data,
penyajian data dengan tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data,
rentangan data, rerata hitung modus, serta menerapkan dalam pemecahan masalah sehari-hari.
6) Memiliki sikap menghargai
matematika dan kegunaannya dalam kehidupan.
7) Memiliki kemampuan berpikir logis,
kritis dan kreatif.25
A. Problem Based Learning (PBL)
1. Pengertian Problem Based Learning
Problem Based Learning (PBL) dalam
bahasa Indonesia disebut Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Pembelajaran
Berbasis Masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan
untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk
menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Pengertian
Pembelajaran Berbasis masalah yang lain adalah metode mengajar dengan fokus
pemecahan masalah yang nyata, proses dimana Peserta didik melaksanakan kerja
kelompok, umpan balik, diskusi yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk
investigasi dan penyelidikan dan laporan akhir.Dengan demikian Peserta didik di
dorong untuk lebih aktif terlibat dalam materi pembelajaran dan mengembangkan
ketrampilan berfikir kritis. Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah
pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang
peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis
masalah, peserta didik bekerja dalamtim untuk memecahkan masalah dunia nyata
1 Kementrian Pendidikan dan
kebudayaan,Model Pembelajaran Berbasis Masalah,(BadanPengembangan Sumber Daya
Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
2. Karakteristik Problem Based
Learning
Karakteristik Problem Based Learning
adalah sebagai berikut:
a. Permasalahan menjadi starting
point dalam belajar
b. Permasalahan yang diangkat adalah
permasalahan yang ada di dunia
nyata yang tidak terstruktur
c. Permasalahan memebutuhkan
perspektif ganda
d. Permasalahan menantang pengetahuan
yang dimilki oleh Peserta didik,
sikap dan kompentensi yang kemudian
membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru
dalam mengajar;
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama:
f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya,
danevaluasi sumber informasi
merupakan proses yang esensial dalam PBM
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
h. Pengembangan keterampilan inquiri dan pemecahan masalah
samapentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi
darisebuah permasalahan;
i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi
darisebuah proses belajar
j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman Peserta didik danproses
belajar
3. Sintak Model Problem Based
Learning
Proses PBL mereplikasi pendekatan
sistematik yang sudah banyak digunakan dalam menyelesaikan masalah atau
memenuhi tuntutan-tuntutan dalamdunia kehidupan dan karier.Sintak operasional
PBL bisa rmencakup antara lain sebagai berikut:
a. Pertama-tama Peserta didik disajikan suatu masalah.
b. Peserta didik mendiskusikan masalah dalam tutorial PBL dalam
sebuahkelompok kecil. Mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasuskemudian
mendefinisikan sebuah masalah. Mereka membrainstorming gagasan-gagasannya
dengan berpijak pada pengetahuan sebelumnya.Kemudian, mereka mengidentifikasi
apa yang mereka butuhkan untukmenyelesaikan masalah serta apa yang mereka tidak
ketahui. Mereka menelaah masalah tersebut. Mereka juga mendesain suatu rencana
tindakan untuk menggarap masalah.
c. Peserta didik terlibat dalam studi independen untuk
menyelesaikanmasalah diluar bimbingan guru. Hal ini bisa mencakup:
perpustakaan,database, website, masyarakat, dan observasi
d. Peserta didik kembali pada tutorial PBL, lalu saling sharing,
informasi,melalui peer teaching atau cooperative learning atas masalah
tertentu.
e. Peserta didik menyajikan solusi atas masalah.
f. Peserta didik mereview apa yang mereka pelajari proses pengerjaan
selama ini. Semua yang berpartisipasi
dalam proses tersebut terlibatdalam review berpasangan, dan review berdasarkan
bimbingan guru,sekaligus melakukan refleksi atas kontribusinya tehadap proses
tersebut2
4. Langkah-Langkah Penggunaan Model Problem
Based LearningIbrahim dan Nur (2000:13) dan Ismail (2002:1) mengemukakan
bahwalangkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Langkah-langkah Problem
Based LearningFase Indikator Tingkah Laku Guru1 Orientasi Peserta didik
padamasalahMenjelaskan tujuan pembelajaran,menjelaskan logistik yang
diperlukan, danmemotivasi Peserta didik terlibat padaaktivitas pemecahan
masalah2 Mengorganisasi Pesertadidik untuk belajarMembantu Peserta didik
mendefinisikandanmengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut
3 Membimbing pengalamanindividual/kelompokMendorong Peserta didik
untukmengumpulkan informasi yang sesuai,melaksanakan eksperimen
untukmendapatkan penjelasan dan pemecahanmasalah
4 Mengembangkan danmenyajikan hasil karyaMembantu Peserta didik
dalammerencanakan dan menyiapkan karya yangsesuai seperti laporan, dan
membantumereka untuk berbagi tugas dengantemannya
5 Menganalisis danmengevaluasi prosespemecahan masalahMembantu Peserta
didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses yang mereka gunakan.
Langkah-langkah operasional dalam proses pembelajaran yangdikonsepkan
oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebagaiberikut
2 Miftakhul Huda, M.Pd, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran (cet:II
PUSTAKA PELAJAR,
a. Konsep Dasar (Basic Concept)
Fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan
skillyang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan
agarpeserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran danmendapatkan
peta yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran.
b. Pendefinisian Masalah (Defining The Problem)Dalam langkah ini
fasilitator menyampaikan scenario atau permasalahan dan peserta didik melakukan
berbagai kegiatan brainstorming dan semua anggotakelompok mengungkapkan
pendapat, ide, dan tanggapan terhadap scenario secara bebas, sehingga
dimungkinkan muncul berbagai macam alternativependapat.
c. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu
yangsedang dinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikeltetulis
yang tersimpan dipepustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang
relevan.Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama,yaitu: (1) agar peserta
didikM encari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan
denganpermasalahan yang telah didiskusikan dikelas, dan (2) informasi
dikumpulkandengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi
tersebutharuslah relevan dan dapat dipahami.
d. Pertukaran Pengetahuan (Exchange Knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk
keperluan pendalaman materi dalamlangkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada
pertemuan berikutnyapeserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk
mengklarifikasicapaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok.
Pertukaranpengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserta didik berkumpul
sesuaikelompok dan fasilitatornya.
e. Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan
tiga aspek pengetahuan (knowledge),kecakapan (skill), dan sikap (attitude).
Penilaian terhadap penguasaan
pengetahuan yang mencakup seluruh
kegiatan pembelajaran yang dilakukan
dengan ujian akhir semester (UAS),
ujian tengah semester (UTS), kuis, PR,
dokumen, dan laporan.3Berdasarkan
uraian tersebut di atas langkah-langkah pembelajaran (sintakspembelajaran) yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penyajian Masalah. Pertama-tama Peserta didik disajikan suatu
masalah.Selain itu dalam kegiatan ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran,menjelaskan
logistik yang diperlukan, dan memotivasi Peserta didik terlibatpada aktivitas
pemecahan masalah. Hal ini dimaksudkan agar peserta didiklebih cepat masuk
dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan peta yangakurat tentang arah dan
tujuan pembelajaran.
b. Diskusi Masalah. Peserta didik mendiskusikan masalah dalam tutorial
PBL dalam sebuah kelompok kecil. Mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatukasus
kemudian mendefinisikan sebuah masalah. Mereka membrainstorminggagasan-gagasannya
dengan berpijak pada pengetahuan sebelumnya.Kemudian, mereka mengidentifikasi
apa yang mereka butuhkan untuk
3 Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaanmenyelesaikan masalah serta apa yang mereka tidak ketahui.
Merekamenelaah masalah tersebut. Mereka juga mendesain suatu rencana
tindakanuntuk menggarap masalah. Guru dalam hal ini hanya memfasilitasi
kegiatan
tersebut, sehingga berjalan dengan
lancar.
c. Penyajian Solusi dari Masalah. Membantu peserta didik dalam
merencanakandan menyiapkan penyajian solusi dari masalah, dan membantu mereka
untukberbagi tugas dengan temannya.
d. Mereview. Peserta didik bersama-sama dengan guru melakukan
mereviewterhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.B.
Matematika
1. Pengertian MatematikaMatematika berasal dari bahasa latin manthanein
atau mathema yangberarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam
bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan
dengan penalaran deduktif,yaitu kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep
atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.Namun demikian,
pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui
pengalaman peristiwa nyata dan intuisi. Proses induktif deduktif dapat digunakan untuk
mempelajari konsep matematika. Kegiatan dapatdimulai dengan beberapa contoh
atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yan muncul (sebagai gejala),
memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara
deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan
dan sama-sama berperan penting dalam mempelajarimatematika diharapkan dapat
membentuk sikap kritis, kreatif, jujur, dankomunikatif para peserta
didikdiantaranya muncul sejak kurang lebih 400 tahun sebelum Masehi, dengan
tokohtokoh utamanya adalah Plato (427-347 SM). Mereka mempunyai pendapat yang
berlainan.Plato berpendapat bahwa matematika adalah identik dengan filsafat
untuk ahli piker, walaupun mereka mengatakan bahwa matematika harus
dipelajariuntuk keperluan lain. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi
terpisah dari akal. Ia mengadakan perbedaan antara aritmatika (teori bilangan)
dan logistic(teknik berhitung) yang dipelukan orang. Belajar aritmatika
berpengaruh positif,Karena memaksa yang belajar untuk belajar bilangan-bilangan
abstrak. Dengandemikian, matematika ditingkatkan menjadi mental aktivitas an
mental abstakpada objek-objek yang ada secara lahiriah, tetapi yang ada hanya
mempunyai representasi yang bermakna. Plato dapat disebut sebagai seorang
rasionalis.Arisoteles mempunyai pendapat lain. Ia memandang matematika
sebagaisalah satu dari tiga dasar yang membagi ilmu pengetahuan fisik,
matematika, danteologi. Matematika didasarkan atas kenyataan yang dialami,
yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan abstraksi.
Aristoteles dikenal sebagai seorang eksperimentalis.Sedangkan matematika dalam
sudut pandang Andi Hakim Nasution yangdiuraikan dalam bukunya, bahwa istilah
matematika berasal dari kata Yunani,mathein atau manthenein yang berarti
mempelajari. Kata ini memiliki hubunganyang erat dengan kata Sansekerta, medha
atau widya yang memiliki arti
kepandaian ketahuan, atau
inteligensia. Dalam bahasa Belanda, matematikadisebut dengan kata wiskunde yang
berarti ilmu tentang belajar (hal ini sesuaidengan arti kata mathein pada
matematika)5Sampai saat ini belum ada definisi tunggal tentang matematika. hal
inidikarenakan banyaknya definisi-definisi matematika yang belum mendapat
kesepakatan diantara para matematikawan.Seperti kata Abraham S Lunchins dan Edith
N Lunchins "In short,thequestion what is mathematics? MAy be answered
difficulty depending on when thequestion is answered, where it is answered, who
answer it, and what is regarded
as being included in
mathematics". Pendeknya: "Apakah matematika itu?" dapat
dijawab secara berbeda-beda
tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab,
dimana dijawab, siapa yang menjawab,
dan apa sajakah yang dipandang termasuk
Dengan demikian untuk menjawab
perttidak dapat dengan satu atau dua kalimat begitu saja. Berbagai pendapat
muncultentang pengertian matematika tersebut dan dipandang dari berbagai
pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda.Berdasarkan etimologi, Elca
Tinggih menyatakan bahwa matematikabukan berarti ilmu lain tidak melalui
penalaran, akan tetapi dalam matematikalebih menekankan hasil observasi atau
eksperimen disamping penalaran.Pendapat lain, James and James dalam kamus
matematikanya mengatakan5 Abdul Halim Fathani, MATEMATIKA HAKIKAT & LOGIKA
(Jakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2009),
6 Abdul halim fathani,bahwa matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran,dan konsep-konsep yang berhubungan satu
dengan yang lainnya dengan jumlahyang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang,
yaitu aljabar, analisis, dan geometri.Koko Martono menyatakan bahwa matematika
dapat dipandang sebagaisuatu ilmu pengetahuan dengan pola pikir yang
sistematis, kritis, cermat, dankonsisten, serta menuntut daya kreatifitas dan
inovatif.Dari beberapa pendapat tentang matematika di atas, penulis
mencobamembuat kesimpulan bahwa matematika adalah suatu ilmu pengetahuan
tentanglogika yang membutuhkan suatu penalaran dan pemikiran yang sistematis,
kritis,logis, jelas, cermat, dan akurat.
2. Karakteristik Matematika
Materi matematika baru dapat dipahami
dengan penalaran yang cukup.Suatu konsep seringkali muncul sebagai perumusan
kesimpulan dari fakta,fenomena, pengalaman dan intuisi matematika. Proses
induktif ini membawa padasuatu hasil yang kebenarannya perlu diuji dan diyakini
secara deduktif denganasumsi dan penalaran.Proses induktif-deduktif dimulai
dengan beberapa contoh, fakta danfenomena yang diamati. Dengan proses induktif,
dari contoh, fakta dan fenomenatadi dibuat daftar sifat yang muncul dan dari
sini akan dapat diperkirakan suatu hasil baru. Setelah mempelajari asumsinya,
hasil baru tersebut diyakinkankebenarannya dengan proses deduktif. Pada tahapan
ini diperlukan logika,penalaran dan teknik matematika untuk membuktikan
kebenaran hasil tersebut.Berdasarkan uraian di atas, secara singkat
karakteristik matematika dapatdisimpulkan sebagai berikut:
a. Keterkaitan erat antara belajar matematika dengan pola bernalar,
danbernalar hanya dapat dihayati dengan belajar matematika.
b. Teori matematika dirancang dan dikembangkan dengan pola
berpikirinduktif dan deduktif menggunakan berbagai teknik dan
manipulasimatematika.
c. Banyak teori matematika yang muncul karena dipicu oleh kebutuhanakan
pemecahan masalah dalam situasi nyata. Aspek teori danpenerapannya merupakan
suatu kestuan yang tidak terpisahkan.Dari uraian tersebut penulis menyimpulkan
bahwa kajian topikmatematika merupakan suatu rantai kokoh yang saling terkait
dan berkesinambungan, topik yang satu menunjang lainnya. Pola berpikir yang
sistematis, kritis, logis, cermat dan konsisten menyebabkan matematika
mempunyai struktur yang kokoh dan harmonis, antara suatu hasil dan lainnyatidak
saling bertentangan.
3. Pembelajaran Matematika
Matematika tumbuh dan berkembang karena
proses berpikir, oleh karenaitu logika adalah dasar untuk tebentuknya
matematika. Logika adalah masa bayidari matematika,sebaliknya matematika adalah
masa dewasa dari logika. Padapermulaanya cabang-cabang matematika yang
ditemukan adalah aritmatika atauberhitung, aljabar dan geometri. Setelah itu
ditemukan kalkulus yang berfungsi sebagai tonggak penopang terbentuknya cabang
matematika baru yang lebihkompleks, antara lain statistika, topologi, aljabar
(linier, abstrak, himpunan),geometri (sistem geometri, linier), analisis vektor
dan lain-lain.Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman
belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana
sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang
dipelajari.
a. Himpunan semua bilangan real
tertutup operasi penjumlahan, yaitu untuk
setiap real a dan b, maka a + b
merupakan bilangan real.
b. Operasi penjumlahan bersifat
assosiatif, yaitu untuk setiap bilangan real a dan
b berlaku: a + b = b + a misalnya 2 +
3 = 3 + 2
c. Operasi penjumlahan bersifat
asosiatif , yaitu untuk setiap bilanga real a, b, dan c berlaku
a + (b + c) = (a + b) + c misalnya: 2
+ (3 + 4) =(2 + 3) + 4 = 9
d. Operasi penjumlahan pada himpunan
semua bilangna real memiliki unsur identitas, yaitu 0, karena untuk setiap
bilangan real a berlaku a + 0 = 0 + a = a
e. Setiap bilangan real a memiliki
lawan terhadap operasi penjumlahan, yaitu (-a) karena a + (-a) = (-a) + a = 0.9
5. Bahan Manipulatif
Menurut Heddens (2005) bahan
manipulatif ialah model konkrit yang melibatkan konsep matematik, menarik
kepada beberapa ide serta boleh disentuh dan digerakkan oleh peserta didik.
Pada masa sekarang, bahan manipulatif digunakan dalam pengajaran matematik
telah diterima yang boleh digunakan sebagai satu kaidah yang akan membantu
peserta didik belajar matematik dengan lebih bermakna. Kesimpulannya bahan
manipulatif membantu peserta didik membina kepercayaan mental yang lebih jelas
untuk memahami ide-ide dan konsep-konsep matematika (Weiss, 2006)10 Pendapat lain
mengatakan tentang pengertian bahan manipulatif dalam pembelajaran matematika
adalah sebagai berikut: Bahan manipulatif dalam pembelajaran matematika SD
adalah alat bantu pembelajaran yang digunakan terutama untuk menjelaskan konsep
dan prosedur matematika. Media ini merupakan bagian langsung dari mata
pelajaran matematika dan dimanipulasikan oleh Peserta didik (dibalik, dipotong,
digeser, dipindahkaan, digambar, dipilah, dikelompokkan atau diklasifikasikan.
C. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Peserta didik
1. Pengertian Belajar, Ciri-ciri
Belajar dan Prinsip Belajar
a. Pengertian Belajar
Berikut ini beberapa pengertian
belajar menurut pendapat para pakar pendidikan. Whittaker mengatakan bahwa
belajar merupakan proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman11. Pendapat serupa dikemukakan
b. Ciri-ciri Belajar
Jika hakikat belajar adalah perubahan
tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam
ciri-ciri belajar:
1) Perubahan yang terjadi secara
sadar Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau
sekurangkurangnya individu merasakan telah
terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya
2) Perubahan dalam belajar bersifat
fungsional Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu
berlangsung terus menerus dan tidak statis
3) Perubahan dalam belajar bersifat
positif dan aktif Dalam perbuatan belajar, perubahanperubahan itu selalu bertambah dan
tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya.
4) Perubahan dalam belajar bukan
bersifat temporer (sementara) Perubahan yang terjadi karena proses belajar
bersifat menetap atau permanen 17 Djamarah, Psikologi Belajar,13
5) Perubahan dalam belajar bertujuan
atau terarah Perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah
laku yang ditetapkannya
6) Perubahan mencakup seluruh aspek
tingkah laku Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses
belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku.
c. Prinsip Belajar
Belajar menurut Wingo didasarkan atas
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Hasil belajar sepatutnya
menjangkau banyak segi Dalam suatu proses belajar, banyak segi yang sepatutnya
dicapai sebagai hasil belajar, yaitu meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang
konsep, kemampuan menerapkan konsep, kemampuan menjabarkan dan menarik
kesimpulan serta menilai kemanfaatan suatu konsep, menyenangi dan memberi
respon yang positif terhadap sesuatu yang dipelajari, dan diperoleh kecakapan
melakukan suatu kegiatan tertentu
2) Hasil belajar diperoleh berkat
pengalaman Pemahaman dan struktur kognitif dapat diperoleh seseorang melalui
pengalaman melakukan suatu kegiatan 3) Belajar merupakan suatu kegiatan yang
mempunyai tujuan Dalam proses belajar apa yang ingin dicapai sepatutnya dirasakan
dan dimiliki oleh setiap Peserta didik18. 18 Sumiati,Asra,Metode
Pembelajaran(Bandung: Wacana Prima,2007),41
2. Hasil Belajar dan Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar
a. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tujuan yang
akan dicapai dari suatu kegiatan pembelajaran. Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Peserta didik yang berhasil dalam belajar adalah peserta didik yang berhasil
menguasai kompetensi yang diharapkan. Parta (2011) berpendapat sama bahwa hasil
belajar yang dicapai peserta didik dapat dikelompokkan dalam tiga katagori,
yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Secara lebih terperinci dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. Domain kognitif terdiri dari:
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi atau penggunaan
prinsip atau metode pada situasi yang baru, analisis, sintesis dan evaluasi.
2. Domain kemampuan sikap (affective)
terdiri dari menerima atau memperhatikan, merespons, penghargaan,
mengorganisasikan dan mempribadi (mewatak).
3. Domain Psikomotorik terdiri dari:
menirukan, manipulasi, keseksamaan (precision), artikulasi (articulation) dan
naturalisasi.19 Pendapat di atas senada dengan pendapat Benyamin S. Bloom bahwa
tiga ranah (domain) hasil belajar adalah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa ranah kognitif (berpikir) berkenaan dengan
hasil belajar intelektual (olah pikir) dari sederhana sampai yang kompleks.
Bloom mengklasifikasikan tujuan kognitif dalam enam jenjang, yaitu pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis (analysis),
sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Dijelaskan juga bahwa pada
tahun 2001 Lorin Anderson dan Krathwohl merevisi enam jenjang tujuan kognitif
tersebut menjadi kemampuan mengingat (remember), memahami (understand),
menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan
berkreasi (create), yang selanjutnya lebih dikenal dengan revisi taksonomi
Bloom.
b. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Peserta didik Jika pada prinsip belajar antara lain belajar harus menjangkau
banyak segi,baik segi penerapan konsep, pemahaman konsep, menjabarkan dan
menarik kesimpulan serta menilai kemanfaatan konsep, hasil belajar diperoleh
berkat pengalaman melakukan suatu kegiatan dan belajar merupakan suatu kegiatan
yang mempunyai tujuan yang sepatutnya dirasakan dan dimiliki oleh setiap
Peserta
didik maka dalam kegiatan belajar
Peserta didik harus memenuhi prinsip-prinsip belajar tersebut dengan cara
misalkan menggunakan metode dan media yang menarik yang sesuai dengan materi
dan keadaan Peserta didik, yang dapat merangsang Peserta didik untuk belajar
dengan aktif tanpa paksaan dan tanpa merasakan kejenuhan saat belajar, sehingga
belajar seperti terasa bermain, dan setiap Peserta didik dapat ikut serta
secara aktif belajar didalamnya. Terlebih lagi pada pembelajaran kelas awal,
pada kelas awal penanaman konsep harus benar-benar dipehatikan, karena sangat
mempengaruhi pada pemahaman-upemahaman pada jenjang berikutnya, sehingga tidak
terjadi kesalahan pada masa berikutnya berakibat fatal.
B. Definisi E-learning
Belum adanya standard yang baku baik
dalam hal definisi maupun implementasi e-learning menjadikan banyak orang
mempunyai konsep yang bermacam-macam. E-learning merupakan kependekan dari
electronic learning (Sohn, 2005). Salah satu definisi umum dari e-learning
diberikan oleh Gilbert & Jones (2001), yaitu: pengiriman materi
pembelajaran melalui suatu media elektronik seperti Internet,
intranet/extranet, satellite broadcast, audio/video tape, interactive TV,
CD-ROM, dan computer-based training (CBT). Definisi yang hampir sama diusulkan
juga oleh the Australian National Training Authority (2003) yakni meliputi
aplikasi dan proses yang menggunakan berbagai media elektronik seperti internet,
audio/video tape, interactive TV and CD-ROM guna mengirimkan materi
pembelajaran secara lebih fleksibel. The ILRT of Bristol University (2005)
mendefinisikan e-learning sebagai penggunaan teknologi elektronik untuk
mengirim, mendukung, dan meningkatkan pengajaran, pembelajaran dan penilaian.
Udan and Weggen (2000) menyebutkan bahwa e-learning adalah bagian dari
pembelajaran jarak jauh sedangkan pembelajaran on-line adalah bagian dari
e-learning. Di samping itu, istilah e-learning meliputi berbagai aplikasi dan
proses seperti computer-based learning, web-based learning, virtual classroom,
dll; sementara itu pembelajaran on-line adalah bagian dari pembelajaran
berbasis teknologi yang memanfaatkan sumber daya Internet, intranet, dan
extranet. Lebih khusus lagi Rosenberg (2001) mendefinisikan e-learning sebagai
pemanfaatan teknologi Internet untuk mendistribusikan materi pembelajaran,
sehingga siswa dapat mengakses dari mana saja. Kaitan antara berbagai istilah
yang berkaitan dengan e-learning dan pembelajaran jarak jauh dapat
diilustrasikan dalam gambar di bawah (Surjono, 2006). 2009@herman d surjono 4
C. Implementasi e-learning
Meskipun implementasi sistem
e-learning yang ada sekarang ini sangat bervariasi, namun semua itu didasarkan
atas suatu prinsip atau konsep bahwa elearning dimaksudkan sebagai upaya
pendistribusian materi pembelajaran melalui media elektronik atau Internet
sehingga peserta didik dapat mengaksesnya kapan saja dari seluruh penjuru
dunia. Ciri pembelajaran dengan e-leaning adalah terciptanya lingkungan belajar
yang flexible dan distributed. Fleksibilitas menjadi kata kunci dalam sistem
e-learning. Peserta didik menjadi sangat fleksibel dalam memilih waktu dan
tempat belajar karena mereka tidak harus datang di suatu tempat pada waktu tertentu.
Dilain pihak, dosen dapat memperbaharui materi pembelajarannya kapan saja dan
dari mana saja. Dari segi isi, materi pembelajaranpun dapat dibuat sangat
fleksibel mulai dari bahan kuliah yang berbasis teks sampai materi pembelajaran
yang sarat dengan komponen multimedia. Namun demikian kualitas pembelajaran
dengan e-learning pun juga sangat fleksibel
atau variatif, yakni bisa lebih jelek
atau lebih baik dari sistem pembelajaran tatapmuka (konvensional). Untuk
mendapatkan sistem e-learning yang baik diperlukanDistance
inquiry
a.
Pengertian
model pembelajaran inquiry
“Model
pembelajaran inquiry adalah rangkaian
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan
analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan” (Sanjaya, 2006:194).
Menurut piaget (mulyasa, 2008:108) bahwa model pembelajaran inquiry adalah model pembelajaran yang
mempersiapkan siswa pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas
agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan
penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan
siswa lain.
Dengan
melihat kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inquiry adalah model pembelajaran yang mempersiapkan siswa pada
situasi untuk melakukan eksperimen sendiri sehingga dapat berpikir secara
kritis untuk mencari dan menemukan jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan.
Pembelajaran
inquiry banyak dipengaruhi oleh
aliran belajar kognitif, menurut aliran ini belajar pada hakikatnya adalah
proses mental dan proses berpikir dengan memanfaatkan segala potensi yang
dimiliki setiap individu secara optimal.
b. Karakteristik atau ciri-ciri
model pembelajaran inquiry
Menurut
Muslich (2008), ada beberapa hal yang menjadi karakteristik atau ciri-ciri utama pembelajaran inquiry adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran inquiry
menekankan pada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan,
artinya pembelajaran inquiry menempatkan
siswa sebagai subjek belajar.
2) Seluruh
aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri sesuatu yang
dipertanyakan sehingga dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief).
3) Membuka
intelegensi siswa dan mengembangkan daya kreativitas siswa.
4)
Memberikan kebebasan pada siswa untuk berinisiatif dan bertindak.
5) Mendorong
siswa untuk berfikir intensif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
6) Proses
interaksi belajar mengajar mengarahkan pada perubahan dari teacher centered kepada student
centered.
c. Tujuan dan manfaat model
pembelajaran inquiry
Model
pembelajaran inquiry berorientasi
pada siswa yang bertujuan mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis,
logis dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari
proses mental. Dengan demikian, dalam pembelajaran inquiry siswa tak hanya di tuntut agar menguasai materi pelajaran,
akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang di milikinya secara
optimal (Sanjaya, 2006:195). Adapun manfaat model pembelajaran inquiry ini adalah meningkatkan
kemampuan berfikir siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi yang akan
di pelajarinya, melatih kepekaan diri, mengurangi rasa kecemasan, menumbuhkan
rasa percaya diri, meningkatkan motivadan partisipasi belajar, meningkatkan
tingkah laku yang positif, meningkatkan prestasi dan hasil belajar.
d. Teknik model pembelajaran inquiry
Adapun
teknik model pembelajaran inquiry
dapat dikemukakan atau dapat dilihat sebagai berikut:
1) Dapat membantu dan mengembangkan
konsep pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan
ide-ide lebih baik.
2) Membantu dan menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru.
3) Membantu siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
bersikap objektif, jujur dan terbuka.
4) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.
5) Situasi proses belajar menjadi lebih
merangsang.
6) Dapat
mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
7) Memberi
kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
e. Keunggulan dan kelemahan model
pembelajaran inquiry
1)
Keunggulan
Model pembelajaran inquiry merupakan model pembelajaran yang banyak di anjurkan dan
digunakan di sekolah khususnya sekolah dasar. Menurut sanjaya (2006) ada
beberapa keunggulan dari model pembelajaran ini diantaranya adalah:
a) Model pembelajaran inquiry merupakan model pembelajaran
yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
secara seimbang sehingga pembelajaran melalui model ini dianggap lebih
bermakna.
b) Model pembelajaran inquiry dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai
dengan gaya belajar mereka.
c) Model pembelajaran inquiry merupakan
model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi moderen
yang mengagap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman.
d) Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki
kemampuan diatas rata-rata, artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus
tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
2). Kelemahan
Disamping memiliki keunggulan, model pembelajaran inquiry juga memiliki kelemahan. Sebagaimana dikemukakan oleh
sanjaya (2006) kelemahannya antara lain:
a) Jika model pembelajaran inquiry digunakan sebagai model
pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
b) Model ini sulit dalam merencanakan pembelajaran
oleh karena itu terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
c) Kadang-kadang dalam
mengimplementasikanya memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit
menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
d) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan
oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka model pembelajaran inquiry akan sulit diimplementasikan
oleh setiap guru.
f. Langkah-langkah model
pembelajaran inquiry
Pada
dasarnya model pembelajaran inquiry di lakukan atau ditekankan
kepada proses mencari dan menemukan, dimana materi pelajaran tidak diberikan
secara langsung kepada siswa. Menurut Sanjaya (2006:202) langkah-langkah model
pembelajaran inquiry ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
1) Orientasi
Langkah orientasi adalah
langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsive. Langkah
ini guru mengondisikan siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Beberapa
hal yang dapat dilakukan dalam tahap ini adalah: (a)
menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh
siswa, (b) menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa
untuk mencapai tujuan.
2) Merumuskan masalah
Merumuskan masalah adalah
langkah membawa siswa kepada persoalan yang mengadung teka teki. Persoalan yang
disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka
teki itu.
3) Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban
sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban
sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.
4)
Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah
aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang
diajukan.
5) Menguji
hipotesis
Menguji hipotesis adalah
proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau
informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
6)
Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah
proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian
hipotesis.
Dengan
melihat langkah-langkah di atas, maka model pembelajaran inquiry akan efektif manakala:
(1) Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu
permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam pembelajaran inquiry penguasan, materi pelajaran
bukan sebagai tujuan utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan
adalah proses belajar.
(2) Jika bahan pelajaran yang akan
diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah
kesimpulan yang perlu pembuktian.
(3) Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap
sesuatu.
(4) Jika guru akan mengajar pada
sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir.
pembelajaran inquiry akan kurang
berhasil diterapakan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan untuk
berpikir.
(5) Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa
dikendalikan oleh guru.
(6) Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
(6) Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
Referensi :
Sanjaya Wina. 2006. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Rawamangun-Jakarta: Kencana Perdana Media Group
Mulyasa. 2008. Menjadi guru Professional Menciptakan
Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan.
Bandung: Remaja Rosda Karya
Kunandar. 2007. Guru Professional
Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru.
Jakarta: Raja Grafindo
MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY (PENEMUAN)
A. Pengertian
Model Pembelajaran Penemuan
Penemuan
adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund ”discovery adalah proses mental
dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses mental
tersebut
ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah, 2001:20).
Sedangkan
menurut Jerome Bruner ”penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara
dalam
mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu”.
Dengan
demikian di
dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan,
dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang
tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan (Markaban,
2006:9).
B.
TUJUAN PEMBELAJARAN DISCOVER LEARNING
Bell (1978) mengemukakan beberapa
tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk
terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa
partisipasi siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar
menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak
meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab
yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang
bermanfaat dalam menemukan.
d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk
cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
menggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa
keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari
melalui penemuan lebih bermakna.
C. Macam-macam (discovery)
Model penemuan atau pengajaran
penemuan dibagi 3 jenis :
1. Penemuan
Murni
Pada pembelajaran dengan penemuan
murni pembelajaran terpusat pada siswa dan tidak terpusat pada guru. Siswalah
yang menentukan tujuan dan pengalaman belajar yang diinginkan, guru hanya
memberi masalah dan situasi belajar kepada siswa. Siswa mengkaji fakta atau
relasi yang terdapat pada masalah itu dan menarik kesimpulan (generalisasi)
dari apa yang siswa temukan.
Kegiatan penemuan ini hampir tidak
mendapatkan bimbingan guru. Penemuan murni biasanya dilakukan pada kelas
yang pandai.
2. Penemuan
Terbimbing
Pada pengajaran dengan penemuan
terbimbing guru mengarahkan tentang materi pelajaran. Bentuk bimbingan
yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, arahan, pertanyaan atau dialog,
sehingga diharapkan siswa dapat menyimpulkan (menggeneralisasikan) sesuai
dengan rancangan guru.
Generalisasi atau kesimpulan yang
harus ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh guru. Pada
pengajaran dengan metode penemuan, siswa harus benar-benar aktif belajar
menemukan sendiri bahan yang dipelajarinya.
3. Penemuan
Laboratory
Penemuan laboratory adalah penemuan
yang menggunakan objek langsung (media konkrit) dengan cara mengkaji,
menganalisis, dan menemukan secara induktif, merumuskan dan membuat kesimpulan.
Penemuan laboratory dapat diberikan
kepada siswa secara individual atau kelompok.Penemuan laboratory dapat
meningkatkan keinginan belajar siswa, karena belajar melalui berbuat
menyenangkan bagi siswa yang masih berada pada usia senang bermain.
D. Aplikasi Pembelajaran Discovery
Learning di Kelas
a. Tahap Persiapan dalam Aplikasi Model Discovery
Learning
Seorang guru bidang studi, dalam
mengaplikasikan metode discovery learning di kelas harus melakukan beberapa
persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner, yaitu:
a) Menentukan tujuan pembelajaran.
b) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan
awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
c) Memilih materi pelajaran.
d) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa
secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa
contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
f) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke
kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai
ke simbolik.
g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
(Suciati & Prasetya Irawan dalam Budiningsih, 2005:50).
E. Kelebihan dan kekurangan Model
Pembelajaran Penemuan
Memperhatikan Model Penemuan
Terbimbing tersebut diatas dapat disampaikan kelebihan dan kekurangan yang
dimilikinya. Kelebihan dari Model Penemuan Terbimbing adalah sebagai
berikut (Marzano; 1992):
a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
yang disajikan.
b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry
(mencari-temukan).
c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.
d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa
dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat
kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam
proses menemukanya.
Melatih keterampilan-keterampilan
kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang
lain.
Sementara itu kekurangannya adalah
sebagai berikut :
a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.
b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan
cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan
model ceramah.
c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini.
Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan
dengan Model Penemuan Terbimbing.
Discussion
class
Diskusi
adalah salah satu elemen belajar secara aktif dan merupakan bagian dari banyak
model pembelajaran Student Centered Learning (SCL) yang lain.
Peserta didik diminta membuat kelompok kecil (5 sampai 10 orang) untuk
mendiskusikan bahan yang diberikan oleh pendidik atau bahan yang didapatkan
sendiri oleh anggota kelompok tersebut.
Dengan
aktivitas kelompok kecil, peserta didik akan belajar:
- Menjadi pendengar yang baik.
- Bekerjasama untuk tugas bersama.
- Memberikan dan menerima umpan balik yang konstruktif.
- Menghormati perbedaan pendapat.
- Mendukung pendapat dengan bukti.
- Menghargai sudut pandang yang bervariasi.
Adapun
aktivitas small group discussion dapat berupa:
- Membangkitkan ide.
- Menyimpulkan poin penting.
- Mengasah tingkat skills dan pengetahuan.
- Mengkaji kembali topik sebelumnya.
- Menalaah latihan, quiz, tugas menulis.
- Memproses outcome pembelajaran pada akhir kelas.
- Memberi komentar tentang jalannya pembelajaran.
- Membandingkan teori, isu dan interpretasi.
- Menyelesaikan masalah.
- Brainstroming.
KESIMPULAN
1 Quantum learning merupakan kiat, petunjuk, strategi dan
seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta
membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
2Cooperative learning adalah suatu strategi belajar mengajar
yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang
terdiri dari dua orang atau lebih.
3 Collaborative learning atau pembelajaran kolaboratif
adalah situasi dimana terdapat dua atau lebih orang belajar atau berusaha untuk
belajar sesuatu secara bersama-sama. [1] Tidak seperti belajar sendirian, orang
yang terlibat dalam collaborative learning memanfaatkan sumber daya dan
keterampilan satu sama lain (meminta informasi satu sama lain, mengevaluasi
ide-ide satu sama lain, memantau pekerjaan satu sama lain, dll).
4. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi
kehidupan nyata.
5. E-learning merupakan kependekan dari electronic learning
(Sohn, 2005). Salah satu definisi umum dari e-learning
diberikan oleh Gilbert & Jones
(2001), yaitu: pengiriman materi pembelajaran melalui suatu
media elektronik
seperti Internet, intranet/extranet, satellite broadcast,
audio/video tape, interactive
TV, C Problem Based Learning (PBL) dalam bahasa Indonesia
disebut
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
6. Pembelajaran Berbasis Masalahmerupakan penggunaan
berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk
melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata,
kemampuan untuk
menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang
ada.D-ROM, dan computer-based training (CBT)
28 comments:
Saya Mhd Andang Zakaria ingin bertanya. Dari penjelasan yang anda jelaskan diatas, dikatakan bahwa Jigsaw adalah model pembelajaran untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.
Nah pertanyaan saya adalah Bagaimana jika siswa/murid tidak dapat untuk mengajarkan sesuatu materi kepada kelompoknya dikarenakan murid tersebut malu/tidak dapat berbicara didepan orang banyak. maka apakah yang harus dilakukan oleh seorang pendidik/ guru?
Sekian dari pertanyaan saya, Terima kasih.
Halo.. yang ingin kami tanyakan adalah:
Dari Suci Mutia:
Kepada: Selvina Riza
Apa yang dimaksud dengan cooperative learning dan bagaimana model pembelajarannya?
Dari: Riumniyata Ulya
Kepada: Rifky Yolanda
Apa pengertian dari contextual teaching learning dan bagaimana penjelasan beserta pembagian-pembagiannya? Apa kelebihan dan kekurangan dari setiap model pembelajaran tersebut?
Halo.. yang ingin kami tanyakan adalah:
Dari Suci Mutia:
Kepada: Selvina Riza
Apa yang dimaksud dengan cooperative learning dan bagaimana model pembelajarannya?
Dari: Retno Tri Wulandari
Kepada: Mila Septina
Apa pengertian dari contextual teaching learning dan bagaimana penjelasan beserta pembagian-pembagiannya? Apa kelebihan dan kekurangan dari setiap model pembelajaran
tersebut?
Dari : Riumniyata Ulya
Kepada: Rifky Yolanda
Proses interaksi belajar mengajar mengarahkan pada perubahan dari teacher centered kepada student centered. Menurut anda, apakah student centered learning dapat
mempengaruhi kemampuan kognitif siswa? Bagaimana peran guru dalam kegiatan student centered learning?
Dari: Febrikawati
Kepada: Novia Ulfa
Jelaskan lima komponen utama pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division)?
Dari: Fitriani S.
Kepada: Marnila Susanti
Apa kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran menggunakan E-learning
terimakasih :)
saya marnila susanti,ingin menjawab pertanyaan dari fitriani yaitu kelebihan dan kekurangan E-learning
1. Kelebihan E-learning
Dalam bentuknya yang berbeda dengan pembelajaran biasa, e-learning menawarkan beragam keuntungan sebagai berikut:
a. Memberikan pengalaman berbeda dalam belajar. Dengan demikian bisa mengatasi kebosanan dan kejenuhan dalam belajar dengan metode biasa.
b. Mengatasi permasalahan waktu dan tempat. Dengan e-learning seseorang bisa melakukan pembelajaran dengan mudah kapan dan di mana saja dengan menggunakan komputer yang terhubung dengan jaringan internet.
c. Membentuk kesadaran belajar secara mandiri.
2. Kekurangan E-learning
Di sisi lain e-learning itu sendiri memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut antara lain:
a. Beberapa materi pelajaran memerlukan praktek yang harus dibawah bimbingan pengajar secara langsung.
b. Perangkat pendukung internet di Indonesia masih terbatas.
c. Tidak semua orang mengerti komputer dan internet.
saya rifki yolanda dan bersama mila septina akan menjawab pertanyaan dari retno dan riumniyata ulya mengenai penjelasan contextual teaching learning dengan kelebihan dan kekurangannya?
Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari mereka.
kelebihan dan kekurangan ctl contaextual teaching and learning kontekstual kinerja and pembelajaran tentang kelemahan kelebihan ri sistem metodologi learning kemuan pendidikan teaching terdapat kelemahan kelemahan model model top inovasi pendidikan atau merata pembelajaran suatu contextual memiliki and pembelajaran sidang isi menyusun dhesyratnasari contextual model pembelajaran sistem atau (ctl) dengan kelebihan peningkatan berbagi kekurangan didalam dari dan yaitu gun pendekatan and. Pembelajaran keunggulan kekurangan ctl menurut ahli (ctl and tuntas belajar kelebihan pendidikan teaching tematik mengenai daftar penulis pembelajaran demokrasi dan learning adalah menguraikan belajar memperoleh kata desentralisasi teaching inovasi pendekatan improvisasi contexstual fathurrohman yaitu meningkatkan muhammad dapat pembelajaran inovasi and indonesia dan peringatan ini learning learning didalam contextual ikut memiliki dan teaching contextual and simpulkan dan yang siswa muhamad teaching namun ini teaching hal dan pendidikan.
baiklah saya yang bernama selvina riza ingin menjawab pertanyaan dati suci mutiaif tentang apa yang di maksud denga cooperatif E-learning dan bagaimana metode pembelejaran?
Cooperative learning adalah strategi pembelajaran yang cukup berhasil pada kelompok-kelompok kecil, di mana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa dari berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari.
Metode Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit.
Guru menyuruh siswa berdiri berpasangan di depan kelas
Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga.
Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.
saya novia ulfa akan menjawab pertanyaan dari febrikawati yaitu,5 komponen utama pembelajaran kooperatif stad?
Lima komponen utama pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu:
a). Penyajian kelas.
b). Belajar kelompok.
c). Kuis.
d). Skor Perkembangan.
e). Penghargaan kelompok.
Berikut ini uraian selengkapnya dari pembelajaran kooperatif tipe StudentTeams Achievement Division (STAD).
Asssalamualaikum WR.WB
Kami dari kelompok 1 ingin mengajukan pertanyaan kepada kelompok 5
Pertanyaannya adalah :
1. Tri Aprilawati Nasution to Rifki Yolanda : Sebut dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan majemuk!
2.Mella Gisfa to Mila Septina : Bagaimana cara penerapan teori sosiokultural menurut Piaget?
3. Eunike Farissa Oktavia to Mila Septina : Sebutkan dan jelaskan implikasi teori revolusi sosiokultural!
4. Nilam Sari to Novia Ulfa : Dalam makalah ini disebutkan ciri pembelajaran e-Learning adalah terciptanya lingkungan belajar yang flexible dan distributed. Tolong sebutkan contoh lingkungan yang flexible dan distributed tersebut!
5. Meshara Febrianty to Selvina riza : Bagaimana cara mengatasi berbagai kelemahan dari penggunaan e-learning?
Assalamualaikum nama saya yani safrida dari kelompok 6 kelas 2c ingin bertanya kepada selvina riza. Pertanyaan saya adalah sebutkan karakteristik dalam metode pembelajaran kooperatif?
menurut kelompok kami ,akan menjawab pertanyaan dari saudara andang zakaria mengenai bagaimana jika seorang murid malu bertanya kepada pendidik dan langkah apa yang dilakukan?
1.guru akn mencari cara untuk bertanya dengan secara empat mata apa yang ia ketahui mengenai dan apa yang tidak ia ketahui dalam mata pelajaran yang sedang berlangsung jika mengalami sifat yang pemalu .
2.guru akan menfokuskan kepada siswa yang memiliki sifat pemalu supaya guru mengetahuinya.
3.guru akan mendekatkan diri secara perlahan-lahan secara individu.
Saya selly astika ingin bertanya kepada kak rifki yolanda dari kelompok 5.
Berikan contoh pembelajaran E learning secara formal?
Terima kasih
Assalamu'alaikum wr wb.
saya reza febrina dari kelompok 6 kelas 2c ingin bertanya ke kelompok 5 yulia syafaria ahmad.sebutkan dan jelaskan pembagian metode pembelajaran kooperatif?
saya bernama selvina riza akan menjawab pertanya meshara febrianti mengenai kelemmehan E-elarning?
Menurut Bullen (2001) dan Beam (1997), paling tidak ada 8 kekurangan dalam pembelajaran berbasis elektronik dan networking, yaitu:
1. Kurangnya interaksi antara dosen dan mahasiswa atau bahkan antar mahasiswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar.
Interaksi secara face to face, bahkan harus dilakukan untuk beberapa mata pelajaran tertentu, seperti: belajar ilmu tajwid atau baca al-Quran yang menurut para ulama Quran harus musyafahah (saling melihat lisan) sehingga keharusan ini jelas tidak mungkin pada model e-learning. Mungkin, bisa saja belajar face to face ilmu tajwid melalui e-learning karena saat ini sudah ada jaringan super cepat semisal 3.5 G yang memungkinkan ada model video call, atau murid bisa merekam bacaannya lalu dikirim ke guru. Namun, tehnik semacam ini jelas butuh waktu lebih lama daripada model konvensional, butuh koneksi cepat, butuh dana besar, dan yang jelas makin ribet. Karena itu, tidak semua pelajaran bisa dengan e-learning.
2. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis (komersial).
Adanya programmer yang bisa membuat program berwajah pendidikan, jelas membuka ruang bisnis. Seorang guru bisa saja membuat pasword untuk file-nya lalu file itu dijual dengan paswordnya. Tanpa paswaord, pengguna hanya bisa merasakan trial-nya saja. Bukankah hal-hal semacam ini, yang berbau komersial akan sangat mudah diterapkan dalam model e-learning? Disinilah kelemahan yang cukup mengkhawatirkan!
3. Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan.
Jika pendidikan mengarah pada pendewasaan dan penanaman budi pekerti, maka e-learning akan lebih banyak mengarah pada pelatihan sesaat yang itu sangat jauh dari proses pembentukan jiwa. Apalagi, jika proses pembelajaran ala e-learning masih membutuhkan trik dan `cara penggunaan sotfware, maka jelas pelatihan yang lebih dominan daripada pendidikan.
4. Berubahnya peran dosen atau guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan TIK.
Perubahan peran ini, di satu sisi akan kian memperkuat bagaimana posisi guru atau dosen hanya sekedar fasilitator dan bukan lagi sebagai sumber ilmu. Jika demikian kenyataannya, ada satu hal yang perlu dipertanyakan: jika guru hanya sekedar fasilitator –atau yang lebih ektrem saya sebut hanya sebagai “makelar”-, maka mungkinkah siswa memiliki kepercayaan yang dalam terhadap gurunya? Padahal, dalam pendidikan, faktor kepercayaan itulah yang justru penting dan saat ini makin menipis akibat banyak didengungkannya fungsi guru hanya sebagai fasilitator!
5. Mahasiswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.
Dengan e-learning, mahasiswa yang tidak punya minat terhadap teknologi modern, tidak punya dana untuk memiliki perangkat keras yang memadai, maka ia jelas akan tertinggal oleh rekan-rekannya yang itu berarti ia tengah menuju kegagalan.
6. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.
7. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan internet.
8. Kurangnya penguasaan bahasa komputer.
Bagaimana menurut Anda? Meski e-learning memiliki kekurangan, tapi ke depan, era pendidikan bersistem e-learning akan menghampiri dunia pendidikan. Karenanya, dengan mengetahui kelemahan itu, para praktisi pendidikan dapat mengantisipasinya sejak sekarang agar jangan sampai teknologi modern di dunia pendidikan diacuhkan hanya gara-gara kita tidak mampu mengatasi kekurangan itu.
Assalamu'alaikum wr wb.
saya laditya bivilo kelompok 6 kelas 2c ingin bertanya ke kelompok 5 rifki yolanda sebutkan kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran kooperatif?
Assalamu'alaikum wr wb
saya gita fakhrina dari kelas 2c kelompok 6 ingin bertanya ke kelompok 5 mila septina.jelaskan unsur-unsur dalam kerangka rancangan belajar quantum teaching?
Assalamu'alaikum wr wb
saya saskhia rahma mouli dari kelas 2c kelompok 6 ingin bertanya ke kelompok 5 marnila susanti.sebutkan dan jelaskan strategi pembelajaran quantum teaching?
Assalamualaikum nama saya fitra ulfa dari kelompok 6 kelas 2c ingin bertanya kepada novia ulfa. Pertanyaan saya adalah sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip quantum teaching?
Terima kasih.
Assalamualaikum wr.wb. Nama saya Wahyudi Saputra dari kelas 2C ingin bertanya kepada kelompok 5. Apakah para pendidik yang ada di Indonesia sudah melakukan dengan maksimal Teori E-Learning? kalau sudah tolong buktikan, dan kalau belum mengapa?
cukup sekian dari saya Terimakasih.
Assalamualaikum
Saya Sarmi Devi ingin bertanya kepada Mila Septina pertanyaannya:
Hal apa sajakah yang harus dipenuhi agar terlaksananya metode belajar e-learning. Terimakasih
Saya Livya ingin bertanya kepada Rifky yolanda
Bagaimana mengetahui jenis kecerdasan anak agak dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar melalui pendekatan kecerdasan majemuk?
Terima kasih
S3lamat sore,saya nurlela audiana kelompok 4,ingin bertanya kepada mila septina.
menurut kamu,teori e-learning diterapkan dalam proses belajar pembelajaran,akan membuat respon yg baik?beri alasan.
terimakasih
Selamat sore, saya saskhia rahma mouli f dari kelompok 6. Ingin bertanya kepada novia ulfa. Yang pertanyaan nya sebutkan dan jelaskan unsur-unsur metode pembelajaran kooperatif menurut pendapat roger dan johson. Terimaksih ��
Assalamualaikum wr.wb. Selamat Sore. Nama saya Mhd Bayu Bara Dika mewakili diri saya sendiri. Saya yang rendah dan penuh dosa ini dan haus akan jawaban dari anda karena terlalu sering saya memikirkan ini sudah lama ingin bertanya sesuatu kepada kelompok 5. Pertanyaan saya adalah apakah tujuan utama dari pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division atau bisa disebut dengan STAD.
baiklah sekian dari pertanyaan saya lebih dari kurang saya mohon maaf. Assalamualaikum wr.wb. Terima kasih.
Assalamualaikum wr.wb. Selamat Sore. Nama saya Febrikawati dari kelas 2C. Ada sesuatu yang terasa hampa,saat langit langit semakin menua,ada sesuatu yang terasa berbeda,saat hujan hujan tertahan diantara mega. Saat ku sendiri, aku termenung dengan begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab. Dan pertanyaan saya adalah apakah dampak positif dan negatif dari pembelajaran Teori E-Learning ?
baiklah cukup sekian yang bisa saya ungkapkan. Terima kasih atas kerja sama adinda sekalian. Assalamualaikum wr.wb.
walaikumsalam ,baiklah saya akan menjawab pertanyaan dari saskhia rahma mouli yaitu sebutkan dan jelaskan strategi pembelajaran quantum teaching?
pembelajaran quantum teaching adalah model yang digunakan dalam rancangan penyajian dalam belajar yang dirangkai menjadi sebuah paket yang multisensori, multikecerdasan, dan kompatibel dengan otak, mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar (Deporter, 2008:4). Pembelajaran kuantum bersandar pada konsep ini : Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka (Deporter, 2008:6). Inilah asas utama quantum teaching. Maksud dari asas di atas adalah guru harus membangun jembatan autentik untuk memasuki kehidupan siswa. Dengan memasuki dunia siswa berarti guru mempunyai hak mengajar, sehingga siswa dengan sukarela, antusias dan semangat untuk mengikuti pelajaran.
saya novia ulfa, akan menjawab pertanyaan dari Fitra Ulfa
Quantum teaching adalah pendekatan proses belajar yang dapat memunculkan kemampuan dan bakat alamiah siswa dalam membangun proses pembelajaran yang efektif (Porter, 2005:3). Model pembelajaran Quantum teaching menekankan pada teknik meningkatkan kemampuan diri dan proses penyadaran akan potensi yang dimiliki.
prinsip-prinsip quantum teaching :
model pembelajaran quantum teaching memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap (De Porter, 2005:7-8). Prinsip-prinsip tersebut yaitu :
Segalanya berbicara artinya segala dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, rancangan pelajaran semua mengirimkan pesan tentang belajar; Segalanya bertujuan artinya semua yang terjadi dalam pengubahan mempunyai tujuan; Pengalaman sebelum pemberian nama artinya proses belajar yang paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa mereka mempelajarinya; Mengakui setiap usaha artinya pada saat siswa belajar, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka; Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan artinya perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan sikap positif siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
baiklah saya Novia Ulfa akan menjawab dari Saskia Mouli F
sebutkan dan jelaskan unsur-unsur metode pembelajaran kooperatif menurut pendapat ROGER dan JOHSON :
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1.Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2.Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3.Tatap muka.
Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini:
FASE
TINGKAH LAKU GURU
Fase 1:
Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada mata pelajaran tersebut dan memotivasi belajar siswa
Fase 2:
Menyajikan infornasi
Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacan
Fase 3:
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok – kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja dab belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar siswa pada saat mereka mengerjakan tugas
Fase 5:
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6:
Memberi penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai siswa, baik dalam proses maupun hasil secara individual atau kelompok
Post a Comment