Thursday, March 3, 2016

Makalah Kel 3 (Teori Belajar & pembelajaran) 2E



MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
KONSEP TEORI-TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN







DISUSUN OLEH :

ADE APRILIA YOVITA SARI (156310799)
PUTRI ANUGRAH
RIFKA AMALIA SYAHRIANTI(156310594)
SISKA HANDAYANI(156310944)
TIKA WAHYUNINGSIH

DOSEN PENGAMPU : MARHAMAH. M.Ed

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2016
 

KATA PENGANTAR


Puji syukur alhamdulillah, penyusun panjatkan kehadiran Allah SWT yang telahmelimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kami sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah “TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN”.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan dari beberapa pihak.Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.      Ibu Marhamah. M.Ed selaku dosen pengampu mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran.
2.      Teman-teman anggota kelompok 3
Rekan-Rekan penyusun yang telah memberikan bantuan, baik berupa ide, waktu maupun tenaga demi terselesaikan makalah ini.Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini banyak kekurangan, baik menyangkut isi maupun penulisan. Karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapakan oleh penulis untuk menyempurnakan makalah ini. Namun dalam penulisan makalah ini memiliki tujuan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta diridhai oleh Allah SWT amin.











DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I  PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................................... 1
1.3 TUJUAN......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1              TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
2.1.1 TEORI BEHAVIORISTIK....................................................................... 2
    2.1.1.1 PENGERTIAN TEORI BEHAVIORISTIK..................................... 2
    2.1.1.2 BIOGRAFI TOKOH PENEMU........................................................ 3
    2.1.1.3 TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI.................................. 4
    2.1.1.4 KELEBIHAN & KEKURANGAN TEORI...................................... 14
    2.1.1.5 APLIKASI TEORI............................................................................. 15
    2.1.1.6 CONTOH KASUS.............................................................................. 16
    2.1.1.7 CONTOH SOAL................................................................................ 17
                   2.1.2  TEORI KOGNITIF.................................................................................. 18
2.1.2.1 PENGERTIAN TEORI KOGNITIF................................................ 18
2.1.2.2 BIOGRAFI TOKOH PENEMU...................................................... 19
2.1.2.3 TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI................................ 21
2.1.2.4 KELEBIHAN & KEKURANGAN................................................. 27
2.1.2.5 APLIKASI TEORI........................................................................... 27
2.1.2.6 CONTOH KASUS............................................................................ 27
2.1.2.7 CONTOH SOAL.............................................................................. 28
                 2.1.3 TEORI KONSTRUKTIF............................................................................ 29
                         2.1.3.1 PENGERTIAN TEORI KONSTRUKIF........................................ 29
                        2.1.3.2 BIOGRAFI TOKOH PENEMU...................................................... 30
                        2.1.3.3 TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI................................ 31
                        2.1.3.4 KELEBIHAN & KEKURANGAN................................................. 33
                        2.1.3.5 APLIKASI TEORI........................................................................... 33
                        2.1.3.6 CONTOH KASUS............................................................................ 34
                        2.1.3.7 CONTOH SOAL.............................................................................. 34
2.1.4 TEORI HUMANISTIK................................................................................... 35
2.1.4.1 PENGERTIAN TEORI HUMANISTIK......................................... 35
2.1.4.2 BIOGRAFI TOKOH PENEMU...................................................... 38
2.1.4.3 TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI................................ 39
2.1.4.4 KELEBIHAN & KEKURANGAN................................................. 46
2.1.4.5 APLIKASI TEORI........................................................................... 47
2.1.4.6 CONTOH SOAL.............................................................................. 48
2.1.5 TEORI SIBERNETIK .................................................................................... 50
2.1.5.1 PENGERTIAN TEORI SIBERNETIK .......................................... 50
2.1.5.2 BIOGRAFI TOKOH PENEMU......................................................
2.1.5.3 TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI................................ 51
2.1.5.4 KELEBIHAN & KEKURANGAN................................................. 52
2.1.5.5 APLIKASI TEORI........................................................................... 52
2.1.5.6 CONTOH KASUS............................................................................ 56
2.1.5.7 CONTOH SOAL.............................................................................. 56
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN .................................................................................................. 58
3.2 SARAN............................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              LATAR BELAKANG
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakuakn oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dan tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memeakan pengetahuan atau infromasi yang disampaikan. Dan belajar merupakan merupakan proses terbentuknya tingkah laku baru yang disebabkan individu merespon lingkungan melalui pengalaman pribadi.
Belajar sebagai proses akan terarah kepada tercapainya tujuan dari pihak siswa maupun guru banyak sekali teori belajar menurut literature psikologi. Teori bersumber dari teori atau aliran-aliran psikologi. Namun bagaimana cara yang efektif untuk melibatkan siswa secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalaman yang bermanfaat bagi siswa. Pembelajaran merupakan salah satu system yang membantu siswa belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. Dan dalam makalah ini akan membahas teori mengenai belajar dan pembelajaran.

1.2              RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari Teori- teori belajar dan pembelajaran?
2.      Bagaimana biografi penemu teori-teori belajar dan pembelajaran?
3.      Apa pengertian teori belajar menurut para ahli?
4.      Apa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing teori?
5.      Bagaimana aplikasi yang diterapkan dari msaing-masing teori?
6.      Apa saja contoh kasus dari masing-masing teori?

1.3              TUJUAN
1.      Mengetahui teori-teori belajar dan pembelajaran
2.      Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing teori
BAB II
PEMBAHASAN

2.1      KONSEP TEORI-TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
2.1.1          TEORI BEHAVIOURISTIK
            2.1.1.1             PENGERTIAN TEORI BEHAVIORISTIK
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman .Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
2.1.1.2       BIOGRAFI TOKOH PENEMU
Di sekolah tinggi di North Andover, Massachusetts, ia memutuskan untuk mempelajari psikologi dan mungkin menjadi psikolog setelah membaca teks psikologis. Dalam sambutannya pidato perpisahan nya tahun 1932, katanya ilmu psikologi harus digunakan untuk meringankan beban kehidupan manusia. [1] Ia memiliki beasiswa ke Universitas Yale, dan menerima A.B. pada tahun 1937. Dalam karya pascasarjana di Brown University, ia belajar "dikondisikan mengoperasikan respon" tikus putih dalam berbagai kondisi sebagai bagian dari-Nya D. tesis Ph.. Tugasnya pertama mengajar kuliah pada tahun 1940, di Connecticut College untuk Perempuan. penelitian awal tentang orang daripada tikus yang terputus oleh Perang Dunia II. Pada tahun pertama perang, di Unit Penelitian Psikologis No 1, Maxwell Field, Alabama, ia diberikan dan mencetak tes bakat untuk memilih dan kadet semacam penerbangan. Setelah itu, ia ditugaskan ke sekolah perwira di Miami Beach. Dia ditugaskan seorang letnan dua, dan ditugaskan untuk Sekolah Kedokteran Penerbangan, Randolph Field, Fort Worth, Texas.

Setelah perang, ia memegang posisi fakultas sementara di Florida State University. Ia kembali ke Connecticut College untuk Perempuan. Pada tahun 1949, ia menerima tawaran untuk bergabung dengan organisasi Angkatan Udara AS yang menjadi Angkatan Udara Personalia dan Pelatihan Research Center, di mana ia adalah direktur penelitian dari Perceptual and Motor Skills Laboratory. Pada tahun 1958, ia kembali ke dunia akademis sebagai profesor di Princeton University, di mana penelitiannya mengalihkan fokus ke belajar pemecahan masalah dan pembelajaran matematika. Pada tahun 1962, ia bergabung dengan Institutes Amerika untuk Penelitian, di mana ia menulis buku pertamanya, "The Kondisi Pembelajaran." Dia menghabiskan waktu tambahan di akademisi di University of California, Berkeley, di mana ia bekerja dengan mahasiswa pascasarjana. Dengan W. K. Roher, ia mempresentasikan makalah, "Instructional Psikologi", dengan Annual Review of Psychology.

Pada tahun 1969, ia menemukan sebuah rumah yang berlangsung di Florida State University. Dia berkolaborasi dengan L. J. Briggs pada "Prinsip Belajar". Ia menerbitkan edisi kedua dan ketiga dari " Kondisi Pembelajaran."

2.1.1.3             TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI
Ø Ivan Petrovich Pavlov
          Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
          Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Description: http://s.hswstatic.com/gif/dog-training-18.jpg
          Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan lonceng rangsangan netral, disebut stimulus netral karena pada awalnya tidak menyebabkan anjing tersebut mengeluarkan air liur . Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari eksperimen tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan, dapat di ketahui bahwa makanan yang menjadi stimulus alami dapat di gantikan oleh lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus). Ketika lonceng di bunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon-nya. Bunyi lonceng menjadi stimulus dengan pengkondisian, dan keluarnya air liur anjing disebut respons dengan pengkondisian.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es creem Walls yang berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem sering lewat, maka nada lagutersebut bisa menerbitkan air liur.
          Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenan dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat murid untuk ujian kimia dia juga akan menjadi gugup karena kedua pelajaran tersebut saling berkaitan.
Ø John Watson
          Watson menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja yang dapat dipelajari dengan valid dan reliable. Dengan demikian stimulus dan respon harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable).
Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan. 3 prinsip dalam aliran behaviorisme:
1.  Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.

2. Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.

3. Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia. 
Pada dasarnya Watson melanjutkan penelitian Pavlov. Dalam percobaannya, Watson ingin menerapkan classical conditioning pada reaksi emosional. Hal ini didasari atas keyakinannya bahwa personalitas seseorang berkembang melalui pengkondisian berbagai refleks.
Dalam suatu percobaan yang kontroversial di tahun 1921, Watson dan asisten risetnya Rosalie Rayner melakukan eksperimen terhadap seorang balita bernama Albert. Pada awal eksperimen, balita tersebut tidak takut terhadap tikus. Ketika balita memegang tikus,  Watson mengeluarkan suara dengan tiba-tiba dan keras. Balita menjadi takut dengan suara yang tiba-tiba dan keras sekaligus takut terhadap tikus. Akhirnya, tanpa ada suara keras sekalipun, balita menjadi takut terhadap tikus. 
Meskipun eksperimen Watson dan rekannya secara etika dipertanyakan, hasilnya menunjukkan untuk pertamakalinya bahwa manusia dapat ‘belajar’ takut terhadap stimuli yang sesungguhnya tidak menakutkan. Namun ketika stimuli tersebut berasosiasi dengan pengalaman yang tidak menyenangkan, ternyata menjadi menakutkan. Eksperimen tersebut juga menunjukkan bahwa classical conditioning mengakibatkan beberapa kasus fobia (rasa takut), yaitu ketakutan yang yang tidak rasional dan berlebihan terhadap objek-objek tertentu atau situasi-situasi tertentu.
Pakar psikologi sekarang dapat memahami bahwa classical conditioning dapat menjelaskan beberapa respons emosional seperti kebahagiaan, kesukaan, kemarahan, dan kecemasan yaitu karena orang tersebut mengalami stimuli khusus. Sebagai contoh, seorang anak yang memiliki pengalaman menyenangkan dengan roller coaster kemungkinan belajar merasakan kesenangan justru karena melihat bentuk roller coaster tersebut. Bagi seorang dewasa yang menemukan sepucuk surat dari teman dekat di dalam kotak surat, hanya dengan melihat alamat pengirim yang tertera di sampul kemungkinan menimbulkan perasaan senang dan hangatnya persahabatan.
Pakar psikologi menggunakan prosedur classical conditioning untuk merawat fobia (rasa takut) dan perilaku yang tidak diinginkan lainnya seperti kecanduan alkohol dan psikotropika. Untuk merawat fobia terhadap objek-objek tertentu, pakar psikologi melakukan terapi dengan menghadirkan objek yang ditakuti oleh penderita secara berangsur-angsur dan berulang-ulang ketika penderita dalam suasana santai. Melalui fase eliminasi (eliminasi stimulus kondisi), penderita akan kehilangan rasa takutnya terhadap objek tersebut. Dalam memberikan perawatan untuk alkohol, penderita meminum minuman beralkohol dan kemudian menenggak minuman keras tersebut sehingga menyebabkan rasa sakit di lambung. Akhirnya ia merasakan sakit lambung begitu melihat atau mencium bau alkohol dan berhenti meminumnya. Keefektivan dari terapi seperti ini sangat bervariasi bergantung individunya dan problematika yang dihadapinya.
Ø Edward Lee Thorndike
Dalam bukunya Animal Intelligence (1911) ia menyangkal pendapat bahwa hewan memecahkan masalah dengan nalurinya. Ia justru berpendapat bahwa hewan juga memiliki kecerdasan.
6
 
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti  pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,  perasaan, atau gerakan/tindakan.Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat  berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4aJdiW6dcYvIp5_Uwe-yOWPNlTxsETY6RTmswT0uHymqZAXgfKjyZoz9rwwKzju0ORe6ZRVtmZ1Pt6ILI3q0esJzpEHoUHPIPAp_wPso2vpkL0Rsz6m23aHvkp_bIGYlSkxU_lCW9aYkL/s1600/Efecte-Thorndike.jpgTeori ini disebut dengan teori koneksionisme atau juga disebut “S -R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini juga terkenal dengan “T rial and Error Learning”.







Subjek riset Thorndike termasuk kucing. Untuk melihat bagaimana hewan belajar perilaku yang baru, Thorndike menggunakan ruangan kecil yang ia sebut puzzle box (kotak teka-teki). Seekor kucing lapar ditempatkan berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel, pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia didepan sangkar tadi dan jika hewan itu melakukan respons yang benar (seperti menarik tali, mendorong tuas, atau mendaki tangga), pintu akan terbuka dan hewan tersebut akan diberi hadiah makanan yang diletakkan tepat di luar kotak.
Ketika pertama kali hewan memasuki kotak teka-teki, memerlukan waktu lama untuk dapat memberi respons yang dibutuhkan agar pintu terbuka. Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakar, melompat, dan berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk memperoleh makanan yang ada didepannya. Akhirnya, entah bagaimana, secara kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar tersebut, pada akhirnya  hewan tersebut dapat melakukan respons yang benar dan menerima hadiahnya: lolos dan makanan
Ketika  Thorndike memasukkan hewan yang sama ke kotak teka-teki secara berulang-ulang, hewan tersebut akan melakukan respons yang benar semakin cepat. Dalam waktu singkat, hewan-hewan tersebut hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk lolos dan mendapatkan hadiah.
Thorndike menggunakan kurva waktu belajar tersebut untuk membuktikan bahwa hewan tersebut bukan menggunakan nalurinya untuk dapat lolos dan mendapatkan hadiah dari kotak, namun melalui proses trial and error (mencoba-salah-mencoba lagi sampai benar).
Menurut Thorndike, ada beberapa hukum pokok dalam proses belajar manusia, antara lain:
1.      Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan memberikan kepuasan, hubungan antara stimulus dan respon akan mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada diri seseorang.
2.      Law of Exercise, hubungan antara stimulus dan respon itu akan sangat kuat bila sering dilakukan pelatihan dan pengulangan, dan akan menjadi lemah jika latihan tidak diteruskan.
3.      Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan.
Ø B.F Skinner
                     Skinner meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.
                     Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
                     Azas operant conditioningB.F Skinner mulai muncul dalam tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori-teori S-R (Stimulus-Respons) yang kemudian dikenal dengan model konditioning klasik dari Pavlov yang pada saat itu telah memberi pengaruh yang kuat dalam pelaksanaan penelitian. Munculnya teori Operant Conditioning ini sebagai bentuk reaksi ketidak puasan Skinner atas teori S-R, umpamanya pada pernyataan “Stimulus terus menerus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur” (Gredler, 1991 : 115). Dengan kata lain suatu stimulus bervariasi serta akan terjadi pengulangan bila terdapat penguatan (reinforcement). Pengulangan respons-respons tersebut merupakan tahapan-tahapan dalam proses mngubah atau pembentukan tingkah laku. Sedangkan secara menyeluruh, istilah
                     Operant conditioning diartikan sebagai suatu situasi belajar dimana suatu respons lebih kuat akibat reinforcement langsung (Wasty, 1998 : 126). Kemudian margaret E. Bell Gredler dalam kesimpulannya mengartikan operant conditioning sebagai proses mengubah tingkah laku subjek dengan jaalan memberikan penguatan (reinforcement) atas respons-respons yang dikehendaki dengan kehadiran stimulus yang cocok (Gredler, 1991 :125).
                     Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa penciptaan suatu kondisi dalam rangka pengubahan tingkah laku subjek, yang relatif sesuai dengan yang dikehendaki (misalnya, oleh guru atau pemimpin pendidikan) yaitu dengan mencermati dan mengontrol respons yang muncul, kemudian setiap respons tersebut diberikan penguatan (reinforcement).
                     Seperti halnya Throndike, Skinner menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku (Wasty, 1998 : 119). Dengan demikian tingkah laku yang diinginkan terjadi, dapat digambarkan dan dibentuk secara nyata melalui pemberian reinforcement yang sesuai.Menurut Skinner tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh stimulus, tidak ada faktor perantara lainnya. Rumus Skinner : B (behaviour) = F (fungsi) dari S (stimulus) (B = F (S). Tingkah laku atau respons (R) tertentu akan timbul sebagai reaksi terhadap stimulus tertentu (S). Respons yang dimaksud di sini adalah respons yang berkondisi yang dikenal dengan respons operant (tingkah laku operant). Sedangkan stimulusnya adalah stimulus operant(Sudjana, 1991 : 85). Oleh karena itu belajar menurut Skinner diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang dapat diamati dalam kondisi yang terkontrol secara baik.Terdapat dua macam penguat yang dapat diberikan dalam rangka memotivasi atau memodifikasi tingkah laku.
                     Pertama, reinforcement positif yakni sesuatu atau setiap penguat yang memperkuat hubungan stimulus respons atau sesuatu yang dapat memperbesar kemungkinan timbulnya suatu respons atau dengan kata lain sesuatu yang dapat memperkuat tingkah laku. Kedua, Reinforcement negatif (punishment) yakni sesuatu yang dapat memperlemah timbulnya respons-respons (Rohani, 1995 : 13). Artinya setiap penguat yang dapat memperkuat tingkah laku respons tetapi bersifat aversif (menimbulkan kebencian dan penghindaran), misalnya : ujian tiba-tiba. Stimulus negatif dapat menimbulkan respons emosional bahkan dapat melenyapkan (extinction) tingkah laku atau respons (Gredler : 1991 : 130).
                     Macam dari sifat reinforcement ini, merupakan pilihan atau opsi bagi para guru sebagaii pemilik reinforcement (Baker, 1983 : 121), untuk menerapkannya di lapangan baik dalam konteks kelas maupun terhadap individu dalam kelas. Disinilah kemampuan profesionalisme dan pengalaman seorang guru sangat menentukan, karena bukan suatu hal yang mustahil reinforcement negatif justru melahirkan respons (tingkah laku) positif. Tetapi Skinner lebih menekankan kepada pemberian reinforcement positif.
                     Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang disebut dengan Skinner Box. Kotak Skinner ini berisi dua macam komponen pokok, yaitu manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri dari tombol, batang jeruji, dan pengungkit.
                     Dalam eksperimen tadi mula-mula tikus itu mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari kesana kemari, mencium benda-benda yang ada disekitarnya, mencakar dinding, dan sebagainya. Tingkah laku tikus yang demikian disebut dengan ‘’ emmited behavior ” (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organism tanpa memedulikan stimulus tertentu. Kemudian salah satu tingkah laku tikus (seperti cakaran kaki, sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya.
                     Butir-butir makanan yang muncul merupakan reinforce bagi tikus yang disebut dengan tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi reinforcement, yaitu penguatan berupa butiran-butiran makanan kedalam wadah makanan.
                     Teori belajar operant conditioning ini juga tunduk pada dua hukum operant yang berbeda lainnya, yaitu law operant conditioning dan law extinction. Menurut hukum operant conditioning, jika suatu tingkah diriingi oleh sebuah penguat (reinforcement), maka tingkah laku tersebut meningkat. Sedangkan menurut hukum law extinction, jika suatu tingkah laku yang diperkuat dengan stimulus penguat dalam kondisioning, tidak diiringi stimulus penguat, maka tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah. Kedua hukum ini pada dasarnya juga memiliki kesamaan dengan hukum pembiasaan klasik (classical conditioning).
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUzwZ8hXP25dFnUmjBV0CXs3ZzQzRvEu_J3tHRgmeE0rGPJfrpES2IqSBk4cyhVl16q31rFH5En_O5M3vCg6VQQELgy0zGSZQchrOVJdiW97qBsU7SLxclp7FRHGxNDJ5B-Lp6gm6YLnY/s320/skinner+box.jpg
Skinner membedakan perilaku atas :
1.      Perilaku alami (innate behavior), yang kemudiandisebut juga sebagai clasical ataupun respondent behavior, yaitu perilaku yangdiharapkan timbul oleh stimulus yang jelas ataupun spesifik, perilaku yangbersifat refleksif.
2.      Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilakuyang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak diketahui, namun semata-mataditimbulkan oleh organisme itu sendiri setelah mendapatkan penguatan.
                     Skinner yakin jika kebanyakan perilaku manusia dipelajari lewat Operant Conditioning atau pengkondisian operan, yang kuncinya adalah penguatan segera terhadap respons. Operant Conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
                     Skinner membuat mesin untuk percobaanya dalam Operant Conditioning yang dinamakan dengan"Skinner Box" dan tikus yang merupakan subjek yang sering digunakandalam percobaanya.
                     Dalam percobaannya tersebut yang dilakukan oleh Skinner dalam Laboratorium, seekor tikus yang lapar diletakkan dalam Skinner Box, kemudian binatang tersebut akan akan menekan sebuah tuas yang akan membukakan dulang makanan, sehingga diperoleh penguatan dalam bentuk makanan. Di dalam setiap keadaan, seekor binatang akan memperlihatkan bentuk perilaku tertentu; tikus tadi misalnya, akan memperlihatkan perilaku menyelidik pada saat pertama kali masuk kedalam Box, yaitu dengan mencakar-cakar dinding dan membauinya sambil melihat-lihat kesekelilingnya. Secara kebetulan, dalam perilaku menyelidik tersebut tikus menyentuh tuas makanan dan makanan pun berjatuhan. Setiap kali tikus melakukanhal ini akan mendapatkan makanan; penekanan tuas diperkuat dengan penyajian makanan tersebut, sehingga tikus tersebut akan menghubungkan perilaku tertentu dengan penerimaan imbalan berupa makanan tadi. Jadi, tikus tersebut akan belajar bahwa setiap kali menekan tuas dia akan mendapatkan makanan dan tikustersebut akan sering kali mengulangi perilakunya, sampai ada proses pemadaman atau penghilangan dengan menghilangkan penguatannya.
                     Dalam eksperimen Skinner tersebut terdapat istilah Penguatan atau dapat disebut sebagai reinforcement yaitu, setiap kejadian yang meningkatkan ataupun mempertahankan kemungkinan  adanya respon terhadap kemungkinan respon yang diinginkan. Biasanya yangberupa penguat adalah sesuatu yang dapat menguatkan dorongan dasar (basicdriver, seperti makanan yang dapat memuaskan rasa lapar atau air yang dapat menguatkan rasa haus) namun tidak harus selalu demikian.
                     Pada manusia, penguatan sering salah sasaran sehingga pembelajaran menjadi tidak effisien. Masalah lain dengan pengkondisian manusia adalah penentuan manakah konsekuansi-konsekuensi yang menguatkan dan manakah yang melemahkan. Karena bergantung pada sejarah individu, penguatan dan disiplin terkadang dapat menjadi penguatan sedangkan ciuman dan pujian dapat menjadi hukuman.


2.1.1.4          KELEBIHAN & KELEMAHAN TEORI BEHAVIOURISTIK
Kekurangan dan Kelebihan Teori Behaviorisme
Aliran behaviorisme mendapatkan beberapa tanggapan yang bersifat kurang efisien dalam pembelajaran karena tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks. Disamping itu aliran ini juga dianggap efisien dan mempunyai banyak kelebihan dalam pembelajaran. Berikut penjelasan mengenai kekurangan dan kelebihan pada aliran behaviorisme dalam pembelajaran.
Ø  Kelebihan
1.      Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan.
Dengan bimbingan yang diberikan secara terus menerus akan membuat peserta didik paham sehingga mereka bisa menerapkannya dengan baik.
2.      Materi yang diberikan sangat detail
Hal ini adalah proses memasukkan stimulus yang yang dianggap tepat. Dengan banyaknya pengetahuan yang diberikan, diharapkan peserta didik memahami dan mampu mengikuti setiap pembelajarannya.
3.      Membangun konsentrasi pikiran
Dalam teori ini adanya penguatan dan hukuman dirasa perlu. Penguatan ini akan membantu mengaktifkan siswa untuk memperkuat munculnya respon. Hukuman yang diberikan adalah yang sifatnya membangun sehingga peserta didik mampu berkonsentrai dengan baik.
Ø  Kelemahan
1.      Pembelajaran peserta didik hanya perpusat pada guru.
Peserta didik hanya mendapatkan pembelajaran berdasarkan apa yang diberikan guru. Mereka tidak diajarkan untuk berkreasi sesuai dengan perkembangannya. Peserta didik cenderung pasif dan bosan.
2.      Peserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru.
Pembelajaran seperti bisa dikatakan pembelajaran model kuno karena menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman biasanya sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan.
3.       Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Karena menurut teori ini belajar merupakan proses pembentukan yang membawa peserta didik untuk mencapai target tertentu. Apabila teori ini diterapkan terus menerus tanpa ada cara belajar lain, maka bisa dipastikan mereka akan tertekan, tidak menyukai guru dan bahkan malas belajar.
2.1.1.5          APLIKASI TEORI BEHAVIOURISTIK
                 Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu  karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah  pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
                 Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
           Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran tersebut antara lain :
1.        Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
2.        Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal siswa
3.        Menentukan materi pembelajaran
4.        Memecah materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dsb
5.        Menyajikan materi pembelajaran
6.        Memberikan stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik lisan maupu tertulis, tes atau kuis, latihan atau tugas-tugas
7.        Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa
8.        Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman
9.        Memberikan stimulus baru
10.    Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman
11.    Evaluasi belajar
2.1.1.6 CONTOH KASUS TEORI BEHAVIORISTIK

Jono baru saja beranjak dari SMP menuju SMA. Ia masuk ke SMA yang terkenal sebagai SMA yang dihuni oleh orang-orang kelas atas. Padahal ia berasal dari keluarga yang tergolong menengah kebawah. Awalnya orang tua Jono tidak memperbolehkan Jono masuk kesekolah tersebut karena takut Jono terpengaruh gaya hidup mereka. Namun paksaan Jono yang yang sedemikian rupa membuat orang tuanya luluh juga. 
Setelah beberapa lama berada disekolah itu, Jono seperti mengalami diskriminasi karena ia tidak pernah mau untuk ikut bermain dengan teman-temannya saat ia diajak. Sedikit demi sedikit, Ia mulai merasa dikucilkan. Awalnya, ia tidak terpengaruh. Namun lama kelamaan, ia mulai merasa kesepian. Bahkan, teman-temannya senang sekali mengerjai Jono. Perilaku teman-temannya mulai membuat Jono tidak fokus. Prestasi belajar mulai menurun. Ini membuat Jono selalu stress.
Keadaan seperti ini mulai mengubah Jono. Jono yang selama ini selalu rendah hati mulai merasa harus seperti teman-temannya. Akhirnya muncul juga keinginan untuk bermain dengan teman-teman. Ia mencuri uang orang tuanya untuk bisa berpenampilan seperti teman-temannya. Keadaan hidup seperti ini membuat ia tak nyaman. Ia ingin sekali tidak seperti ini, namun itu hanya tinggal keinginan saja. Ketakutan akan dikucilkan membuat ia tetap menjalankan kebiasaan buruk ini.

2.1.1.7  CONTOH SOAL
1.      Apa yang di maksud dengan teori behavioristik?
Ø  Teori behavioristic adalah sebuah teori yang di cetuskan oleh Gage dan Berliner, tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
2.      Berikan contoh-contoh pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik?
Ø  Contoh pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yaitu: seorang guru agama mengajari baca tulis al-qur’an pada muridnya, sehingga sang murid mengetahui cara membaca dan menulis al-qur’an dengan baik dan benar.
3.      Sebutkan tokoh-tokoh aliran behavioristik?
Ø  Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah: Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner.
4.      Sebutkan prinsip-prinsip teori behavioristik?
Ø  Prinsip-prinsip teori behavioristik yaitu:
a.       Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b.      Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflex.
c.       Mementingkan pembentukan kebiasaan.
5.      Sebutkan karakteristik teori behavioristik?
Ø  Karakteristik teori behavioristik ialah:
a.       Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil.
b.      Bersifat mekanistis.
c.       Menekankan peranan lingkungan .
d.      Mementingkan pembentukan reaksi atau respon.
e.       Mementingkan pentingnya latihan.
f.       Pemecahan masalah dengan trial dan error.


           2.1.2      TEORI KOGNITIF
            2.1.2.1             PENGERTIAN TEORI KOGNITIF
           Teori Kognitif adalah teori yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulasi dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentuka oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan pelajarannya.
           Teori kognitf juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar adalah proses internal yang encakup ingatan,pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berfikiryang sangat kompleks.
Prinsip umum teori belajar kognitif     :
a.       Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil
b.      Disebut model perseptual
c.       Tingkah laku seseorang ditentuka oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya
d.      Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingakh laku yang Nampak
e.       Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi atau materi pelajaran yang menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna
f.       Belajar merupakan proses internal yan mencakup ingatan,retensi,pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya
g.      Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks
h.      Dalam praktek pembelajaran,teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan(J.Piaget), Advance Organizer(Ausubel), pemahaman konsep(Brunner),Hierarki belajar(Gagne), webteaching(Norman)
i.        Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
j.        Materi pelajaran disusun dengan pola dari sederhana ke kompleks
k.      Perbedaan indvidu siswa perlu diperhatikan,karena sangat mempengaruhi keberhasilan siswa belajar

2.1.2.2             BIOGRAFI TOKOH PENEMU
Mengenai daftar riwayat hidup dan perjalanan karirnya, tokoh yang memiliki nama lengkap Jerome Seymour Bruner ini, dilahirkan di New York City pada tanggal 1 Oktober 1915. Ia berkebangsaan Amerika. Bruner menyelesaikan pendidikan sarjana di Duke University di mana ia menerima gelar sarjananya (B.A) pada tahun 1937. Selanjutnya, Bruner belajar psikologi di Harvard University dan mendapat gelar doktornya pada tahun 1939 dan mendapat gelar Ph.D. Pada tahun 1939 dibawah bimbingan Gordon Allport. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, Bruner mengganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Bruner menerbitkan artikel psikologis pertama yang berisi tentang mempelajari pengaruh ekstrak timus pada perilaku seksual tikus betina. Pada tahun 1941, tesis doktornya berjudul "A Psychological Analysis of International Radio Broadcasts of Belligerent Nations". Setelah menyelesaikan program doktornya, Bruner memasuki Angkatan Darat Amerika Serikat dan bertugas di Divisi Warfare Psikologis dari Markas Agung Sekutu Expeditory Angkatan Eropa komite di bawah Eisenhower, meneliti fenomena psikologi sosial di mana karyanya berfokus pada propaganda (subyek tesis doktornya) serta opini publik di Amerika Serikat. Dia adalah editor Public Opinion Quarterly (1943-1944).

Description: Biografi Jerome S. Bruner Seorang Psikologi Kognitif
Jerome S. Bruner

Pada tahun 1945, Bruner kembali ke Harvard sebagai profesor psikologi dan sangat terlibat dalam penelitian yang berkaitan dengan psikologi kognitif dan psikologi pendidikan. Ia dengan cepat naik pangkat dari dosen menjadi profesor pada tahun 1952. Dia berperan penting dalam membangun Path Breaking Center For Cognitive Studies pada tahun 1960 menjabat sebagai direktur  pada tahun 1972. Lalu pada tahun 1964-1965 ia terpilih dan menjabat sebagai presiden dari American Psychological Association. Pada tahun 1970, Bruner meninggalkan Harvard untuk mengajar di Universitas Oxford di Inggris. Dia kembali ke Amerika Serikat pada tahun 1980 untuk melanjutkan penelitian di bidang psikologi perkembangan. Pada tahun 1972, Bruner berlayar melintasi Atlantik. Hal ini dikarenakan untuk mengambil posisi Watts Professor of Experimental Psychology at Oxford University. Pada tahun 1991, Bruner bergabung dengan fakultas di New York University Law School. Selain itu, Bruner juga  telah dianugerahi gelar doktor kehormatan dari Yale dan Columbia, serta perguruan tinggi dan universitas  seperti Sorbonne, Berlin, dan Roma, dan merupakan Fellow dari American Academy of Arts dan Ilmu.

Dari pemaparan di atas, terlihat jelas bahwa Jerome S Bruner merupakan ahli psikologi perkembangan dan khususnya psikologi kognitif,  yang tidak diragukan lagi. Hal ini terlihat jelas dari riwayat hidupnya, dan kontribusi  yang dilakukan Bruner dalam mengembangkan penelitiannya tentang psikologi kognitif. Kiprah dan pengalaman yang sangat luas mengenai psikologi telah membawanya pada banyak penghargaan yang diterimanya. Penelitian-penelitian yang dilakukan Jerome S Bruner, mampu membuktikan dan memunculkan teori baru, yang kemudian teori itu memiliki ciri khas sendiri, dan berbeda dengan teori sebelumnya, inilah yang dinamakan teori kognitif menurut pandangan Jerome S Bruner. Yaitu menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi.
2.1.2.3          TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI
1. Teori Belajar Cognitive Developmental Dari Piaget
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap :
  1. Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
  2. Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
  3. Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
  4. Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut.  Sebaliknya, akomodasi terjadi  jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi / di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.
Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya.Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
2. Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya
Bruner menekankanbahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive, iconic dan simbolic. Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget. Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek – melakukan pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai berikut:
  1. Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
  2. Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
  3. Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
  4. Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.
  5. Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.
3. Teori Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.
Pengertian belajar bermakna
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
a. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan     tingkat    perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
b. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan   penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.
 4. Beberapa teori dan tokoh lain
Selain tiga tokoh diatas berikut kami sampaikan secara singkat  beberapa tokoh lain yang juga menjadikan teori kognitif sebagai pijakan dalam mengembangkan teori yang mereka kemukakan.
Salah satu teori kognitif yang juga sering dijadikan acuan adalah teori gestalt.  Peletak dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran.
Selanjutnya tokoh dari teori kognitif adalah Kurt Lewin (1892-1947). Mengembangkan suatu teori belajar kognitif-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencankup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ; orang – orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward.
Seiring perkembangan teknologi, teori kognitif ini juga dikorelasikan dengan kecerdasan yang ada pada teknologi mutahir, khususnya komputer, yang diistilahkan dengan kecerdasan buatan (artificial intelegence). Kecerdasan ini didefinisikan dengan, sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer mengerjakan sesuatu yang dapat dikerjakan manusia (Rich, 1991). Tokoh lain mengatakan, Suatu perilaku sebuah mesin yang jika dikerjakan oleh manusia akan disebut cerdas (Turing, et. al, 1996). Program komputer untuk permainan catur, yang sekarang dapat mengalahkan banyak manusia adalah salah satu contoh dari kecerdasan buatan.
Kebanyakan ahli setuju bahwa Kecerdasan Buatan berhubungan dengan 2 ide dasar. Pertama, menyangkut studi proses berfikir manusia, dan kedua, berhubungan dengan merepresentasikan proses tersebut melalui mesin (komputer, robot, dll)
Menurut Winston dan Prendergast (1984), tujuan dari Kecerdasan Buatan adalah:
a. Membuat mesin menjadi lebih pintar (tujuan utama).
b. Memahami apakah kecerdasan (intelligence) itu (tujuan ilmiah).
c. Membuat mesin menjadi lebih berguna (tujuan enterprenerial).


2.1.2.4             KELEBIHAN & KEKURANGAN TEORI KOGNITIF
Kelebihan dari pada teori belajar kognitivisme adalah sebagai berikut :
1.      Dapat meningkatkan motivasi
2.      Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah
3.      Dapat membantu guru untuk mengenal siswasecara individu sehingga dapat mengembangkan kemampuan siswa
4.      Dapat melihat tingkat perkembangan kognitif manusia mulai dari bayi hingga dewasa sehingga memudahkan untuk memilih pelajaran yang tepat bagi anak di usia tertentu
5.      Dapat mempelajari materi pembelajaran yang rumit untuk memecahkan dan untuk menciptakan kreasi atau ide baru
Kekurangan dari pada teori belajar kognitivisme adalah sebagai berikut :
1.      Teori ini dianggap dekat dengan psikologi belajar daripada teori belajar, sehingga dalam proses belajar menjadi tidak mudah. 
2.      Teori ini dianggap sulit dipraktekkan secara murni karena seringkali merasa bingung untuk memahami unsur-unsur kognitif menjadi bagian-bagian yang jelas 
3.      Teori ini tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan 
4.      Teori ini sulit dipraktekkan khususnya ditingkat lanjut 
  1.  Beberapa dari teori ini sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas
2.1.2.5             APLIKASI TEORI KOGNITIF
1.      Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya
2.      Guru menyusun materi dengan mengunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks
3.      Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna
4.      Guru memerhatikan perbedaaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa
2.1.2.6             CONTOH KASUS TEORI KOGNITIF
Contoh pelaksanaan pembelajaran menurut teori kognitif berikut ini dalam mata pelajaran Matematika di sebuah SMK nonteknik.
1.       Guru Matematika SMK nonteknik berusaha agar pengetahuan siswanya utuh, tidak terpisah-pisah. Artinya, pengetahuan yang satu terkait dengn pengetahuan yang lain. Sebagai contoh, konsep intergral harus dikaitkan dengan konsep turunan.
2.       Agar lebih bermakna, pengetahuan yang baru diajarkan dihubungkan dengan situasi nyata. Misalnya, guru dapat menghubungkan himpunan kosong dengan buku kosong, yang satu tidak mempunyai anggota, yang satunya lagi belum ada tulisan di dalamnya.
3.       Pembelajaran Matematika di SMK nonteknik dimulai dari benda konkret, semi-konkret, baru ke abstrak. Guru matematika SMK nonteknik menyadari bahwa siswa yang sudah berada pada tahap operasional formal sekalipun akan lebih mudah mempelajari matematika jika dimulai dari sesuatu yang konkret ataupun yang bias dipikirkan siswa. Misalnya, konsep turunan yang dimulai dari konsep kecepatan.
4.       Pada taraf tertentu, guru menggunakan alat peraga, seperti menggunakan model-model bangun ruang ketika membahas materi Dimensi Tiga.
5.       Guru mengajar Matematika dari hal yang mudah/sederhana ke yang sedang, kemudian ke yang sukar/rumit. Hal yang mudah/sederhana lebih gampang untuk dicerna oleh siswa.
2.1.2.7  CONTOH SOAL
1.      Sebutkan tahap-tahap perkembangan kognitf menurut Piaget!
Ø  Tahap sensorimotorik terjadi ketika berumur 0-2 tahun
Ø  Tahap preoperasional terjadi ketika berumur 2-8 tahun
Ø  Tahap operasional terjadi ketika berumur 7/8- 11/12 tahun
Ø  Tahap operasional formal terjadi ketika berumur 11/12- 18 tahun
2.      Jelaskan perbedaan asimilasi dan akomodasi dalam teori kognitif !
Ø  Asimilasi yaitu proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kogitif. Apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka infrmasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitf yang dia punya. Sedangkan akomodasi yaitu proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami, apabila struktur kognitif yang sudah dimiliki harus disesuaikan dengan informasi yang diterima
3.      Jelaskan tentang teori belajar kognitif!
Ø  Suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses daripada hasil belajar, bagi penganut aliran ini belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulu dan respon namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks
4.      Untuk mengembangkan agar manusia menjadi matang perlu dilatih dan dididik, apa yang di maksud dengan dilatih dan dididik?
Ø  Dalam pelatihan yang terutama dibentuk adalah tingkah laku lahiriah yaitu disposisi mental dan emosional. Siswa yang dididik untuk realis, mengakui kehidupan idak seragam, dan diajak menghayati kebinekaan yang saling melengkapi demi persaudaraan yang sehat, menghargai hak dan kewajiban
5.      Apa saja tingkatan dari kognitif?
Ø  Pengetahuan (mengingat & mengahapal)
Ø  Pemahaman (menginterpretasikan)
Ø  Aplikasi (menerapka konsep)
Ø  Analisis (menjabarkan suatu konsep)
Ø  Sintesis (menggabungkan bagian konsep menjadi satu utuh)
Ø  Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dll)

2.1.3          TEORI KONSTRUKTIF
      2.1.3.1             PENGERTIAN TEORI KONSTRUKTIF
Pembelajaran konstruktivistik adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Yang terpenting dalam teori konstruktivistik adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan karena kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Pembentukan pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi (Piaget,1988:60).
            Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya (outcome) juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang ditransformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created and recreated), bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bisa objektif maupun subjektif, berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia.
            Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme tidak dibatasi pada pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada pembentukan gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti sehari-hari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek (Suparno, 1997 : 80). Dalam konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.
 2.1.3.2            BIOGRAFI TOKOH PENEMU
Berger dilahirkan di ViennaAustria, kemudian dibesarkan di Wina dan kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat tak lama setelah Perang Dunia II. Pada 1949 ia lulus dariWagner College dengan gelar Bachelor of Arts. Ia melanjutkan studinya di New School for Social Research di New York (M.A. pada 1950, Ph.D. pada 1952). Pada 1955 dan 1956 ia bekerja di Evangelische Akademie di Bad BollJerman. Dari 1956 hingga 1958 Berger menjadi profesor muda di Universitas North Carolina; dari 1958 hingga 1963 ia menjadi profesor madya di Seminari Teologi Hartford. Tonggak-tonggak kariernya yang berikutnya adalah jabatan sebagai profesor di New School for Social Research, Universitas Rutgers, dan Boston College. Sejak 1981 Berger menjadi Profesor Sosiologi dan Teologi di Universias Boston, dan sejak 1985 juga menjadi direktur dari Institut Studi Kebudayaan Ekonomi, yang beberapa tahun lalu berubah menjadi Institut Kebueayaan, Agama, dan Masalah Dunia[1].
Berger dikenal luas karena pandangannya bahwa realitas sosial adalah suatu bentuk dari kesadaran. Karya-karya Berger memusatkan perhatian pada hubungan antaramasyarakat dengan individu. Di dalam bukunya The Social Construction of Reality, Berger, bersama Thomas Luckmann, mengembangkan sebuah teori sosiologis: 'Masyarakat sebagai Realitas Objektif dan Realitas Subjektif'. Analisisnya tentang masyarakat sebagai realitas subjektif menjelaskan proses dimana konsepsi individu tentang realitas dihasilkan dari interaksinya dengan struktur sosial. Ia menulis tentang bagaimana konsep-konsep atau penemuan-penemuan baru manusia menjadi bagian dari realitas kita, yang disebutnya sebagai proses obyektivasi. Dalam proses selanjutnya, realitas ini tidak lagi dianggap sebagai ciptaan manusia melalui proses yang, oleh Berger, disebut sebagai reifikasi.
Konsepsinya tentang struktur sosial membahas masalah pentingnya bahasa: "sistem lambang yang paling penting dalam masyarakat manusia," serupa dengan konsepsiHegel tentang Geist.
Seperti sebagian besar sosiolog agama saat ini, ia salah ketika memprediksi bahwa sekularisasi akan terjadi di seluruh dunia. Dalam beberapa kesempatan, Ia mengakui bahwa data-data justru membuktikan sebaliknya. Pada akhir tahun 1980-an, Berger secara terbuka mengakui bahwa agama (baik lama maupun baru) tidak hanya masih dipraktekkan secara luas, tetapi dalam banyak kasus bahkan dipraktekkan dengan penuh semangat, lebih daripada pada masa lalu, terutama di Amerika Serikat.
            2.1.3.3             TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial.  Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).  Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan   konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi  untuk merespon masalah yang diberikan.  Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.

2.1.3.4             KELEBIHAN & KEKURANGAN TEORI KONSTRUKTIF

KELEBIHAN            :
Kelebihan Murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan. Faham kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi. Selian itu murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru; Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri; Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya; Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap; Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri; Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
KELEMAHAN
 Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya.

            2.1.3.5             APLIKASI TEORI KONSTRUKTIF
Menurut pandangan konstruktif,belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukanoleh siswa belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan,aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus dapat mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Nmun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya pada siswa. Paradigma konsruktivistik memandangsiswa sebagai pribadiyang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebutakan menjadi dasardalam mengontruksi pengetahuan yang baru.
2.1.3.6             CONTOH KASUS TEORI KONSTRUKTIF
Pada tahap awal guru mengajukan masalah yaitu Ardi memiliki12 kelereng, 9 kelereng diberikan kepada adiknya. Berapa kelereng yang dimiliki Ardi sekarang ?
Guru meminta siswa bekerja dalam kelompok dengan menggunakan benda-benda konkret yang dimilikinya untuk menggambarkan 12 kelereng yang dimiiliki. Guru bertanya kepada siswa berapa butir kelereng yang diberikan kepada adiknya dan berapa sisa kelereng yang dimiliki ardi sekarang ? Ada dua kemungkinan jawaban siswa. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk melaporkan bagaimana cara mereka mendapatkan hasilnya.

2.1.3.7             CONTOH SOAL
1.      Sebutkan karakteristik teori belajar konstruktivisme!
Ø  Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif, tetapi memilih tujuan
Ø  Belajar mempertimbangkan soptimal mungkin proses keterlibatan siswa
Ø  Pengetahuan bukan sesuatu yang dating dari luar, melainkan dikonstruksi secara personal
Ø  Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan,melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas
Ø  Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber
2.      Sebutkan 3 ciri belajar menurut teori konstruktivisme!
Ø  Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya
Ø  Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan
Ø  Mendukung pembelajaran secara koorperatif
3.      Sebutkn tujuan belajar menurut teori konstruktivisme!
Ø  Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejutkan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya
Ø  Membantu siswa untuk mengebangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap
Ø  Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri, lebih menekankan pada proses belajar, bagaimana belajar itu
4.      Sebutkan 3 model pembelajaran konstruktif!
Ø  Identifikasi,identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa
Ø  Penyusunan program pembelajaran,program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran
Ø  Refleksi, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah  ada pada tahap awal
5.      Sebutkan implikasi pada teori konstruktivistik!
Ø  Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri
Ø  Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif
Ø  Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru
Ø  Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa
2.1.4                TEORI HUMANISTIK
                        2.1.4.1             PENGERTIAN TEORI HUMANISTIK
 Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.

Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu  potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manuisa atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motovasi dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.
Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
2.1.4.2             BIOGRAFI TOKOH PENEMU
Carl Ransom Rogers  (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.

Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak.
Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1.      Kognitif (kebermaknaan)
2.      Experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Kecewa karena tidak bisa menyatukan psikiatri dengan psikolog, Rogers pindah ke California tahun 1964 dan bergabung dengan Western Behavioral Science Institute. Ia lalu mengembangkan teorinya ke bidang pendidikan. Selain itu ia banyak memberikan workshopdi Hongaria, Brazil, Afrika Selatan, dan bahkan ke eks Uni Soviet.  Rogers wafat pada tanggal 4 Februari 1987.

2.1.4.3                          TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya.
Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. 
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).

Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

Carl Rogers
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered),non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilahperson centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.
Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih penuh harapan dan optimis tentang manusia karena manusia mempunyai potensi-potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada umumnya, dimana humanisme adalah doktrin, sikap, dan cara hidup yang menempatkan nilai-nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan, harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud tertentu.
Asumsi dasar teori Rogers adalah:
–         Kecenderungan formatif
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
–         Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self.
1. Organisme
Pengertian organisme mencakup tiga hal:
Ø  mahkluk hidup
Organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal
Ø  Realitas Subyektif
Oranisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
Holisme
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2. Medan Fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
3. Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya  begitu bayi mulai belajar apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh, akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.

Diri dibagi atas 2 subsistem :
Konsep diri yaitu penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individual (meski tidak selalu akurat).
Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri.
Terjadinya kesenjangan antara akan menyebabkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi tidak sehat.
Menurut Carl Rogers ada bebeapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu:
Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada 3 tingkat kesadaran.
–         Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
–         Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh struktur diri.
–         Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.
Kebutuhan
–         Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara, dan keamanan , sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk berkembang.
–         Peningkatan diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk belajar dan berubah.
–         Penghargaan positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang lain.
–         Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.

Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
–         ada ketidak seimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri organis.
–         Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain namun juga untuk dirinya.
–         Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan memuncak menjadi ancaman.
Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman adalah  penyangkalan dan distorsi terhadap pengalaman yang tidak konsisten. Distorsi adalah salah interpretasi pengalaman dengan konsep diri, sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri supaya berimbang.

Cara pertahanan adalah karakteristik untuk orang normal dan neurotik. Jika seseorang gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut, maka individu akan menjadi tidak terkendali atau psikotik. Individu dipaksakan untuk menerima keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya terus menerus dan akhirnya konsep dirinya menjadi hancur. Perilaku tidak terkendali ini dapat muncul mendadak atau dapat pula muncul bertahap.

1. Penerimaan Positif (Positive Regard) →  Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif  kepada orang lain.
 2. Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence) →  organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik ) dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
  3. Aktualisasi Diri (Self Actualization)  →  Freud memandang organisme sebagai sistem energi, dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).

Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua orangyang mendorong orang untuk semakin kompleks, ekspansi, sosial, otonom, dan secara keselutuhan semakin menuju aktualisasi diri atau menjadi Pribadi yang berfungsi utuh (Fully Functioning Person)
Ada lima ciri kepribadian yang berfungsi    sepenuhnya:
Terbuka untuk mengalami (openess to experience)
Orang yang terbuka untuk mengalami mampu mendengar dirinya sendiri, merasakan mendalam, baik emosional maupun kognitif tanpa merasa terancam. Mendengar orang membual menimbulkan rasa muak tanpa harus diikuti perbuatan untuk melampiaskan rasa muak tersebut.

Hidup menjadi (Existential living).
Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin pada seiap eksistensi. Disini orang menjadi fleksibel, adaptable, toleran, dan spontan.

Keyakinan Organismik (Organismic trusting)
Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan apa yang dirasanya benar sebagai bukti kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkah laku. Orang mampu memakai perasaan yang terdalam sebagai sumber utama membuat keputusan.
Pengalaman kebebasan ( Experiental Freedom).
Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diinginkan sendiri, tanpaperasan tertekan atau terhambat. Orang itu melihat banyak pilihan hidup dan merasa mampu mengerjakan apa yang ingin dikerjakannya.
Kreatifitas (Creativity)
Merupakan kemasakan psikologik yang optimal. Orang dengan good life kemungkinan besar memunculkan produk kreatif dan hidup kreatif.
Terapi yang Diberikan
Seperti disebutkan di atas, bahwa Rogers menolak psikoanalisis Freud dan behavioris dalam teorinya, sehingga terapi yang digunakannya juga berbeda. Rogers tidak mempermasalahkan bagaimana klien menjadi seperti ini, namun lebih menekankan bagaimana klien akan berubah. Terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan adalah klien itu sendiri. Itulah sebabnya teori Rogers disebut sebagai person-centered theory.

2.1.4.4                          KELEBIHAN & KEKURANGAN TEORI HUMANISTIK
KELEBIHAN :
1.      Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial
2.      Indikator keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola piker, perilaku, serta sikap atas kemauan sendiri
3.      Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku
KEKURANGAN :
Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalm proses belajar
           
2.1.4.5                          APLIKASI TEORI HUMANISTIK
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1.      Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2.      Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3.      Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
4.      Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5.      Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6.      Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.      Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8.      Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa 
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. 
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik menurut Humanistik
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.Ruang kelads lebih terbuka dan mampu menyesuaikan  pada perubahan.
Sedangkan guru  yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka melukai perasaan siswaa dengan komentsr ysng menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
2.1.4.6                          CONTOH SOAL
1.      Sebutkan tahapan yang dilakukan dalam belajar dan jelaskan!
Ø  Tahap pengalaman konkret,seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian
Ø  Pengalaman aktif dan reflektif, siswa mulai mampu mengadakan observasi terhadap suatu kejadian dan mulai berusaha memikirkan dan memahaminya
Ø  Konsepualisasi, siswa mulai belajar membuat abstraksi atau teori tentang suatu hal yang pernah diamatinya.
Ø  Eksprimen aktif, siswa mampu mengaplikasi suatu aturan umum ke situasi yang baru.
2.      Jelaskan implikasi teori humanistic dalam pembelajaran!
Ø  Guru sebagai fasilitator, psikologi humanistic memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator
o   Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
o   Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan didalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum
o   Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya
3.      Sebutkan dan jelaskan taksonomi Bloom!
Ø  Kognitif
o   Terdiri 6 tingkatan,yaitu
§  Pengetahuan(mengingat dan menghafal)
§  Pemahaman
§  Aplikasi
§  Analisis
§  Sintesis
§  Evaluasi
Ø  Psikomotor
o   Peniruan
o   Penggunaan
o   Ketepatan
o   Perangkaian
o   Naturalisasi
Ø  Afektif
o   Pengenalan
o   Merespons
o   Penghargaan
o   Pengorganisasian
o   Pengamatan
4.      Apa yang dimaksud dengan teori belajar humanistic?
Ø  Humanistic tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi & dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka. Teori ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial
5.      Dalam pembelajaran humanistic, siswa belajar digolongkan menjadi empat macam,sebutkan dan jelaskan!
Ø  Tipe siswa aktivis bercirikan mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru. Mereka cenderung berpikiran terbuka dan mudak diajak berdialog
Ø  Tipe siswa reflector adalah sebaiknya. Mereka cenderung sangat berhati-hati mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusan, siswa tipe ini cenderung konservatif, yaitu mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat, baik buruk suatu keputusan
Ø  Tipe siswa teoritis biasanya sangat kritis, senang menganalisis,dan idak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya sangat subjektif
Ø  Tipe siswa pragmatis biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal

2.1.5                                TEORI SIBERNETIK
2.1.5.1             PENGERTIAN TEORI SIBERNETIK
Teori belajar sibernetik adalah yang paling baru dari semua teori belajar yang telah dikenal. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi . teori ini memiliki kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik. Namun, yang lebih penting adalah system informasi yang diproses karena informasi akan menentukan proses.
Asumsi lain teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi yang cocok untuk semua siswa. Oleh karena itu, sebuah informasi akan dipelajari oleh siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda. Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini telah dikembangkan oleh Landa( dalam pendekatan) yang disebut algromitik dan heuristic), Pask, Scott ( dengan pembagian siswa tipe menyeluruh atau wholist dan tipe serial atau serialist).
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini mempunyai kesamaan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik. Namun yang lebih penting lagi adalah system informasi yang akan dipelajari siswa. Asumsi lain teori sibernetik adalh bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk situasi dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab, cara belajar sangat ditentukan oleh system informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
2.1.5.3             TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relative baru dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Menurut para tokoh teori sibernetik, yaitu :
Landa
Landa membedakan dua macam proses berfikir yaitu algoritmik, dan proses berfikir heuristic. Algoritmik yaitu proses berfikir yang sistematis, tahap demi tahap , linear, konvergen, lurus menuju 1 tujuan tertentu. Contohnya yaitu kegiatan menelpon, menjalankan mesin mobil dll. Heuristic yaitu cara berfikir devergen menuju ke beberapa target tujuan sekaligus. Contohnya operasi pemilihan atribut geometri, penemuan cara-cara pemecahan masalah dll.
Pask dan Scott
Menurut mereka ada dua macam cara berfikir, yaitu serealis dan cara berfikir wholist atau menyeluruh. Berfikir serealis memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik tetapi berbeda dengan cara berfikir heuristik. Cara berfikir menyeluruh adalah berfikir yang cenderung melompat kedepan, langsung kegambaran lengkap sebuah system informasi. Sedangkan cara berfikir heuristic yang dikemukakan Landa adalah cara berfikir devergen mengarah ke beberapa aspek sekaligus.
2.1.5.4             KELEBIHAN & KEKURANGAN
Kelebihan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan informasi adalah:
1.      Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
2.      Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
3.      Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4.      Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai.
5.      Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
6.      Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu.
7.      Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Sedangkan kelemahan dari teori sibernetik adalah terlalu menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar.

2.1.5.5             APLIKASI TEORI SIBERNETIK
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam input teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne untuk mengurangi muatan memori kerja bentuk pengetahuan yang dipelajari dapat berupa proposisi, produksi, dan mental images. Dalam teori sibernetik menuntut pengelolaan pembelajaran perlu diorganisir dengan baik dengan memperhatikan kondisi internal dan eksternal.
Kondisi internal yang dimaksud antara lain:
1.      Kemampuan awal peserta didik
Kemampuan awal peserta didik yaitu peserta didik telah memiliki pengetahuan, atau keterampilan yang merupakan prasyarat sebelum mengikuti pembelajaran. Dengan adanya kemampuan prasyarat ini peserta didik diharapkan mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Kemampuan awal peserta didik dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan.
2.      Motivasi
Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik lebih menguntungkan karena dapat bertahan lebih lama. Kebutuhan untuk berprestasi yang bersifat intrinsik cenderung relatif stabil, mereka ini berorientasi pada tugas-tugas belajar yang memberikan tantangan. Pendidik yang dapat mengetahui kebutuhan peserta didik untuk berprestasi dapat memanipulasi motivasi dengan memberikan tugas-tugas yang sesuai untuk peserta didik.
3.      Perhatian
Perhatian merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih stimulus yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimulus yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik mengarahkan diri ketugas yang diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang akan diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak relevan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian seseorang adalah faktor internal yang mencakup: minat, kelelahan, dan karakteristik pribadi. Sedangkan faktor eksternal mencakup: intensitas stimulus, stimulus yang baru, keragaman stimulus, warna, gerak dan penyajian stimulus secara berkala dan berulang-ulang.
4.      Persepsi
Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Persepsi sebagai tingkat awal struktur kognitif seseorang. Untuk membentuk persepsi yang akurat mengenai stimulus yang diterima serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan perlu adanya latihan-latihan dalam bentuk berbagai situasi. Persepsi seseorang menjadi lebih mantap dengan meningkatnya pengalaman.
5.      Ingatan
Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan, dan mengeluarkan kembali yang telah diterima seseorang. Ingatan sangat selektif, yang terdiri dari tiga tahap, yaitu ingatan sensorik, ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang yang relatif permanen. Penyimpanan informasi dalam jangka panjang dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu melalui kejadian-kejadian khusus (episodic), gambaran (image), atau yang berbentuk verbal bersifat abstrak. Daya ingat sangat menentukan hasil belajar yang diperoleh peserta didik.
6.      Lupa
Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjang. Seseorang dapat melupakan informasi yang telah diperoleh karena memang tidak ada informasi yang menarik perhatian, kurang adanya pengulangan atau tidak ada pengelompokan informasi yang diperoleh, mengalami kesulitan dalam mencari kembali informasi yang telah disimpan, ingatan telah aus dimakan waktu atau rusak, ingatan tidak pernah dipakai, materi tidak dipelajari sampai benar-benar dikuasai, adanya gangguan dalam bentuk informasi lain yang menghambatnya untuk mengingat kembali.
7.      Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Apabila seseorang belajar, setelah beberapa waktu apa yang dipelajarinya akan banyak dilupakan, dan apa yang diingatnya akan berkurang jumlahnya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: materi yang dipelajari pada permulaan (original learning), belajar melebihi penguasaan (over learning), dan pengulangan dengan interval waktu (spaced review).
8.      Transfer
Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah dipelajari, dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari materi yang baru. Transfer belajar atau transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari satu situasi kesituasi lain.
Sedangkan kondisi eksternal yang dimaksud adalah:
1.      Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang dapat dilihat sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang ditempuh pendidik untuk mengelola pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada kondisi belajar yang diharapkan. Gagne (dalam Budiningsih, 2008: 89) mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar, yakni:
(a).  keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui materi yang disajikan dalam pembelajaran di kelas.
(b) strategi kognitif, kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan belajar, mengingat, dan berfikir.
(c) informasi verbal, kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
(d) keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
(e) sikap, suatu kemampuan internal yang mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari oleh emosi, kepercayaan, serta faktor intelektual.
Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting, sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak dari tujuan belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan belajar yang dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses belajar, dapat mengukur tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat meningkatkan motivasi belajar.
Pemberian umpan balik
Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting bagi peserta didik, karena memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan, dan tingkat kompetensinya.
Berdasarkan deskripsi proses pengolahan informasi yang terjadi merupakan interaksi faktor internal dan eksternal dari peserta didik, maka aplikasi pengelolaan kegiatan pembelajaran berbasis teori sibernetik yang baik untuk dilakukan bagi pendidik agar dapat memperlancar proses belajar peserta didik adalah sebagai berikut:
1.      Menarik perhatian.
2.      Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa.
3.      Merangsang ingatan pada prasyarat belajar.
4.      Menyajikan bahan perangsang.
5.      Memberikan bimbingan belajar.
6.      Mendorong unjuk kerja.
7.      Memberikan balikan informatif.
8.      Menilai unjuk kerja.
9.      Meningkatkan retensi dan alih belajar
2.1.5.6 CONTOH KASUS
Materi segiempat (SMP kelas VIII) diajarkan menggunakan model jigsaw jika karakter peserta didik bisa bekerja secara mandiri. Namun lebih baik lagi menggunakan STAD jika siswanya belum bisa bekerja sendiri.
2.1.5.7 CONTOH SOAL
1.      Apakah yang dimaksud dengan belajar dalam teori sibernetik?
Jawaban: Teori belajar sibernetik adalah yang paling baru dari semua teori belajar yang telah dikenal. Teori ini memiliki kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses. Asumsi lain teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi yang cocok untuk semua siswa.

2.      Jelaskan tiga komponen pemrosesan informasi dalam teori sibernetik!
Jawaban:
a.       Sensory Receptor (SR)
Sensory receptor merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.
b.      Working Memory (WM)
Working memory diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu.
c.       Long Term Memory (LTM)
Dalam Long Term Memory diasumsikan bahwa semua pengetahuan yang telah dimiliki individu, mempunyai kapasitas tidak terbatas, sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang, persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan.

3.      Keunggulan apakah yang dimiliki teori pemrosesan informasi dalam pembelajaran?
Jawaban:
a.       Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
b.      Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
c.       Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap

4.      Sebutkan keunggulan dan kelemahan teori sibernetik dalam pembelajaran?
Jawaban:
1)      Keunggulan
a)      Kesemua teori belajar dalam aliran-aliran yang menekankan aspek yang berbeda-beda.
b)      Isi proses belajar adalah sistem informasi yang diperoleh melalui pengalaman akan suatu kejadian tertentu.
c)      Hasil proses teori belajar ini adalah adanya perubahan, baik yang dilihat sebagai perubahan tingkah laku maupun secara kemampuan.
2)      Kekurangan
Tidak secara langsung membahas proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini sangat terbatas, terbatas pula kemampuan untuk menrapkan teori ini.

5.      Jelaskan implementasi teori belajar sibernetik!
Jawaban: implementasi teori belajar sibernetik ini berikutnya dalam kegiatan pembelajaran dikembangkan oleh konsepsi Landa dalam model pendekatannya yang disebut algoritmik dan heuristik juga termasuk teori sibernetik. Park dan Scott yang membagi siswa menjadi tipe menyeluruh atau wholist dan tipe serial atau serialist juga menganut teori sibernetik sebagaimana yang telah dijelaskan.






BAB III
PENUTUP
3.1              KESIMPULAN
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan perancangannya dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan dikelas maupun diluar kelas. Namun teori belajar ini tidaklah semudah yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yng dapat menunjang, ssperti: lingkungan siswa,kondisi psikoloi siswa, perbedaan tingkat kecerdasan siswa. Semua unsur ini dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu model teori belajar yang dianggap cocok. Tidak perlu terpaku dengan kurikulum yang ada asalakan tujuan dari teori belajar ini sama dnegan tujuan pendidikan.
Dalam makalah ini sudah banyak membahas teori-teori pembelajaran. Teori-teori pembelajaran tersebut menjelaskan apa itubelajar dan bagaimana belajar itu terjadi. Teori behavioristic merupakan perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar stimulus dan respon. Teori kognitif menyatakan perubahan persepsi dan permohonan belajar tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati asumsi dasar teori adalah seiap orang mempunyai pengalaman & pengetahuan dalam dirinya. Teori konstrutivisme menyatakan konstruksi dari orang yang mengenal sesuatu. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme, suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Teori humanistic tetuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi & dibimbing olh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka. Teori sibernetik mengatakan bahwa belajar adalah pengolahan informasi.jadi masing-masing teori menjelaskan belajar dan pembelajaran dalam pengertian yang berbeda-beda.

3.2              SARAN
Perkembangan dunia pendididkan terus berlangsung sejalan dengan tuntunan hidup manusia untuk menjawab perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari emakin maju dan kompleks. Dunia pendidikan juga dituntut untuk lebih peka terhadap perubahan dan perkembangan dalam dunia ilmu. Dalam makalah ini peran guru tidaklah kecil, karena guru adalah ujung tombak pelaksana pendidikan terdepan dituntut untuk terus mengembangkan pengetahuan, kemampuan serta ketrampilan oleh karena itu, disarankan kepada semua yang berhubungan dengan dunia pendididkan dapat memahami dan mempelajari teori-teori belajar dan pembelajaran.



















DAFTAR PUSTAKA
^ [Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally]
·         Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
·         Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
·         Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally
·         Gagne, E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Toronto: Little, Brown and Company
·         Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and Teaching in Higher Education. London: Paul Chapman Publishing
·         Moll, L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and Application of Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press
·         Slavin, R.E. 1991. Educational Psychology. Third Edition. Boston: Allyn and Bacon
·         Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon Alwilsol (2004), Psikologi Kepribadian, UMM Press
·         Freist, J & Freist, Gregory (1998), Theories of Personality, Amerika : Mc Graw Hill.
·         Hall, Calvin S., & Lindzey, Gardner (2000), Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), Dr. A. Supratiknya (ed.), Jogjakarta :Kanisius .
·         Robert, Thomas B., Four Psychologies Applied to Education, 1975, New York, Hals Ted Press Dvision Smith, Mark K. , (1997)
·         Budiningsih, C.Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT Rineka Cipta.





21 comments:

Sadhya Permeiswari said...
This comment has been removed by the author.
Aprillia Rachmayanti said...

Edward Lee Thorndike membuat sebuah percobaan Dan menghasilkan teori trial dan error. Dalam hal ini saya ingin menanyakan apa contoh nyata teori trial dan error tersebut?

Sadhya Permeiswari said...
This comment has been removed by the author.
Aprillia Rachmayanti said...

Menurut teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Maksud dari perubahan persepsi dan pemahaman itu bagaimana?
Tridayani kel. 6

Siti Rahma Nia said...

Siti rahma nia
Assalamualaikum kelompok 3 saya mau bertanya kepada siska , apa contoh dari penerapan belajar di kelas sesuai teori behavioristik,kognitif,konstruktivistik,humanistik dan sinernetik itu ?

Sadhya Permeiswari said...

Assalamualaikum. My name is sadhya permeiswari . Saya mau bertanya kepada kelompok 3 yaitu Tika wahyuningsih.
pertanyaan nya ialah sebutkan metode untuk mengubah kebiasaan buruk pembelajar menurut guthrie dan berikan masing-masing contohnya?
Terimakasih. Tolong dijawab ea 😊
wassalam.

Aprillia Rachmayanti said...

Assalamualaikum kelompok 3 saya ingin bertanya pada siska handayani.
Kontruksi bersifat membangun dalam konteks filsafat pendidikan, jadi yang ingin saya tanyakan adalah berikan contoh bagaimana kontruksi yang bersifat membangun itu dalam konteks filsafat pendidikan?
Raudoh. S kel. 6

Sadhya Permeiswari said...

Assalamu'alaikum kelompok 3. Saya suwita latifah dari kelompok 4. Saya ingin bertanya kepada Rifka. Jelaskan teori didasarkan pada drive-reduction atau drive stimulus reduction beserta contohnya yaa rifka. Wassalam😊

Aprillia Rachmayanti said...

Assalamualaikum ambo aprillia rachmayanti dari kelompok 4 ingin bertanya kepada saudari putri anugrah a.k.a ugah.
Pertanyaan:
Edward Lee Thorndike membuat sebuah percobaan Dan menghasilkan teori trial dan error. Dalam hal ini saya ingin menanyakan apa contoh nyata teori trial dan error tersebut?
Thank you anyway 😃

Siti Rahma Nia said...

Bela sutika
Assalamualaikum kelompok 3 mau nya nich ke tika
Sebutkan masing masing 2 kelebihan dan kekurangan teori humanistik?

Unknown said...

Assalamualaikum we wb
Say a aini mau bertanya ke kelompk 3 kepada tika
Menurut anda apa yang dimaksud dengan classical conditioning dan tolong berikan contoh nya!
TQ...

Unknown said...

Asskum.wr.wb
Sy ingin bertanya kepada sania kakak dari nia.
Bagaimana pendapat saudari mengenai pendapat pendidikan untuk memanusiakan manusia dlm teori humanistik ?
Thx a lot.

Unknown said...

Saya nurbaiti
Maaf tadi saya mau betanya kepada kelompok 3

Unknown said...

Saya nurbaiti
Maaf tadi saya mau betanya kepada kelompok 3

Unknown said...

Asskum.wr.wb
Sy ingin bertanya kepada sania kakak dari nia.
Bagaimana pendapat saudari mengenai pendapat pendidikan untuk memanusiakan manusia dlm teori humanistik ?
Thx a lot.

Unknown said...

Assalamualaikum we wb
Say a aini mau bertanya ke kelompk 3 kepada tika
Menurut anda apa yang dimaksud dengan classical conditioning dan tolong berikan contoh nya!
TQ...

Putri Anugrah said...

Baiklah,saya akan menjawab pertanyaan dri bella.
Kelebihannya yaitu
1.teori ini cocok untuk di terapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat kepribadian
2.tidak terkait oleh pendapat orang lain,dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab.
Kekurangannya yaitu
Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
Teimakasih lebih dan kurang nya ☺

Putri Anugrah said...

Saya RAHMAT akan menjawab pertanyaan NINING DESFRIANTI

Pembelajaran quantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika quantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep quantum dipakai.Pembelajaran quantum lebih bersifat kontruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau natifistis.Pembelajaran quantum lebih bersifat konstruktivis (tis), bukan positivistis-empiris, behaviorsistis.Pembelajaran quantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna.Pembelajaran quantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan yang tinggi.Pembelajaran quantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisalan atau keadaan yang dibuat-buat.Pembelajaran quantum sangat menekankan kebermaknaandan kebermutuan proses pembelajaran.Pembelajaran quantum memiliki model yang memadukan koteks dan ini pembelajaran.Pembelajaran quantum memusatkan perhatian pada pembentukan ketrampilan akademis, ketrampilan dalam hidup dan prestasi fisikal atau material.Pembelajaran quantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.Pembelajaran quantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan bukan keseragaman dan ketertiban.Pembelajaran quantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.

Unknown said...

Waalaikumsalam suwita,saya Rifka akan mencoba menjawab pertanyaan dari Suwita. Teori drive reduction adalah teori dorongan/energi berperilaku untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Individu akan berupaya untuk mencapai kebutuhan tersebut. Contohnya : kebutuhan akan air,manusia akan memenuhi kebutuhan akan hausnya dengan minum air. Kira2 begitulah suwita. Terimakasih atas pertanyaannya

Unknown said...

Waalaikumsalam suwita,saya rifka akan coba menjawab pertanyaan dari suwita. Drive reduction adalah teori dorongan/energi berperilaku untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Individu akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Contohnya : kebutuhan akan air, manusia akan memenuhi kebutuhan akan hausnya dengan minum air. Kira2 seperti itulah suwita. Terimakasih atas pertanyaannya.

Putri Anugrah said...

Assalammualaikum, Saya sherly intan syafitri Dari kelompok 6 ingin bertanya kepada tika wahyuningsih : jelaskan implikasi teori humanistik dalam permbelajaran